Nonton film India berujung baca kitab. Maunya cari hiburan, akhirnya mikir serius. Itulah kira-kira kejadian yang baru-baru ini saya alami. Film yang ditonton judulnya ‘Marakkar: Lion of the Arabian Sea’ (2021), sedang kitab yang dibaca adalah karangan Syekh Zainuddin Al Malibari.
Film yang saya maksud ini bercerita tentang tokoh perjuangan melawan Portugis di wilayah Pesisir Malabar, India, yang kini masuk ke negara bagian Kerala. Film ini bukanlah golongan film Bollywood, melainkan Mallywood. Bollywood merujuk ke film-film berbahasa Hindi yang pusat produksinya adalah Mumbai atau disebut juga Bombai, sementara Mallywood merujuk ke film-film berbahasa Malayalam, bahasa yang dituturkan oleh orang-orang Kerala.
Syekh Zainuddin Al Malibari adalah seorang ‘alim di antara para ‘ulama, ahli fikih mazhab Syafi’i. Sosok ini terkenal di pesantren-pesantren Nusantara yang mengajarkan fikih mazhab syafi’i, karena kitab fikih karangannya, Fathul Mu’in, jamak diajarkan di sana. Beliau berasal dari Pesisir Malabar, melewatkan masa hidup di abad 10 H., dikenal juga sebagai Syekh Zainuddin Makhdum II, sebagai penerus sang kakek yang terkenal sebagai Syekh Zainuddin Makhdum I.
Abad 10 H., yang sebagian besar bertepatan dengan abad 16 M., adalah masa di mana Portugis telah membangun kekuatan di wilayah pesisir barat India, dimulai dengan pendaratan yang dipimpin oleh Vasco da Gama. Dengan demikian, Syekh Zainuddin Al Malibari adalah orang yang mengalami langsung masa-masa konflik antara Portugis dengan India semasa itu. Dan sesungguhnya, di abad 16 M., Portugis juga sudah mulai mendarat di wilayah Nusantara.
***
Film ‘Marakkar: Lion of the Arabian Sea’, yang saya tonton saat itu, saya dapat dari koleksi satu warung internet. Memang salah satu oleh-oleh yang biasa saya bawa untuk orang rumah adalah film. Untuk anak-anak ya film kartun, kalau untuk ibunya ya macam-macam film termasuk film India yang setahu saya dia gemari. Saya sendiri biasa saja dengan film India, bukan penggemar, tapi sesekali nonton.
Pelan-pelan mengikuti jalannya cerita, ternyata ini tentang sosok Kunjali Marakkar, yang nama aslinya Muhammad Ali. Dia adalah salah satu tokoh sejarah perjuangan melawan Portugis dan dianggap sebagai perintis angkatan laut India. Film ini menceritakan tempat-tempat di pesisir barat India yang menghadap Laut Arab, termasuk Kochi atau Cochin maupun Kalikut atau Kozhikode. Itulah kenapa Kunjali Marakkar disebut sebagai ‘Singanya Laut Arab’.
Termasuk wilayah administrasi Negara Bagian Kerala saat ini, Kochi maupun Kalikut terletak di daerah pesisir bernama Pesisir Malabar. Ketika sudah memahami konteks cerita film, seketika saya langsung ingat seseorang yang siapa lagi kalau bukan Syekh Zainuddin Al Malibari. Saya ingat juga pernah baca-baca bahwa beliau juga punya karya tentang perjuangan melawan Portugis.
Maka setelah selesai nonton film, saya langsung cek kitab dimaksud yang judulnya Tuḥfat al-Mujāhidīn fī Ba`ḍi ‘Aḥwāl al-Burtugāliyyīn. Dari judulnya bisa diketahui kalau kitab ini berisi tentang kisah para pejuang dan juga kisah tentang orang-orang Portugis.
Sambil membaca-baca Tuhfatul Mujahidin saya ingat kitab Fathul Mu’in, karya Syekh Zainuddin yang yang populer di pesantren itu. Sebagian orang bilang kitab Fathul Mu’in ini punya kerumitan bahasa tersendiri. Kata Bapak saya, butuh ketelitian soal mencari rujukan dari satu kata ganti, yang kadang ketemu jauh di depan. Ibarat dalam Bahasa Inggris, kalau ada soal ‘refers to’, kita harus menyisir kata per kata secara seksama. Bapak saya sampai meminjamkan saya kitab Fathul Mu’in yang sudah penuh coretan makna milik pak Zainuddin, salah satu guru dan mantan santri senior di satu pesantren dekat rumah saya. Pak Zainuddin ini sungguh disegani, sampai tua masih setia bersepeda dan membujang. Saya pikir ini luar biasa benar, kitab karya Syekh Zainuddin, milik Pak Zainuddin, yang keduanya sama-sama ‘alim.
