![Toko Kitab S.H Alaydrus. Sumber foto: penulis.](https://alif.id/wp-content/uploads/2025/02/Toko-Kitab.jpg)
Komunitas imigran asal Hadramaut (kemudian disebut Hadrami) telah mendarat dan berkoloni di Indonesia pada abad 10 Masehi. Kedatangan mereka kemudian berangsur bertambah secara signifikan. Komunitas Hadrami telah menetap di beberapa kota pelabuhan penting di Indonesia, seperti Surabaya, Batavia, Gresik, dan Palembang.
Kelompok imigran Hadrami datang ke Indonesia dengan motivasi melakukan perdagangan. Kehidupan yang lebih baik di Indonesia membuat mereka tidak kembali ke tanah asalnya. Sebagian besar mereka bahkan ada yang menetap dan menikah dengan penduduk lokal sehingga menghasilkan banyak keturunan. Keturunan mereka kemudian banyak berkembang di segala bidang, baik dalam dakwah, industri, olahraga ataupun pengusaha.
Orang Hadrami di Batavia
Menurut penelitian Van den Berg, masyarakat Arab sudah lama hadir dan bermukim di Nusantara, sejak abad ke-17. Sementara orang Hadramaut secara massal datang ke Timur Jauh, yakni ke Nusantara pada tahun terakhir abad ke-18, mereka mulai banyak menetap di pulau Jawa setelah tahun 1859. Kedatangan masyarakat Arab dari Hadramaut terjadi sejak pembukaan Terusan Suez pada 1869.
Pada awal abad ke-19 tercatat sekitar 400 orang Arab tinggal di Batavia. Pada tahun 1870 jumlah mereka berlipat ganda tiga kali lipat, yakni mencapai 1.448 orang (Yusuf, 2016). Sebagian besar mereka sampai akhir abad ke-19 bertempat tinggal di daerah Pekojan, Jakarta Barat. Oleh karenanya, masyarakat Batavia sering menyebut kampung Pekojan sebagai “Kampung Arab”. Menurut Van den Berg, imigran Hadrami telah berkumpul di Pekojan dan membentuk koloni besar di Batavia. Selain itu, menurut Berg, koloni Arab di Batavia merupakan salah satu dari enam koloni Hadrami yang terbesar di Jawa.
Bagian terbesar dalam komunitas Arab Hadrami di Batavia sampai pertengahan abad ke-19 adalah kelompok Sayyid atau disebut juga Alawiyyin yang mempresentasikan diri sebagai keturunan Nabi Saw (ahlul bait) (Athoillah, 2018). Sejak tahun 1844, koloni Hadrami di Batavia telah memiliki Kapitan Arab, yakni seorang individu yang ditunjuk pemerintah kolonial untuk bertanggung jawab atas urusan masyarakat asing.
Kapitan Arab pertama, di Batavia adalah Syekh Muhammad Hasan Babeheir yang kemudian diteruskan oleh Sayyid Muhammad bin Abu Bakar Al-Aidid. Sampai akhir abad ke-19, secara bertahap pusat pemerintahan di bawah Gubernur Jenderal Daendles mulai dipindahkan. Hal ini tentu berdampak pula pada komunitas Arab di Pekojan. Komunitas Arab di Pekojan akibat perpindahan tersebut, banyak yang kemudian pindah atau menyebar ke berbagai daerah.
Diantara mereka tersebar di beberapa lokasi. Di Jakarta Timur, misalnya, orang-orang Arab terkonsentrasi di kawasan Kampung Melayu dan Condet. Di Jakarta Barat, terkonsentrasi di kawasan Krukut dan Rawa Belong, yang semula di Tanah Abang dan Petamburan. Di Jakarta Selatan ada di Pancoran, Pasar Minggu, dan Jagakarta. Di Jakarta Pusat ada di Kwitang, sedangkan di Jakarta Utara ada di Luar Batang (Hidayat, 2017).
