Sedang Membaca
Mistik Islam Kejawen dalam Serat Pamoring Kawula-Gusti
Rohmatul Izad
Penulis Kolom

Dosen Filsafat IAIN Ponorogo. Alumni Akidah dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga dan Pendidikan Pascasarjana di Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Ketua Pusat Studi Islam dan Ilmu-Ilmu Sosial Pesantren Baitul Hikmah Krapyak Yogyakarta.

Mistik Islam Kejawen dalam Serat Pamoring Kawula-Gusti

Petani Sikep Pahlawanku

Risalah Pamoring Kawula-Gusti merupakan satu bagian dari keempat bagian yang terdapat dalam kitab Suluk Supanalaya. Kitab suluk ini merupakan kumpulan dari empat risalah bersekar macapat (bentuk puisi Jawa tradisional). Karya suluk ini merupakan karya tulis Ranggawarsita yang diterbitkan oleh Wiryapanitra pada tahun 1938. Wiryapanitra, seorang peneliti karya-karya Ranggawarsita, telah memberikan syarah atau uraian singkat tentang ajaran-ajaran yang terdapat dalam Risalah Pamoring Kawula Gusti, sehingga kitab ini menjadi lebih tebal berjumlah 49 halaman.

Menurut pembacaan Simuh yang tertuang dalam bukunya Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, inti dari ajaran sufisme Jawa yang tertuang dalam Serat Pamoring Kawula-Gusti berisi tentang pencapain kesatuan manusia dengan Tuhan. Konsep kesatuan manusia dengan Tuhan ditamsilkan sebagai perpaduan cangkok dengan isinya, sebagai satu mungging rimbangan, dan laksana curiga manjing warangka. Artinya, antara manusia dengan Tuhan telah mencapai dwi-tunggal, tidak dapat diceraikan satu dengan lainnya.

Dalam Serat Pamoring Kawula-Gusti juga diutarakan tentang ajaran sufisme yang mengatakan bahwa manusia tersusun atas tujuh unsur, di antaranya; badan, akal, nafsu, roh, sir, nur, hayu. Diajarkan juga bagaimana laku pertapaan memiliki hubungan dengan ketujuh unsur tersebut. Melalui tujuh taraf tapa inilah manusia dapat mencapai penghayatan pamoring kawula-Gusti. Tujuh pokok unsur yang terdapat dalam diri manusia ini boleh dibilang sebagai pandangan Ranggawarsita dalam mengungkapkan dasar-dasar ajaran Islam ke dalam bahasa dan gaya hidup orang-orang Jawa, terutama ajaran mistik Islam.

Baca juga:  Relasi Islam dengan Kebudayaan

Jadi tidak berlebihan bila dikatakan bahwa ajaran di atas merupakan representasi dari mistik Islam kejawen, yakni ajaran mistik Islam yang diungkapkan dalam bahasa dan gaya hidup orang-orang Jawa. Bahwa hidup di dunia ini bukanlah merupakan sebuah tujuan, tetapi justru suatu perjalanan ruhani untuk menuju kehidupan yang lebih sempurna di alam baka atau menuju kesatuan kembali dengan Tuhan (manunggaling kawula-Gusti).

Boleh dibilang bahwa Serat Pamoring Kawula-Gusti merupakan perwujudan dari puncak kebudayaan Jawa-Islam. Meski begitu, khazanah kepustakaan Islam kejawen seperti ini kurang mendapat tempat di hati masyarakat Islam atau pemerhati kitab-kitab keislaman di Nusantara. Sebab, kepustakaan ini lebih banyak menonjolkan aspek mistik-sufistik ketimbang syariat, bahkan sangat miskin pengungkapan aspek-aspek syariatnya. Karenanya, kurangnya aspek ajaran syariat yang terkandung dalam kepustakaan tersebut membuat ajaran mistik Islam kejawen mudah berbaur dan identic dengan ilmu klenik, ilmu othak-athik, atau ilmu kerata basa.

Meski begitu, Serat Pamoring Kawula-Gusti tetap menjadi kitab pamungkas dalam kepustakaan Islam kejawen lantaran ia merupakan perwujudan dari sinkretisme atau pencocokan antara kebatinan Jawa dan unsur-unsur kebatinan Islam. Dengan begitu, Islam dapat mudah diterima oleh orang-orang Jawa sekaligus memperkaya perbendaharaan ilmu mistik, baik pada tataran keilmuan maupun penghayatan batin. Hal ini sangat wajar dipahami lantaran orang-orang Jawa dulu sangat menggemari olah batin dan ternyata ditemukan juga dalam ajaran Islam.

Baca juga:  Menyimpan Kata Kafir, Kunci Perdamaian di Pantura Subang

Bahkan, dengan mengolah unsur-unsur ajaran kebatinan Islam atau tasawuf beserta ajaran-ajaran kejiwaan dan tuntunan-tuntunan budi pekerti yang luhur dan kaya raya dari sumber kitab-kitab tasawuf, kebudayaan Jawa mengalami perkembangan yang paling gemilang selama kebangkitannya. Sejak masa Kartasura (kasultanan Mataram Islam), konsep manunggaling kawula-Gusti merupakan salinan dari istilah “Abd dan Rabb” dalam Islam, dan konsep Kawula-Gusti, inilah inti ilmu kejawen.

Dengan demikian, inti dari ajaran Islam yang menubuh dengan kebudayaan dan spiritualitas Jawa adalah sebentuk olah batin yang bermuara pada pandangan ketuhanan yang utuh. Pandangan ketuhanan ini sudah menjadi satu kesatuan antara konsepsi dan persepsi, antara dimensi pengetahuan dan pengalaman spiritual secara langsung. Sehingga tidak sulit bagi orang-orang Jawa yang intens menyelami wilayah kebatinan untuk menjelaskan persoalan ketuhanan yang juga searah dengan inti dari ajaran Islam.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top