Kasak-kusuk di kalangan para santri, katanya kitab Fathul Mu’in bahasanya cukup rumit karena karya orang India. Tapi saya pikir, meskipun dari India tapi kan penulisnya keturunan Arab dan mengenyam pendidikan di tanah Arab. Karya penulis kitab non-Arab juga sudah jamak diajarkan di pesantren. Asal Syekh Az Zarnuji sekarang adalah negara pecahan Uni Sovyet, asal Imam Al Ghazali sekarang masuk Iran, asal Syekh Ibnu Malik sekarang masuk Spanyol, dan lain-lain. Jadi soal rumitnya bahasa, saya berbaik sangka saja mungkin ini agar yang belajar jadi lebih serius dan berkonsentrasi.
***
Dalam film, kisah bermula dari Muhammad Ali, cucu Kuttiali Marakkar, yang tumbuh di wilayah Kochi, di mana penguasanya telah punya kesepakatan damai dengan Portugis. Dulu Kuttiali Marakkar bersama anaknya Kutti Poker Ali dan Pattu Marakkar ikut bertempur melawan Portugis bersama pihak Kalikut yang penguasanya disebut Zamorin, atau Samoothiri. Pada suatu peristiwa, Kutti Pokker Ali yang merupakan ayah Muhammad Ali tewas. Kuttiali Marakkar bersama keluarga pada akhirnya berpindah tinggal ke wilayah Kochi dan menekuni dunia perniagaan.
Perdamaian Kochi dengan Marakkar, dibalut pengkhianatan seorang famili bernama Moidu, berakhir dengan kematian keluarga Marakkar dan calon istri Muhammad Ali. Penyintasnya hanya Muhammad Ali dan pamannya, Pattu Marakkar, yang keduanya akhirnya membalas dendam dengan membunuh Moidu. Dua orang ini kemudian melarikan diri melalui jalur laut namun terkena badai dan terdampar di Ponnani. Tempat ini berada di utara Kochi, di selatan Kalikut, masuk wilayah kekuasaan Zamorin dari Kalikut. Ponnani ini adalah tempat dari Syekh Zainuddin Al Malibari banyak melewatkan masa hidupnya, karena di situlah kakek dan pamannya menjadi pemuka agama.
Di Ponnani, Muhammad Ali dan pamannya Pattu Marakkar menemukan ketidakadilan kaum borjuis lokal, padahal sebenarnya penguasa pusat di Kalikut sudah berusaha bersikap adil. Akhirnya dua orang ini berubah menjadi semacam Robin Hood yang merampok di darat maupun laut, menyerang kaum borjuis lokal maupun Portugis. Sejak itu Muhammad Ali terkenal dengan nama Kunjali Marakkar.
Singkat cerita penguasa Zamorin yang butuh bantuan untuk melawan Portugis, malah meminta pertolongan Kunjali Marakkar dan menobatkannya menjadi laksamana angkatan laut Kalikut. Dalam satu pertempuran, Kunjali Marakkar berhasil menumpas pasukan Portugis. Namun selepas itu intrik politik malah membawa Zamorin bersekutu dengan Portugis melawan pasukan Kunjali Marakkar. Pada akhirnya Kunjali Marakkar harus menerima hukuman eksekusi mati oleh Portugis di kota Goa, pusat administrasi Portugis di pesisir barat India.
***
Saya membaca kitab ‘Tuhfatul Mujahidin’ versi asli dengan Bahasa Arab sekaligus versi Bahasa Inggris, hasil terjemahan S. Muhammad Husain Nainar. Versi Bahasa Inggris sangat membantu karena mencantumkan angka tahun masehi, sementara versi asli dengan Bahasa Arab hanya menyertakan tahun hijriah saja.
‘Tuhfatul Mujahidin’ menyebutkan bahwa kedatangan Portugis pertama kali di pesisir barat India adalah pada tahun 904 H / 1498 M. Sementara itu, nama keluarga Marakkar pertama kali muncul di kitab ini pada persistiwa di tahun 931 H / 1524 M. Di sini dsebutkan bahwa Faqih Ahmad Marakkar bersama saudaranya Kunj Ali Marakkar dan pamannya Muhammad Ali Marakkar, juga para pengikutnya, berangkat dari daerah asalnya, Kochi (dalam kitab ditulis Kusyi), menuju Kalikut untuk melibatkan diri dalam perjuangan melawan Portugis.
