Sedang Membaca
Dibutuhkan Lembaga Pendidikan Al-Qur’an Berjenjang
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Dibutuhkan Lembaga Pendidikan Al-Qur’an Berjenjang

Img 20221209 Wa0016

Kepala Subdirektorat Pendidikan Alquran pada Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Dr. Mahrus, M,Ag. mengatakan, saat ini di Indonesia terdapat 187.532 lembaga pendidikan Al-Qur’an tingkat anak-anak. Lembaga-lembaga itu lahir, tumbuh, dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Merujuk data yang dimiliki Kemenag RI, via http://sipdarlpq.kemenag.go.id   TPQ di Indonesia sebanyak 52.798, TKQ sebanyak 3481, PAUDQU sebanyak 1075, dan Rumah Tahfid Al-Qur’an tercatat baru 540 lembaga. Selain itu, terdapat lembaga-lembaga nonformal lain, seperti TQA, Tarbiyatul Quran lil Awlad. Data ini jauh lebih besar daripada lembaga pendidikan pesantren yang “hanya” 38.000-an lembaga.

Menurut Direktur PD Pontren, Prof. Dr. Waryono Abdul Ghafur, M.Ag., data tersebut menunjukkan beberapa hal.

Pertama, ada jumlah yang sangat besar pada usia anak-anak yang diperkenalkan terhadap pendidikan Al-Qur’an yaitu sebanyak sebanyak 2.552.513, yang tersebar di TPQ, TKQ, PAUDQU, Rumah Tahfidz Alquran, dll di seluruh Indonesia.

Kedua, para orang tua saat ini memiliki animo dan komitmen sangat besar terhadap pembelajaran Alquran.

Menurut Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut, ada data lain yang tak kalah menariknya. Indonesia melahirkan ratusan metode membaca Al-Qur’an. Saat ini berdasarkan satu penelitian, ada sekitar 250 metode baca Al-Qur’an.

Sementara itu, pada tahun 2022 ini Kemenag membukukan dan mengeinventarisasi 94 metode dalam bentuk ensiklopedia.

Baca juga:  Penjelasan Mengapa Alquran Diturunkan dalam Bahasa Arab

“Mungkin Indonesia merupakan negara dengan lembaga pendidikan Al-Qur’an terbanyak di dunia, negara dengan metode baca Al-Qur’an terbanyak di dunia. Sebuah inovasi dan distingsi yang luar biasa,” katanya dalam “Halaqah Penguatan Jejaring Media dan Layanan bagi Penyelenggara Pendidikan Al-Qur’an” yang diselenggarakan Subdirektorat Pendidikan Al-Qur’an, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kemenag RI, di Hotel Permata Bogor.

Namun, dari sekian banyak lembaga pendidikan Al-Qur’an dan dari sekian banyak jumlah santri, terdapat sebuah refleksi penting, kenapa Indonesia tidak banyak melahirkan mufasir?

Waryono merespon dengan beberapa kemungkinan. Kemungkinan besar ada yang kurang tepat dalam pengelolaan potensi besar tersebut. Seandainya dikelola dengan baik, dari dua juta santri dalam satu angkatan, lalu dibimbing, dididik dengan kurikulum yang terencana, dimungkinkan akan melahirkan beberapa mufasir. Hal itu sudah menjadi berkah.

Menurut pandangannya, hal itu terjadi karena tak ada pendidikan berjenjang khusus Al-Qur’an. Ia mencontohkan, setelah TPQ, TKQ, dan sejenisnya, tak ada satu pun lembaga yang menjadi penghubung ke tingkat selanjutnya.

Hal itu berbeda dengan lembaga pendidikan, setelah MI/SD di tingkat dasar kemudian MTs/SMP di tingkat sekolah Menengah pertama, dan MA/SMA di tingkat menengah atas.

Setelah ada tiga jenjang kekosongan tersebut, tiba-tiba di perguruan tinggi muncul program studi ilmu Al-Qur’an dan tafsir pada sarjana (S1), pun dengan magister (S2) dan doktoral (S3). Sekurangnya, dapat dilihat pada kurikulumnya.

Baca juga:  Kisah Hikmah Luqmanul Hakim dalam Al-Qur'an dan Tips Sukses Dunia Akhirat

Diharapkan, dengan adanya rencana regulasi penjenjangan itu berpotensi memfasilitasi lahirnya seorang mufasir di Indonesia dari rahim pendidikan Al-Qur’an.

“Kami sedang mengupayakan regulasi penjenjangan pendidikan Al-Qur’an secara formal untuk ula (tingkat SD), wustho (SMP) dan ulya (SMA). Ini juga sekaligus sebagai input untuk perguruan tinggi prodi Ilmu Alquran dan Tafsìr. Perguruan tinggi semacam IIQ dan PTIQ, atau UNSIQ misalnya, konon belum mendapat input atau suplai calon mahasiswa yang terjenjang pendidikan Al-Qur’an dari bawah,” katanya.

Jika tahun depan regulasinya sudah ditetapkan, maka pilot project penjenjangan Al-Qur’an dapat dimulai pada tahun 2024 dengan mendirikan pendidikan Al-Qur’an.

Narasumber yang hadir pada halakah ini di antaranya Alissa Wahid (Direktur Gusdurian Network) dan praktisi media. Adapun peserta selain dari staf direktorat, juga dari berbagai media yang ada di pendidikan pesantren, perguruan tinggi Al-Qur’an, serta media publik lainnya.

Rekomendasi kegiatan ini antara lain perlunya berjejaring lebih intensif terkait pendidikan Al-Qur’an dan pengembangan berita-berita berbasis Al-Qur’an yang dapat mengokohkan kesatuan warga bangsa dan negara republik Indonesia. (*)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top