“Move in Silence. Only speak when it is time to say checkmate!”
Quote tersebut dibagikan oleh Lamine Yamal beberapa jam sebelum laga panas Euro 2024 yang mempertemukan Prancis dan Spanyol. Entah kebetulan atau tidak, Instagram story tadi seperti hendak menjawab opini gelandang Prancis Adrien Rabiot yang sebelum laga sempat meremehkan Yamal dengan mengatakan bahwa remaja seusianya perlu lebih banyak berlatih. Dengan enteng Rabiot berkomentar, “tentu saja akan sulit baginya (Lamine Yamal) untuk menghadapi semifinal di turnamen besar.”
Rabiot memandang bahwa ‘menghentikan’ kecemerlangan Yamal sudah disadari oleh para pemain Prancis yang jauh lebih berpengalaman. Oleh karenanya, ia mengatakan bahwa pemain Les Blues tidak akan tinggal diam dan memberi tekanan pada Lamine agar ia dapat keluar dari zona nyamannya.
Sayang seribu sayang, yang terjadi justru sebaliknya. Alih-alih membungkam Lamine Yamal, Rabiot justru menyaksikan dari dekat sang bintang muda Spanyol tersebut melesakkan gol di depan matanya. Bak ingin mencerca balik Rabiot, tak lama setelah mencetak sejarah sebagai pemain termuda yang membuat gol di ajang Euro, Yamal kemudian menghadap kamera dan berkata, “speak now! Speak now!”
Gestur Yamal tersebut banyak dinilai sebagai pembalasan dari pernyataan Rabiot sebelum pertandingan semifinal. Ketika dikonfirmasi usai laga, remaja yang baru saja merayakan ulangtahunnya ke-17 tersebut hanya berkomentar pendek, “perayaan gol saya tadi? Itu untuk seseorang yang tahu bahwa hal tersebut ditujukan padanya.”
Gaya tenang Yamal dalam menggocek kulit bundar masih berlanjut hingga final dini hari tadi. Usai membantu timnas Spanyol melibas Inggris dengan skor 2-1, Yamal pun ditasbihkan sebagai pemain muda terbaik gelaran Euro, dan juga memecahkan rekor sebagai pesepakbola termuda yang menjuarai turnamen mayor di tingkat Eropa.
Dengan pembawaannya yang tenang, selama gelaran Euro Yamal mencatatkan peran krusial dengan 4 asis dan 1 gol. Selain dikenal karena kecepatan, kemampuan dribbling, dan kreativitasnya di lapangan yang terus memukau jutaan penggemar sepak bola, Yamal dinilai mampu bekerja sama apik dalam tim, hal yang kerap menjadi hambatan bintang muda. Di laga final, ia bahkan mencatat asis yang disambut dengan manis oleh Nico Williams, yang selanjutnya menjadi salah satu faktor penentu kemenangan La Roja.
Tak hanya kompak dalam tim, di luar lapangan ketika jeda latihan, Lamine Yamal dan Nico Williams kerap menghabiskan waktu bersama. Banyak yang menilai karena mereka sama-sama memiliki latar belakang keluarga imigran dan berkulit gelap. Keluarga Yamal adalah pendatang dari Maroko dan Guinea, sedangkan keluarga Nico Williams adalah pengungsi dari Ghana. Walau merupakan bagian dari kelompok minoritas di Spanyol, mereka tak gentar mengejar mimpi. Hingga akhirnya kini mereka menjadi kunci sukses raihan juara Spanyol di Euro 2024.
Meski telah bermain apik dalam timnas, Yamal dan Williams sempat dicaci oleh sejumlah tokoh sayap kanan Spanyol, seperti Vito Quiles dan Alberto Caliu. Mereka mempertanyakan kepantasan kedua anak muda tadi mewakili La Furia Roja sebab keduanya berasal dari keluarga imigran illegal, dan bukan murni darah Spanyol.
Untunglah cibiran yang mereka terima tak kemudian ditelan mentah-mentah. Mereka justru memperlihatkan bahwa kalangan minoritas pun menampilkan performa terbaik hingga mampu membuat timnas Spanyol mengangkat trofi juara. Kehadiran Yamal dan Nico juga diibaratkan sebagai oase di padang persepakbolaan Spanyol yang masih kesulitan mengurai problem rasisme. Harapannya ketika mereka bersinar, persepsi publik akan kelompok minoritas kian bertambah positif.
Keluarga sebagai Motivasi Terbesar
Prestasi Nico dan Yamal yang dicapai di usia muda tak terlepas dari peran besar keluarga. Bahkan bagi Yamal, keluarga adalah sumber inspirasi terbesarnya. Ketika ia memperoleh gaji besar di awal kariernya, tak tanggung-tanggung ia langsung membelikan tiga rumah baru bagi anggota keluarganya.
Kado itu bagi Yamal tidaklah seberapa dibandingkan apa yang ia peroleh dari keluarganya. Lahir pada tanggal 13 Juli 2007 di Esplugues de Llobregat, sebuah kota di provinsi Barcelona, Spanyol, Yamal kecil tak kekurangan kasih sayang meski ayah ibunya memutuskan berpisah setelah tiga tahun pernikahan. Mounir Nasraoui, Ayahnya yang berasal dari Maroko, memiliki ketertarikan besar pada sepak bola walau tak pernah menempuh karier professional. Meski begitu, pria yang berprofesi sebagai tukang cat ini selalu berada di garda terdepan dalam menyuarakan dukungannya ke Yamal. Sebelas dua belas dengan sang suami, Sheila Abana, ibu Yamal yang berasal dari Guinea juga tak pernah lelah membantu Yamal menekuni hobinya. Kedekatan Yamal dengan keluarganya inilah yang ia sebut sebagai motivasi terbesarnya.
Sejak usia dini, Yamal telah menunjukkan minat yang mendalam pada sepak bola. Melihat bakat luar biasa yang dimiliki putranya, ayah Yamal sering membawanya ke lapangan lokal untuk berlatih. Tidak hanya memberikan dukungan moral, tetapi juga meluangkan waktu untuk melatih Yamal dalam dasar-dasar permainan. Sheila, di sisi lain, selalu memastikan Yamal memiliki segala yang dibutuhkan untuk berkembang. Ia sering mengantar Yamal ke latihan dan pertandingan, serta memastikan putranya tetap fokus pada pendidikan. Komitmen orang tuanya ini membentuk fondasi yang kuat bagi Yamal, memungkinkannya untuk mengejar mimpinya tanpa harus khawatir tentang hal-hal lain di luar sepak bola.
Melihat prestasi Yamal, bisa dikatakan bahwa keberhasilannya bukan hanya masalah kapasitas diri saja, tapi juga tentang dukungan keluarga. Di luar itu, bagi anak-anak dari kelompok minoritas dan kalangan menengah ke bawah, melihat pemain seperti Yamal bersinar di kancah internasional membuktikan bahwa mereka suatu saat mungkin berkesempatan untuk bisa mencapai puncak impian dan mengatasi segala rintangan yang ada. Mengamini kata pundit Spanyol, Edjogo, hadirnya Yamal tak hanya memberikan berkah bagi keluarganya tapi juga generasi muda Spanyol, terutama dari kelompok papa.