
Al-Qur’an merupakan sumber dari segala sumber hukum Islam, di dalamnya selain memuat berbagai kisah yang dapat diambil ibrah (pelajaran) nya, termuat juga berbagai landasan dasar hukum dalam Islam yang menjadi pijakan utama seorang muslim dalam berkehidupan, bersosialisasi, berdagang, berkeluarga, dan bernegara. Tentu tidak semua aturan hukum di dalam Al-Qur’an bersifat pasti, dalam perjalanannya beberapa aturan pernah mengalami nasakh mansukh (reshuffle).
Terkadang ada pula ayat di dalam Al-Qur’an yang masih bersifat global (mujmal) dan diperlukan penjelasan secara rinci mengenai tujuan dan makna dari ayat tersebut melalui asbabun nuzul serta aktualisasi yang dipaparkan oleh para ulama tafsir agar tidak terjadi multi tafsir di kalangan umat. Hal tersebut berguna untuk menjaga orisinalitas isi dari Al-Qur’an serta untuk menjaga kekuatan hujjah yang terkandung di dalamnya.[1] Para ulama pun membuat kesepakatan mengenai makna dalam ayat-ayat Al – Qur’an yang sifatnya berbentuk umum (amm).
Dalam kitab Irsyad Ad Darisiin yang ditulis oleh Dr. KH. M. Afifudin Dimyathi Lc, Ma, telah dipaparkan secara ringkas mengenai beberapa ayat di dalam Al-Qur’an yang penafsiran maknanya disepakati oleh para mufassir (ulama’ ahli al-Qur’an dan Tafsir). Adapun tema yang kami angkat kali ini adalah berkaitan dengan ibadah haji dan hari Tasyrik/hari Mina dalam QS. Al-Baqarah: 203. Pada ayat tersebut Allah Subhana Wa Ta’alaa berfirman :
وَذْكُرُاْ أللهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ ….
Artinya : “Ingatlah kamu kepada Allah (berdzikir) di dalam hari yang telah ditentukan jumlahnya.…” [2]
Imam Mawardi dalam kitab Mashadir Sabiq, Juz 1, halaman 263 menuturkan bahwa maksud dari hari yang ditentukan jumlahnya adalah hari Mina sebagaimana yang disepakati oleh keseluruhan para Mufassirin.
Adapun Al-Imam Al-Kiya Al-Harrasi juga mengatakan, “Dan tidak ada perselisihan diantara ahli ilmu bahwasannya hari Mina adalah tiga hari setelah hari raya kurban”.[3] Kemudian berkata Imam Ar-Razzi, “Telah bersepakat para Aimmah bahwasannya hukum yang ditetapkan pada ayat ini adalah hari Mina atau hari tasyrik, maka telah kita ketahui bersama bahwasannya hari yang ditentukan jumlahnya adalah hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah)”.
Imam Qurthubi memberikan tambahan keterangan, bahwa hari yang telah ditentukan jumlahnya memiliki tiga makna. Pertama, hari mina, kedua hari tasyrik, dan ketiga adalah hari melempar jumrah. Maka di tiga hari ini para hujjaj (jama’ah haji) melakukan lempar jumrah pasca hari raya Idul Adha. Kemudian Kiai Afifuddin yang kerap disapa dengan Gus Awis memberikan khulasah al-kalam (keringkasan penjelasan), “Menengok dari apa yang telah dijelaskan tadi, terdapat kesepakatan yang telah ditentukan (oleh para Mufassir) mengenai hari yang telah ditentukan jumlahnya”.
Kemudian terdapat kesepakatan diantara para Mufassir bahwa perintah yang ditujukan dalam ayat ini ialah orang yang sedang menunaikan ibadah haji. Imam Ibnu Arabi mengatakan, “Tidak ada perbedaan pendapat (di kalangan Mufassirin) bahwasannya golongan yang dimaksud dalam ayat ini ialah golongan yang menunaikan ibadah haji dan dianjurkan baginya untuk membaca takbir ketika melempar jumrah”.[4]
Selain menganjurkan kepada jama’ah haji untuk membaca takbir ketika melempar jumrah, Imam Qurthubi pun menegaskan orang yang dimaksud di sini ialah orang yang berhaji dan bagi mereka yang diberi keluasan rizki untuk menyembelih hewan kurban serta bagi mereka (yang tidak haji) dianjurkan untuk membaca takbir di hari-hari tasyrik sesudah pelaksanaan shalat maktubah.
Baik itu dalam shalat yang dilakukan secara sendiri maupun shalat yang dilakukan secara berjama’ah sebagaimana yang ditetapkan oleh para fuqoha’ dan dicontohkan oleh kalangan masyhur dari kalangan sahabat serta tabi’in. Keringkasannya, tidak ada perselisihan pendapat diantara para ulama’ bagi mereka yang tidak melaksanakan haji untuk membaca takbir di hari tasyrik tersebut. Wallahu a’lam.
[1] KH. M. Afifuddin Dimyathi, “Ilmu Tafsir : Ushuluhu wa Manahijuhu”, (Cairo : Dar Al – Shalih, 2020), halaman 51.
[2] Al – Qur’an, Terjemahan NU Online, (Diakses pada hari Ahad, 01 Juni 2025, Jam 01. 05 WIB).
[3] KH. M. Afifuddin Dimyathi, “Irsyad Ad Daarisiin ilaa Ijma’ Mufassirin”, (Cairo : Dar Al – Shalih, 2019), halaman 33.
[4] Ibid, halaman 34.