Sebuah asumsi yang menyatakan bahwa Islam juga diibaratkan sebuah komponen negara serta agama, atau dikenal dengan al islam ad-din wa ad dawlah. Meski dalam konteks sejarah hingga memasuki perkembangan saat ini, Islam dipandang tidak hanya sebatas ajaran semata, namun juga merupakan ideologi meski pandangan tersebut kerap kali mangalami kontroversi bagi sebagian muslim.
Meski demikian, konsep ideologi di Indonesia dalam perjalanan sejarahnya. Jika berbicara tentang ideologi, maka erat kaitannya dengan unsur komitmen, keyakinan, keterlibatan, hingga tanggungjawab seseorang. Fungsi dari ideologi yaitu sebagai sistem penggerak dari unsur hubungan Islam dan politik dimana di dalamnya juga mencakup ideologi dari Islam poliyik yang juga erat dengan kekuasaan. Dapat dikategorikan sebagai Islam politik ketika gagasan dan pemikir diusung oleh gerakan-gerakan keagamaan.
Makna ideologi gerakan Islam sendiri terdapat beberapa definisi oleh tokoh-tokoh populer, David Asnow dan Robert D. Bnford misalnya, ia menyatakan bahwasanya ideologi dalam suatu ajaran tidak hanya sebatas gagasan maupun pemikiran, namun juga dipandang sebagai proses interaktif yang di dalamnya juga melibatkan orang-orang yang tergabung dalam suatu gerakan.
Ideologi gerakan politik Islam juga merupakan sebuah hasil dari iman dan pengalaman yang melahirkan falsafah agama, yang kemudian diinterpretasikan dan diimplementasikan dalam suatu wilayah atau negara. Dari hal tersebut yang nantinya akan menjelaskan begit beragamnya organisas Islam, gerakan, pendekatan ideologis, para pelaku, hingga metode yang digunakan dalam melakukan atau merespon suatu hal.
Dengan begitu dapat dilihat bagaimana perbedaan yang signifikan wajah Islam dari satu negeri ke negeri yang lain yang dibuktikan dengan keragaman, Demikian Islam hanya tidak hanya dipandang sebatas doktrin sebagai agama yang sifatnya universal serta kontekstual, namun juga mencakup sosial yang dipengaruhi oleh keadaan geografis, ruang serta waktu. Sebagaimana pendapat Alexis De Tocqueville yang memandang agama bisa memiliki peran sentral dalam proses demokratitasi, bahkan unsur agama dan politik tidak perlu dipisahkan.
Demikian tercermin melalui sejarah Islam bagaimana Islam politik memposisikan eksistensinya melalui partai politik Islam. Beberapa indicator yang perlu dipahami dalam memahami posisi Islam politik yakni dari soktrin Islam, symbol Islam, aktor, policy, dan lembaga Islam, dimana hal ini menggambarkan perjalanan pasang surut masa demokrasi terpimpin/orde baru.
Dalam konteks sejarahnya di Indonesia, sistem politik Islam mengalami pasang surut mulai Masa Orde Lama hingga Orde Baru. Pada Masa Orde Lama ditandai dengan adanya konsep nasionalisme yang dipromotori oleh Ir. Soekarno, dimana waktu itu juga gerakan politik Islam memiliki misi untuk membangun negara yang berideologi Islam.
Adanya gerakan demikian dengan memurnikan sistem kenegaraan Indonesia pada syariat Islam dilatarbelakangi oleh munculnya gerakan keagamaan, diantaranya Darul Islam, dengan ruang gerak meliputi di beberapa wilayah, yaitu Jawa Barat, Aceh, bahkan Sulawesi Selatan. Darul Islam dengan ambisinya mendirikan negara dengan sistem Islam dan memproklamasikan sitem Negara Islam Indonesia yang dinahkodai oleh Kartosuwirjo pada 7 Agustus 1949.
Bahkan di beberapa tempat lain seperti halnya Sulawesi Selatan pun demikian, pemberontakan dilakukan Kahar Muzakar di tahun 1952, serta hal serupa dengan Kartosuwirjo, bahwa Daud Beureuh berambisi mendirikan NII di Aceh. Meski demikian, gerakan ini melemah dan juga melemahkan perjuangan politik Islam itu sendiri ketika gerakan Islam lainnya yang terbilang mainstream yang diwakili Persis, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU) begitu menolak dan bertolakbelakang dengan adanya misi mendirikan negara Islam oleh Darul Islam.
Demikian juga mengalami perkembangan hingga Masa Orde Baru yang ditandai dengan keluarnya SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret). Dikarenakan sudah memasuki era politik baru, pada masa ini justru menciptakan apa yang disebut dengan pemikiran-pemikiran tandingan (coutres ideas), ditandai dengan penekanan ide-ide pragmatic. Pada masa ini, tatanan politik sudah mulai efektif dalam rangka meminimalisir gerakan ideologi politik Islam yang acap kali memiliki misi atau wacana Islam politik.
Memasuki pasca reformasi pun mengalami perkembangan yang ditandai dengan adanya istilah ideologi kiri dan kanan, dimana dapat dibedakan menjadi kiri-radikal serta kiri-moderat dan kanan-liberal serta kanan-konservatif, dimana diantara ke empat istilah tersebut memiliki perbedaan masing-masing.
Hingga era saat ini, ideologi gerakan keagamaan terus mengalami perkembangan yang ditandai dengan hadirnya banyak ormas Islam. Sebagian berpaham lebih mengarah pada ekstrem, dan sebagian mengarah pada sikap moderat (NU-MU). Dari kalangan ekstrem dewasa ini dapat kita temui seperti halnya Fron Pembela Islam (FPI), LDII, Hisbut Tahrir Indonesia (HTI), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Salafi-Wahabi, dan sejenisnya. Sedangkan dari kelompok moderat didominasi oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah (MU).