Ada teman, baru lulus S1, akhir tahun 2018. Alumni UIN, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir. Mentereng kan? Dan dia lumayan jago, literatur berbahasa Arab lancar, dan cukup menguasai di bidang tafsir. Saking jagonya, ada dosen yang memujinya sebagai “The Next Quraish Shihab”. Tapi karena wajahnya lebih cenderung orang Pantura umumnya, maka teman-temannya lebih sering menyebut lebih cocok disebut “The Next Gus Baha”.
Sebut saja namanya Al. Setelah lulus, dia melamar kerja di sebuah media Islam yang baru dirintis. Perusahaan media ini langsung menerimnya, karena tes baca literatur Arab benar semua, tes menerjemah dari Arab ke Indonesia juga ok, tepat, dan enak dibaca. Komunikasinya juga dinilai bagus, dan, sepertinya humoris. Mulai Januari, 2019, dia bekerja.
Si Al melewati hari demi hari, pekan demi pekan, bulan demi bulan, dengan bahagia. Hidupnya bergairah, bacanya semakin rajin, temannya bertambah, dan namanya pelan-pelan muncul, menjadi perbincangan.
Pada malam Minggu, sudah dini hari tepatnya, dia ngobrol ringan di kamar kos, bersama tiga kawannya. Mereka tidak pergi ke mana-mana, karena tidak punya pacar.
“Al..hidupmu makin asik saja kayaknya?” seorang kawannya basa-basi dengan pujian.
“Wah iya, kawan kita ini. Apa resepnya bahagia gitu? Katanya gaji cuma dua juta, tapi kok bahagia, apa resepnya?” teman mengarahkan obrolan lebih menjurus.
“Iya, Al, banyak yang ngiri sama ente. Tiap hari senyam-senyum terus, padahal laptop saja masih nyicil..”
Tawa meledak di kamar kos yang terasa hangat, karena hanya ada kipas angin kecil, bukan AC.
Si Al angkat bicara. Dia mengaku, sebetulnya agak kecewa, karena tidak ditugasi menjadi editor di rubrik tafsir. Dan kalian tahu sudah tahu, gaji 2 juta, dipotong 35o ribu untuk nyicil laptop dan mulai Juli ini, harus ikut bantu transfer adiknya yang baru mesantren.
“Alhamdulilllah.. Saya bersyukur sajalah.. Semoga dapat berkah.. Semoga aja, karena berkah, istriku cantik dan hafizoh..” si Al mengajak bercanda. Tawa meledak lagi.
“Eh, tapi ente belum jawab bertanyaanku, kenapa bisa bahagia dengan gaji kecil banget dan dipotong nyicil laptop segala..?” tanya.
“Ini hikmah tidak jadi editor tafsir. Setahun ini saya ditugasi mengedit di rubrik humor. Tiap hari baca tulisan humor. Lucu-lucu banget, apalagi kalau humor Gus Dur.. Itu bikin saya ketawa. Saya bahagia, meski gajinya kurang dua juta..”
Kalimat terakhit : ” Gajinya Kurang 2 juta, mungkin maksud nya, 2 juta kurang.