Sedang Membaca
Puisi sebagai Tafsir Hidup: Membaca Kembali Metafora Alif dalam Karya Rumi
Avatar
Penulis Kolom

Asal Solo, domisili Ngawi. Tenaga pengajar di perguruan tinggi Islam, Jawa Timur. Tertarik dalam studi tasawuf, studi hadist & sejarah Islam. Bisa disapa via instagram; alifah.yasmin_

Puisi sebagai Tafsir Hidup: Membaca Kembali Metafora Alif dalam Karya Rumi

alif

Puisi adalah susunan kalimat, bait-bait indah yang mengandung estetika, kelembutan, dan kejernihan mata hati dalam melihat berbagai sudut pandang. Puisi seringkali menggunakan metafora bahasa yang cukup hiperbolik, karena puisi berlayar penuh pada peran imajinasi akal dan dalamnya hati. Seringkali puisi dianggap sebelah mata, karena gaya bahasanya yang cukup melankolis, menimbulkan anggapan pembaca bahwa puisi hanya karangan cerita hati belaka, dengan masa yang sangat temporal, dan tidak memenuhi kriteria akademik berjangka panjang.

Meski nyatanya, jika ditelisik lebih dalam, dunia puisi memiliki medan yang lebih luas ketimbang sastra akademik. Dunia puisi tak terbatas akan pemilahan variable kata dan kalimat. Bahkan, dengan keluwesan bahasa puisi, ia mampu menyembunyikan rahasia-rahasia kehidupan dengan struktur kalimatnya yang hanya bisa dipahami dengan keterbukaan mata hati.

Sama seperti puisi-puisi Rumi. Jalaludin Rumi, sufi Persia yang seringkali menjadi rujukan akademisi dan penyair Nusantara. Tidak hanya membaca, mengutip, tetapi juga mengulas rahasia-rahasia konsep seminal kehidupan dalam bait-bait puisinya. Seperti penggalan puisinya; huruf-huruf hijaiyah.

Dalam susunan huruf hijaiyah, Alif adalah huruf pertama, awal segala huruf arab, huruf yang menjadi tanda mula bahasa al Quran. Sama halnya dalam alphabet, huruf vokal “A” mengawali semua huruf konsonan dan vokal lainnya. Alif terbuat dari satu garis lurus tanpa lekukan, dalam suatu penggalan puisi Rumi, ia menggambarkan bahwa Alif senantiasa tegak, bahkan tegaknya ibarat keteguhan seorang muslim ketiga takbir tak tergoyahkan;

Baca juga:  Tentang Tasawuf

Alif itu mula bicara

Ibarat Satu, alpha, dan omega

Tanpa titik tanpa rupa

Hanya tegak pembuka rahasia

Semua kalimat, huruf, memiliki bunyi dan rahasia. Alif dikatakan sebagai awal mula bicara, seperti halnya manusia pertama kali bicara, awal kata yang bisa ia ucapkan adalah saat membuka mulut lebar-lebar dan terucap huruf “A” tanpa ia sadari.  Alif adalah pembuka rahasia, karena setelahnya terpapar huruf-huruf lainnya, huruf yang menjadikan manusia mampu berkata, berbicara, berdiskusi, dan menyingkap rahasia alam. Tanpa Alif, manusia tidak bisa berkembang dan berevolusi. Maka, pentinglah kedudukan Alif dalam struktur kalimat. Penting pula meneladani sifat dan karakter Alif untuk praktik kehidupan dalam keberagaman budaya dan tradisi.

Alif hanya berbentuk garis, tanpa titik tanpa rupa. Hemat kata, arsitektur huruf Alif berbeda dengan huruf lainnya. Jika huruf lainnya terbentuk dengan adanya kumpulan titik dan lengkungan atau rupa lainnya, maka Alif tidak. Ia hanya terbentuk dengan satu garis, tidak berbelok dan tidak menyimpang. Dengan sudut ini, Rumi ingin menegaskan pula, bahwa sepantasnya siapapun manusia yang menjadi pemimpin atau dianggap pemimpin oleh sekelilingnya, ia harus memiliki karakter Alif. Berdiri tegak, tidak mudah tergoyahkan, ia mampu membuat keputusan, tidak mudah lalai karena sudut pandang yang berbeda.

Baca juga:  Ketika Abu Yazid Al-Bustomi Sibuk Beribadah

Dalam Asraru-Shalah, Moh. Yamin, ia menuturkan hakikat tegaknya shalat, keutuhan dan konsistensi ibarat seperti huruf Alif. Lurusnya ruku’ seperti huruf Lam, ontologi bentuk sujud seperti huruf Lam Akhir, dan tenangnya duduk dalam shalat ibarat huruf Ha. Penggambaran ini mengingatkan bahwa agaknya muslim yang selalu melaksanakan shalat, harus senantiasa menegakkan dan menguatkan keteguhan dalam pendiriannya. Tidak terganggu oleh imajinasi pikiran atau bahkan suara lain di luar dirinya.

Tanpa alif ba tidak dikenal

Titiknya jelas tidak disangkal

Hanya satu titiknya terbungkal

Mula mengandung dhat yang asal

Penggalan puisi selanjutnya, tanpa Alif, ba’ tak dikenal. Tentu, tanpa mempelajari dan menekuni konsistensi dan kemandirian dalam berpikir, manusia tidak akan mampu mengenal langkah-langkah selanjutnya dalam menjalani kehidupan. Mengenal huruf lainnya, seperti ba’, ta’ hingga akhir dapat dimaknai untuk mengenal bagian dan pengalaman lainnya dalam hidup. Dalam Islam, shalat adalah tiang agama, ia adalah amalan yang akan dipertanggungjawabkan pertama kali. Mengenal bentuk tegak berdirinya takbir, gerakan berdiri pertama dalam shalat sama halnya menegakkan rukun-rukun shalat selanjutnya.

Menekuni karakter huruf Alif tidaklah sulit. Sama halnya belajar membaca pola huruf Alif itu sendiri. Tetapi, menjalani karakter seperti huruf Alif tidaklah mudah. Huruf Alif adalah satu-satunya huruf dalam hijaiyah yang tegak tanpa sudut dan garis lekukan lainnya, menandakan tegaknya Alif adalah suatu hal yang minor, dan bukan hal yang mudah dilakukan jika belum terbiasa. Keteguhan Alif menjadi awal mula penanda bagi manusia dalam mengawali segala hal. Bahwa teguh dalam pendirian, kuat dalam prinsip adalah tunas pertama memahami dan membuka rahasia kata kunci konsep kehidupan.

Baca juga:  Perjalanan Spiritual Imam Ghazali Menemukan Guru Tarekat

Mari menekuni sifat dan karakter huruf Alif. Pesan puisi indah itu sampai pada mata hati kita. Tanda artinya bahwa Maha Kuasa ingin kita meneladani karakter huruf Alif, berapapun usia kita, bagaimanapun kondisi kita.

Bahan bacaan:

Baharuddin Ahmad, Rangkaian Sastera Sufi, ISTAC-IIUM, 2008

Moh. Yamin, Asraru Ash-Shalah: Rahasia Hakekat Sembahyang

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top