Angin mengembus kencang tapi matahari cerah di langit Coventry, Inggris, sore hari (27/10) ketika sekira ratusan orang memadati jalan lapang terbuka di sekitar City Centre, pusat kota. Beberapa anak dari berbagai warna kulit digendong di pundak orang dewasa demi menyaksikan dengan jelas dan seksama sosok boneka tinggi besar yang tengah menjadi pusat perhatian, dielu-elukan bak pahlawan.
Little Amal, boneka raksasa setinggi 3,5 meter, berdiri dengan begitu megah dihimpit kerumun orang dengan wajah yang berbinar-binar penuh ketakjuban.
“We love you, Amal!,” teriak mereka berkali-kali.
Rambut Little Amal tergerai dan menari-nari tiap kali angin menerpa seolah menyapa dengan gembira orang-orang yang menyambutnya dengan suka cita. Para pengunjung mengikuti ke mana saja langkah kaki Little Amal bergerak. Little Amal berjalan ke arah utara pusat kota, menuju Gereja Katedral Coventry di mana panggung kecil telah disiapkan, di sana ia disambut pesan hangat,
“Peace is the dream of a shared human soul that we build every day with forgiveness, kindness and hope”
Kedamaian adalah mimpi dari jiwa yang kita bagi bersama sebagai manusia, kita membangun kedamaian itu dengan hati yang selalu terbuka memaafkan, dengan kebaikan dan harapan.
Boneka raksasa Little Amal diciptakan untuk menggambarkan kisah seorang gadis kecil berusia sembilan tahun dari Suriah yang melakukan perjalanan 8000 kilometer demi mencari ibu dan keluarganya yang hilang usai tanah air yang porak poranda karena konflik dan perang.
Dioperasikan oleh tiga orang puppeteer, Little Amal menjejakkan kaki pertama kali di perbatasan Suriah-Turki pada 27 Juli, kemudian melintasi Yunani, Italia, Swiss, Jerman, Belgia, Perancis dan bakal berakhir di Manchester, Inggris pada November.
Mengunjungi 65 kota dan desa serta 100 upacara, Little Amal tak selalu disambut dengan hangat. Di Perancis, walikota Calais menyatakan keberatan atas kedatangan Little Amal. Di Yunani, Little Amal dilempari batu oleh kelompok ekstrem kanan anti-imigran yang menentang keras kehadirannya. Penolakan-penolakan itu justru menandai betapa pentingnya kisah Little Amal yang mewakili perjuangan berat para imigran yang harus terhempas dari tanah air, dan kesulitan menemukan ‘rumah lain’ di negeri-negeri lain.
Dilansir dari data UNHCR (Komisioner PBB untuk pengungsi), di penghujung 2020 paling tidak tercatat 82.4 juta orang terlantar di dunia akibat persekusi, konflik, kekerasan dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia. 35 juta di antaranya adalah anak-anak.
Krisis pengungsi akibat pertumpahan darah konflik, perang dan ethnic cleansing (penindasan melalui penghapusan paksa terhadap etnis tertentu secara sistematis) adalah isu penting sekaligus genting yang memerlukan kerja-kerja besar, terutama dari masyarakat Muslim global. Sebab Islam memberikan perhatian dan perlindungan besar terhadap kelompok mustaḍ’afīn (orang-orang yang tertindas atau teraniaya).
Islam mengenal prinsip maqāṣid syarī’ah yang berfokus pada lima kemaslahatan atau al-umūr al-khamsah atau al-kulliyāt al-khams yang banyak diartikan pula sebagai lima prinsip dasar kemanusiaan universal, yang meliputi: (1) kemaslahatan agama (ḥifẓ ad-dīn), (2) kemaslahatan jiwa (ḥifẓ an-nafs), (3) kemaslahatan akal (ḥifẓ al-’aql), (4) kemaslahatan keturunan (ḥifẓ an-nasl) dan (5) kemaslahatan harta (ḥifẓ al-māl).
Maka ketika melihat krisis pengungsian atau refugee crisis yang melanda dunia kita hari ini, masyarakat Muslim memiliki tanggung jawab besar untuk turut bahu membahu membuka pintu bagi para imigran, memberikan jalan, menyalakan harapan bagi mereka untuk menjalani kehidupannya dengan merdeka. Di samping juga kita punya kewajiban untuk terus menerus menyuarakan pesan penting perdamaian di tengah keragaman.
Semestinya tak perlu ada kisah pilu para imigran, terutama anak-anak, yang keceriaannya hempas, terenggut dan hilang lantaran kerasnya pertikaian dan pertempuran kekuasaan para kelompok yang berseteru, atau yang memang sengaja secara paksa menindas kelompok rentan di tempat mereka.
Semestinya tak perlu ada Little Amal yang menempuh ribuan kilometer perjalanan untuk mencari rumah, ibu, dan kehangatan keluarga yang hilang. Semestinya tak perlu ada Little Amal, anak-anak imigran, yang melintasi tepian-tepian kehilangan dan mengais-ais harapan hanya untuk mencari secuil kemerdekaan. Tetapi dunia bekerja dengan caranya yang kejam. Agama yang dititahkan untuk kedamaian dan cinta, harus bergerak menyambut Little Amal menemukan keteduhan sekaligus kehangatan yang dijanjikan.