Dalam sejumlah literatur disebutkan bahwa Islam masuk ke Spanyol (Andalusia) pada abad ke-8 M di mana tampuk kekuasan Islam saat itu sedang dalam masa pemerintahan Daulah Umawiyah. Islam di Spanyol terus berkembang hingga di akhir abad ke-15 M melemah yang ditandai dengan runtuhnya Granada pada tahun 1492.
Terlepas dari sejarah kegemilangan Islam Andalusia Spanyol hingga masa keruntuhannya, Islam di Spanyol memiliki kontribusi besar dalam bidang keilmuan. Sederet sarjana-sarjana besar dalam berbagai lintas disiplin ilmu terlahir dari negeri ini.
Sebut saja Abu Ishaq As-Syathibi, sarjana usul fikih sekaligus bapak Maqashid Syariah yang namanya dalam bidang ini disejajarkan seperti Aristoteles dalam ilmu logika.
Dua filsuf besar yang namanya harum semerbak tidak hanya di kalangan umat Islam: Ibnu Rushd dan Ibnu Bajah. Ibnu Hazm Al-Andalusi, sarjana besar bidang fikih pelanjut Mazhab Dhahiri yang juga terkenal memiliki kepiawaian di bidang sastra. Di bidang tafsir ada Abu Abdillah Al-Qurthubi dengan kitabnya yang sangat terkenal tafsir Al-Qurthubi.
Ada ulama bidang bahasa yang sangat masyhur di Indonesia, siapa lagi kalau bukan Ibnu Malik, penggubah seribu bait nazam (alfiyyah). Hingga yang paling fenomenal, sang ‘wali pamungkas’: Muhyiddin Ibnu ‘Arabi.
Seorang sufi sekaligus filsuf yang puja-puji (sekaligus kritik dan cacian) kepadanya terus berdatangan karena karya-karyanya hingga kini masih menjadi kajian dan pembicaraan banyak orang.
Keagungan sarjana Islam asal Spanyol ini menempatkan sejarah Islam di Spanyol secara istimewa.
Ali Muntashar Al-Kattani dalam ‘Inbi’ats al-Islam fi Andalus (Sejarah Muncul dan Berkembangnya Islam di Andalusia) menyebut bahwa membincang sejarah Islam Spanyol ibarat (menemukan) surga yang hilang. Sebab memiliki banyak ruang kajian dan perenungan yang tidak dimiliki dalam sejarah Islam di daerah manapun.
Sekilas Sejarah Penggunaan Arab “Pegon” ala Spanyol
Jika Islam Nusantara memiliki tradisi Arab Pegon, Islam Tiongkok memiliki Xiaoerjin, maka Islam Spanyol juga meninggalkan warisan yang serupa bernama Al-Khamyadiyyah (Alhamiado atau Aljamiado). Apa itu Aljamiado?
Aljamiado adalah aksara Arab yang digunakan untuk menulis bahasa Spanyol. Angel Gonzales Palencia dalam Historia de la literature Arabigo-Espanola mengatakan bahwa aksara Khamyadiyah adalah salah satu bentuk peninggalan bersejarah yang sekaligus kontribusi besar umat Islam Andalusia.
Konon, al-Khamyadiyyah ini merupakan derivasi dari kata “al-Khama” (Al-Jama, Spanyol) yang diserap dari bahasa Arab “al-Jamaah” yang juga bermakna sebuah tempat yang berlindung bagi kaum muslim.
Dalam sebuah tulisan berjudul “al-Khamayadou” seperti dilansir dalam website al-marefa.org diungkapkan:
Setelah jatuhnya kerajaan Muslim terakhir di semenanjung Iberia, Morisco (Muslim Andalusia di Granada dan bagian lain dari apa yang disebut orang Arab Andalusia) dipaksa untuk pindah agama menjadi Kristen atau meninggalkan semenanjung Iberia. Mereka dipaksa untuk mempraktikkan tradisi dan kebiasaan Kristen dan menghadiri kebaktian gereja pada hari Minggu. Namun, beberapa orang Morisco merahasiakan kepercayaan dan tradisi mereka melalui penggunaan aksara Alhamiado.
Lebih lanjut dijelaskan:
Pada tahun 1567, Raja Philip II dari Spanyol mengeluarkan perintah kerajaan di Spanyol yang memaksa Morisco untuk meninggalkan penggunaan bahasa Arab di semua kesempatan, dalam situasi formal dan informal, baik dalam ujaran maupun tulisan. Penggunaan bahasa Arab dalam keadaan apa pun dianggap sebagai kejahatan. Dia memberi kaum Muslim tiga tahun untuk belajar bahasa Spanyol, dan kemudian semua materi yang ditulis dalam bahasa Arab dibuang. Orang-orang Morisco kemudian menerjemahkan buku-buku keislaman dan Hadits Nabi ke dalam aksara Alhamiado Spanyol sambil mempertahankan ayat-ayat Alquran dalam bahasa Arab.
Hal ini juga dijelaskan oleh Angel Gonzales Palencia, bahwa penggunaan aksara Alhamiado ini merupakan bentuk kekhawatiran orang-orang Morisco di bawah tekanan penguasa Spanyol.
Oleh karena itu, keberlangsungan aksara ini juga tidak bertahan lama dan tidak semarak. Secara perlahan tradisi dan bahkan naskah-naskah yang telah ditulis ini lenyap dan “terkubur”. Meski demikian, warisan peninggalan karya-karya umat Islam Morisco dalam aksara Alhamiado ini beberapa diantaranya masih tersisa. Salah satunya adalah naskah yang ditulis oleh Isa bin Jabir (Ica de Gebir) berjudul “بربيريه سني” (brevario sunni) alias mukhtashar fis-sunnah. Sebuah kitab berupa ringkasan tentang akhlak dan syariat. Naskah kitab ini beredar luas di kalangan umat Islam Morisco. Nama lengkap kitab ini berjudul :Dari penjelasan ini dapat kita pahami bahwa awal munculnya penggunaan aksara ini karena tekanan politik dari pemerintah Spanyol. Sebuah ide kreatif dari masyarakat muslim Morisco untuk mempertahankan diri sekaligus agamanya.
إٍلَلْكتب شِجُبْيَن، بْرِبْيَرْي سُنِّي، مُمِرْيَلْ دِلُشْ بْرِنْشِبَلِشْ مَنْدَمْييْتُشْ إِدِيدَمْينْتُشْ دِنْوِشْتْرَشَنْتَ لِي إِسُنْ
El quitab segobiano. Brebiaro sunni. Memorial de los principals mandamientos y debedamientos de nuestra santa ley y sunna.
Kitab al-Syaqubi: Sebuah ringkasan sunni yang menjelaskan tentang kewajiban-kewajiban dalam Islam dan sunnahnya (Angel Gonzales Palencia: 568).
Maaf salah ketik. Harusnya Andalusia. Terima kasih atas koreksinya.
Salam, maaf pada paragraf ke 5 “[Di Indonesia, ada ulama di bidang bahasa yang sangat masyhur, siapa lagi kalau bukan Ibnu Malik, penggubah seribu bait nazam (alfiyyah). Hingga yang paling fenomenal, sang ‘wali pamungkas’: Muhyiddin Ibnu ‘Arabi.]”
“Indonesia” apakah yg dimaksud adalah “Andalusia?” trimakasih