Sedang Membaca
Pemetik Puisi (20) Bersama Itu Berhikmah
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Pemetik Puisi (20) Bersama Itu Berhikmah

Raedu Basha

Biografi keluarga bersumber di rumah, masjid, sawah, kebun, dan sekian tempat. Di situ, keluarga memiliki peristiwa dan pesan-pesan diawetkan dalam laju waktu. Ingatan menjadikan nostalgia terbuka kapan saja. Rumah mungkin ramai ingatan atas ibu, bapak, kakek, nenek, dan lain-lain. Di sekian tempat, ingatan-ingatan tetap terjalin dalam mengetahui nasib. Hikmah-hikmah diperoleh dari kehadiran bersama di tempat-tempat mungkin bertahan puluhan tahun atau berubah. Rumah pun bisa terjual, berganti bentuk-rupa. Nostalgia masih memungkian mengetahui edisi dahulu.

Pembaca puisi di Jawa Pos, 2 Mei 2021, diajak mampir ke nostalgia ditulis Raedu Basha. Puisi terbaca bersuasana Ramadan dengan judul “Di Teras Masjid Sothok.” Masjid, tempat untuk ibadah. Masjid, tempat peristiwa dan percakapan berhikmah bagi keluarga (bapak-anak). Di Indonesia, masjid-masjid biasa diramaikan oleh kaum lelaki dalam salat 5 waktu, pengajian, rapat, dan lain-lain. Di masjid, kaum lelaki kadang menikmati kebersamaan tanpa tergesa pulang. Obrolan-obrolan berlangsung di masjid beragam tema. Suasana itu dikangeni, sebelum masjid-masjid berubah akibat pembangunan atau pemasangan benda-benda dimaksudkan menjadikan masjid makin apik. Sekian orang mungkin rikuh selama bersama dan bercakap bila mengetahui di teras terpasang sekian kamera pemantau. Suasana memang lekas berubah.

Kita menemukan masjid masih sederhana dalam puisi gubahan Raedu Basha. Kita menikmati nostalgia bapak-anak melalui pengisahan si anak: tetap duduk denganmu di masjid ini/ berdua kaki bersila, badan membungkuk/ menghadap utara// menyaksikan sawah di depan hidung/ menyaksikan akhirat di dalam relung. Peristiwa di teras dalam ketenangan dan kehangatan biografi-keluarga. Kebiasaan bapak dan anak menunaikan salat wajib di masjid memilki babak-babak bersama saat berjalan dan beribadah. Percakapan-percakapan kecil selama bersama mungkin mengesankan ketimbang beralamat di rumah. Kebersamaan makin mengesankan: kudengar abjad jatuh dari remahan zaman/ dari perasaan seribu lantun dalail dan ajian// kau lafalkan dengan rasa dingin/ udara bertiup, huruf kuhirup.

Kebiasaan bapak mengajak si anak (saat kecil dan remaja) sering ke masjid mengartikan cara mendidik dan menguatkan keimanan. Kebiasaan selama sekian tahun memiliki arahan-arahan menjadikan bapak dan anak memiliki keinsafan atas tanggung jawab berdasarkan sikap hidup. Di percakapan, pemberian pesan atau petuah terasa lumrah. Kita simak perkataan: “sulungku, jangan pernah pergi/ kecuali untuk mewujudkan mimpi/ aku wariskan kepadamu sujud-sujudku, juga sebuah badai.” Petuah biasa saja. Kita menemukan kemendalaman melalui paduan “sujud” dan “badai”. Sujud itu bentuk kepasarahan dan pengharapan kepada Tuhan melalui ibadah. “Badai” mungkin mengarah ke pemberian kekuatan besar dan sokongan keberanian. Si anak dipesankan bila menuruti kepergian dengan keimanan dan keberanian.

Baca juga:  Konsep Fikih Menjaga Lingkungan (3): Khazanah Fikih tentang Daerah Aliran Sungai

Kejadian di masjid. Si anak memberi bobot berlebih saat mengerti masjid adalah tempat suci. Tempat bagi orang-orang beribadah, berdoa, dan mengartikan kehambaan. Kebersamaan dalam jalinan iman. Mereka berdoa ingin Tuhan mengabulkan kebaikan-kebaikan meski berpisah, tak bakal lagi setiap hari pergi menuju masjid, menikmati kehadiran di teras masjid. Waktu telah tiba. Waktu telah berlalu. Masjid itu pusat biografis. Di akhir, kita mengerti: kebersamaan kita ingatan/ kehidupan kita melukis bayang/ kuas meliuk menarikannya/ seribu warna memori/ pada kanvas angan-angan. Raedu Basha tergoda dengan cara-ucap puisi lawasan. Larik-larik itu kurang memberi sentuhan, berperan mengabarkan saja kesilaman. Puisi nostalgia memang biasa berdiksi klise dan mengulang demi sampai ke alamat terjauh. Dulu terlalu dipuitiskan berakibat pembaca justru terbebani makna tumpang-tindih. Kita mengerti saja bahwa teras masjid adalah ingatan dan pesan-pesan bijak. Begitu.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top