Peristiwa selanjutnya yang melibatkan klan Marakkar adalah di tahun 937-938 H. / 1530-1531 M. Saat itu armada dagang Zamorin (dalam kitab disebut Samuri) berangkat menuju ke Gujarat (dalam kitab disebut Jazarat) dan di antaranya termasuk Ali Ibrahim Marakkar dan Kutti Ibrahim Marakkar. Gujarat adalah daerah pesisir barat India, namun berada di jauh di utara, kini berbatasan dengan wilayah negara Pakistan. Perjalanan dagang menuju Gujarat ini berujung pada pada pertempuran dengan Portugis.
Selanjutnya dikisahkan bahwa di tahun 941 H. / 1534 M. telah terjadi perundingan damai antara Kalikut dengan Portugis. Saat itu Kunj Ali Marakkar, saudara dari Faqih Ahmad Marakkar, menjadi perwakilan penguasa Gujarat, Sultan Bahadur Syah, untuk menghadap penguasa Zamorin di Kalikut. Melalui Kunj Ali Marakkar, penguasa Gujarat meminta bantuan agar penguasa Kalaikut mengirim pasukan Muslim untuk membantu Gujarat dalam melawan Portugis. Namun permintaan ini tidak bisa dipenuhi.
Tahun 944 H. / 1537 M. Portugis membunuh Kutti Ibrahim Marakkar, sepupu dari Ali Ibrahim Marakkar dalam satu serangan di Paravanna (dalam kitab disebut Barunur). Selanjutnya klan Marakkar kembali terlibat pertempuran melawan Portugis di Puttalam (dalam kitab disebut Bitalah, kini masuk wilayah negara Srilanka) dan banyak di antaranya yang menjadi korban. Salah satu yang selamat adalah Ali Ibrahim Marakkar, namun dalam perjalanan pulang menuju Pesisir Malabar, dia meninggal. Tahun 945 H. / 1539 M., Faqih Ahmad Marakar beserta saudaranya Kunj Ali Marakkar berlayar menuju Ceylon atau Srilanka (dalam kitab disebut Sailan) namun diserang oleh Portugis dan pada akhirnya meninggal.
***
Membandingkan cerita film Marakkar dengan kitab Tuhfatul Mujahidin tidak kemudian membawa kejelasan langsung secara terang benderang. Ada beberapa hal yang mesti dicermati secara seksama. Dalam film terdapat tokoh Kunjali Marakkar dan dalam kitab terdapat juga Kunj Ali Marakkar. Namun yang di dalam film akhir hayatnya melalui eksekusi Portugis di kota Goa, sementara yang di kitab meninggal di Ceylon.
Dalam buku The Route to European Hegemony India’s Intra-Asian Trade in the Early Modern Period (Sixteenth to Eighteenth Centuries), Ruby Maloni menyebutkan bahwa Kunjali Marakkar adalah satu jabatan yang pernah diemban oleh empat orang yaitu Kutti Ahmad Ali, Kutti Pokker Ali, Pattu Ali dan Muhammad Ali. Sosok yang diceritakan dalam film sendiri adalah Kunjali Marakkar IV atau Muhammad Ali, begitu menurut buku tulisan Pramod Kapoor yang berjudul 1946 Royal Indian Navy Mutiny: Last War of Independence.
Buku tulisan Ruby Maloni di atas menyebutkan nama-nama yang sinkron dengan yang ada di film. Kisah di buku ini mengenai akhir perjuangan Kunjali Marakkar IV juga sinkron dengan apa yang ada di film. Namun yang berbeda adalah pada sekuen perjalanan hidup empat orang klan Marakkar yang disebut di buku ini sebagai Kunjali marakkar I sampai IV. Mengenai perbedaan ini, saya memaklumi karena sebelum film dimulai, terdapat disclaimer bahwa cerita film ini berbasis fakta sejarah, namun juga menggunakan imajinasi bebas dalam alurnya.
Lalu Kunjali Marakkar keberapakah yang ditulis dalam kitab Syekh Zainuddin dengan nama Kunj Ali Marakkar dan meninggal di Ceylon pada tahun 945 H.? Jika merujuk pada laman srilankamuslimhistory.com, maka yang meninggal di Ceylon atau Srilanka ada Kunjali Marakkar I yang dimakamkan di Masjid Chilaw Malay Puttalam. Ini sesuai dengan yang dimuat pada laman resmi milik pemerintah India, archaeology.kerala.gov.in, yang menyebutkan bahwa Kunjali Marakkar I meninggal pada tahun 1538 M. Tahun ini relatif sinkron dengan tahun 945 H. yang termuat di kitab Tuhfatul Mujtahidin, meskipun di terjemahannya ditulis 1539 M.
