GI, Gus Im, lengkapnya KH. Hasyim Wahid membangunkanku pagi-pagi. Saya masih menarik selimut. Wah ini genting, pikirku sambil segera beranjak: “Tumben bangun pagi, Gus?!”
GI sudah siap rapi. Jali pun menjelaskan: “Yo, menghadiri Ulang Tahun Sarbini Soemawinata ke-75 tahun. Dia mertua Hariman Siregar.”
Wah ini tentu acara spesial bahkan amat sangat spesial, karena GI jarang menghadiri undangan beginian. Beliaunya biasa grassroot…
Sopir siap. Saya pakai batik model wong ndeso kondangan manten. Mobil segera beranjak. Saya buka pintu depan, untuk ambil duduk sebelah sopir, tapi GI gak mengijinkan. Saya diajak duduk di kursi tengah sebelah beliau. Gak tahu apa maksudnya. Kata temanku, itu cara GI menghargaimu. Oooh baru tahu saya…
Sampai lokasi di sebuah hotel di Bundaran HI, mobil menurunkan kami, saya kikuk harus berbuat apa? Masuk ruang mesti pakai ditempel detektor, barang-barang ditempatkan untuk lewat jalannya sendiri, saya lewat pintu yang bunyi tit…tit..tit… Dan aman untung gak bunyi tutut…tutut….hahaha…
Saya masih kaku, kagok masuk hotel. Alhamdulillah ada penerima tamu yang menyapa saya. “Wuih Lek Jum… Selamat datang…” begitu kata Sri PRD yang pernah hidup di Malang.
Lega saya beberapa ritual masuk hotel sudah saya lalui, sambil menuju ruang acara GI tanya padaku: “Sopo iku, Jum?!” Saya jawab sekenanya, ya beginilah Gus resiko orang terkenal… “Telek…telek…” timpal Gus Im.
Karena saya kikuk tentu saya mengikuti apa yang dilakukan GI, pun GI mengarahkan saya pada tempat duduk undangan khusus tokoh dan undangan. Kutoleh ke kursi belakang ada kawan-kawan aktivis Jakarta, seperti Amir Daulay dan kawan-kawan. Aku pun duduk sebelah kanan GI, di sebelah kananku ada orang baru duduk, tak sabar aku tanya GI: “Gus, yang sebelah kanan saya itu Moktar Pakpahan itu ya? Aktivis buruh?”
GI langsung jawab: “Ngawur ae.. Iku Marsilam Simanjuntak, jubir Mas Dur…”
Undangan datang satu-satu di depanku, GI menjelaskan siapa saja mereka. Begitu Gus Dur datang, GI pun langsung bicara penuh tanda seru: “Mas Dur, Mas Dur, jarno ae….” Aku pun jawab: “Lah iyo kate lapo, Gus…”
Tak lama Jenderal Wiranto datang menyalami tamu-tamu. Om Wir duduk di depanku. Sebelum duduk Om Wir memanggil ajudannya untuk membawakan kacamatanya. Aku pun salaman dengan jenderal, ternyata tangannya halus, sungguh…
Acara segera dimulai, ruang hampir penuh, undangan dari berbagai tokoh, tentunya yang tampak sibuk tokoh-tokoh PSI MUDA, dan kawan-kawan PIJAR aktivis Jakarta yang sibuk. Dr sekian tokoh undangan, aku duduk di antara GI, sebelah kiriku dan Marsilam Simanjuntak sebelah kananku. Pemandangan yang ganjil tentunya, dari situ Bu Lily Wahid menyamperiku dari belakang, dan berbisik padaku. GI pun langsung berbisik: “JARNOAE, MBAK LILIK…”
LAGU MATAHARI DARI TIMUR DINYANYIKAN, SARBINIPUN MEMBACA CATATAN LAGU TSB…
75 TAHUN SARBINI SOEMAWINATA TAHUN 2005