Toko Kitab Alaydrus dan Saudagar Hadrami
Masyarakat Arab di Nusantara, dikenal sebagai sosok pedagang dan pekerja keras. Dapat dikatakan bahwa komunitas ini merupakan salah satu pesaing kuat komunitas Tionghoa dalam menguasai pasar. Meski pada akhirnya banyak dari komunitas mereka yang kita kenal sebagai penyebar Islam di Nusantara. Namun, tidak semua orang Hadrami adalah ulama.
Seperti yang dicatat oleh Susan Blackburn, ketika komunitas Hadrami pindah dari Pekojan, salah satu keluarga Sayyid yang ikut pindah ke Tanah Abang adalah keluarga Sayyid Abdullah Bin Alwi al-Athas elit Hadrami di Batavia yang merupakan pengusaha atau pedagang properti terbesar. Sayyid Abdullah al-Athas juga dikenal sebagai penyokong berdirinya organisasi Islam, seperti Al-Irsyad dan Rabithah Alawiyah (Karyadi, 2024).
Di Batavia, pada umumnya usaha atau pekerjaan mereka (kaum Hadrami) adalah berdagang. Pada awalnya mereka berdagang kecil-kecilan. Barang dagangannya pun berkaitan dengan keagamaan, sebagaimana yang terdapat di toko S.H Alaydrus (toko Sayyid Husein Alaydrus). Tokoh S.H Alaydrus ini adalah toko yang berjualan kitab-kitab keislaman, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik, Kitab Sifat 20 Habib Usman bin Yahya, Matan Arbain An-Nawawi, tafsir Qur’an, fiqh, dan akidah.
Toko kitab S.H Alaydrus ini merupakan toko kitab terbesar dan populer di Tanah Abang, Jakarta. Berdiri sejak tahun 1950 dan sudah berjalan masuk ke generasi ketiga. Tokoh S.H Alaydrus ini merupakan distributor besar kitab-kitab keislaman untuk pesantren ataupun eceran buku-buku. Saat ini, toko S.H Alaydrus memiliki tiga cabang, yakni; di Bogor, Purwakarta, dan Surabaya.
Selain toko S.H Alaydrus, terdapat juga toko yang diprakarsai oleh orang Hadrami adalah toko kitab Dar al-Kutub al-Islamiyyah, Kalibata Jakarta Selatan. Toko ini berdiri sejak tahun 1985, yang diprakarsai oleh Habib Ahmad Alaydrus yang kemudian diteruskan oleh anaknya Habib Syech bin Ahmad Alaydrus. Toko kitab ini merupakan toko penerbit yang bertaraf internasional yang memiliki visi: 1). Memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan Islam dan menerbitkan buku-buku Islam yang berkualitas. 2). Menerbitkan kembali kitab klasik Islam untuk mempermudah peneliti atau pelajar (Muhammad, 2023). Sama seperti toko S.H Alaydrus, toko Dar al-Kutub juga menjual kitab-kitab keislaman klasik, khususnya kitab berbahasa Arab dan kitab kuning.
Kedua toko kitab ini menjual kitab-kitab keislaman yang tidak bertentangan dengan syariat Islam dan akidah ahlus sunnah waljama’ah. Sebab semua kitab-kitab yang dijual adalah kitab yang biasa dipakai di pesantren atau di majelis taklim. Selain itu, hadirnya toko ini bukan saja berlandaskan keuntungan semata, melainkan ada etika Islam di baliknya, yakni keberkahan usaha sebagai upaya pengembangan dakwah Islam melalui literasi.
Bahan bacaan:
Yusuf, A. (2016). Dinamika Ekonomi Masyarakat Arab Batavia Tahun 1900-1945. Al-Turas UIN Jakarta.
Athoillah, A. (2018). Pembentukan Identitas Sosial Komunitas Hadrami di Batavia Abad XVIII-XX. Lembaran Sejarah.
Hidayat, R. (2017, Januari 18). Dari Pekojan ke Condet: Orang Hadrami di Jakarta. Diambil kembali dari tirto.id.
Karyadi, F. (2024, Februari 21). Jejak Ulama Hadrami di Tanah Betawi. Diambil kembali dari dreamsea.co.
Muhammad, H. (2023). Etika Bisnis Sayyid Hadrami Di Daerah khusus Jakarta. Jurnal Alamiah Institut Agama Islam Sahid Bogor.