Ada versi yang berbeda tentang Kunjali Marakkar yang dilanjutkan estafetnya di tahun 1540 M. Pada buku Kerala History and Its Makers tulisan A. Sreedhara Menon, disebutkan bahwa sosok yang memulai jabatannya di tahun 1540 M. adalah Kunjali Marakkar III. Dengan demikian yang meninggal sebelumnya menurut buku ini adalah Kunjali Marakkar II.
Meski masih ada kemungkinan perbedaan tentang Kunjali Marakkar keberapa yang di kitab Tuhfatul Mujtahidin tertulis meninggal pada tahun 945 H., namun hal ini tidak mempengaruhi fakta bahwa yang diceritakan dalam film adalah Kunjali Marakkar IV. Jika sosok terakhir ini tidak termuat dalam kitab Tuhfatul Mujtahidin, ini karena kitab cuma menceritakan peristiwa sampai tahun 992. H atau 1583 M. Sementara itu, Muhammad Ali secara resmi menjabat menjadi Kunjali Marakkar IV mulai tahun 1595 M sampai 1600 M., sebagaimana tertulis dalam buku India’s Naval Traditions: The Role of Kunhali Marakkars tulisan K.K.N. Nurup.
***
Angka tahun yang terakhir ditulis Syekh Zainuddin Al Malibari di kitab ‘Tuhfatul Mujtahidin’ banyak disebut sebagai tahun akhir hayat beliau. Dalam pengantar kitab, Muhammad Sa’id Attharihi hanya mengakatan bahwa pada tahun 993 H. dan seterusnya, hanya Allah yang tahu bagaimana kehidupan Syekh Zainuddin.
Masa hidup beliau sendiri memang disebutkan dalam banyak versi. Melalui berselancar di internet, ada banyak tahun yang berbeda mengenai hal ini. Saya mengecek karya beliau yaitu Fathul Mu’in, yang merupakan syarh (penjelasan) atas karyanya sendiri yang berjudul Qurratul ‘Ain, hanya tertulis bahwa beliau adalah ulama abad 10 H. Ketika saya cek kitab Nihayatuz Zain, syarh Syekh Nawawi Banten atas kitab Qurratul ‘Ain, tertulis juga hal yang sama, beliau ulama abad 10 H.
Kitab Asmā‘ul Mu‘allifīn fī Diyāri Malībār karya Syihabuddin Abussa’dat Ahmad Koya Shaliyathi malah hanya menyebutkan bahwa tahun lahir dan meninggalnya Syekh Zainuddin tidak terdeteksi. Namun dari catatan kaki oleh penyunting karya ini, Abdunnasir Ahmad Al Malibari As Syafii, tertulis bahwa pendapat paling terpercaya mengenai tahun meninggalnya Syekh Zainuddin adalah tahun 1028 H. / 1617 M.
Saya kemudian melacak satu karya Abdunnasir Ahmad Al Malibari As Syafii, yang berjudul Tarājum `Ulamā‘ As Syāfi`iyyah fi Ad Diyār Al Hindiyyah. Karya ini cenderung kepada pendapat bahwa Syekh Zainuddin Al Malibari lahir pada tahun 938 H. / 1532 M. dan meninggal pada 1028 H. Menurut karya ini, Syekh Zainuddin lahir di Chombal, kemudian melewati masa pendidikan di Ponnani, lalu belajar di Arabia. Sekembalinya dari Arabia, Syekh Zainuddin banyak berkiprah kembali di Ponnni, kemudian meninggal dan dikebumikan di daerah kelahirannya, Chombal.
Jika mengikuti pendapat yang terakhir, maka dapat diasumsikan bahwa Syekh Zainuddin juga mengalami masa hidup yang sama dengan masa hidup Kunjali Marakkar IV yang ada di film. Cuma karena kitab hanya menulis kronik sejarah sampai tahun 992 H., maka tentu saja sosok pahlawan ini tidak termuat kisah perjuangannya.
***
Melacak sisi historis sekian tokoh dan peristiwa, memang membutuhkan ketelitian dan kesabaran akan menghadapi perbedaan versi. Namun demikian, rasa penasaran melacak sejarah ini membawa semangat untuk terus membaca yang sangat patut disyukuri. Sebuah rasa syukur akan kemauan belajar, meski sekedar bermula dari sebuah film.