Sedang Membaca
Kisah Kecerdikan Umar bin Khattab dan Amr bin Ash dalam Menangani Wabah Pes
M. Tholhah Alfayad
Penulis Kolom

Lahir 15 Agustus 1996. Pendidikan: alumni Madrasah Hidayatul Mubtadiin, Lirboyo, Kediri. Sedang menempuh S1 Jurusan Ushuluddin Univ. Al Azhar al Syarif, Kairo, Mesir. Asal Pesantren An Nur I, Bululawang, Malang, Jawa Timur.

Kisah Kecerdikan Umar bin Khattab dan Amr bin Ash dalam Menangani Wabah Pes

Pada tahun 17 Hijriah, khalifah Umar bin Khattab bersama segenap bala tentara berangkat menuju daerah Syiria. Ketika rombongan sang khalifah singgah di sebuah daerah bernama Saragh, datanglah para panglima perang memberikan kabar bahwa daerah Syiria sedang dilanda wabah Pes.

“Kumpulkanlah segenap sahabat dari kalangan pembesar kaum Muhajirin.”

Maka, di antara para pembesar Muhajirin ada yang berkomentar: “Wahai Khalifah, engkau hendak berangkat ke Syiria karena Allah, dan bagi kami tak mungkin wabah seperti itu menyurutkan langkahmu.”

Sedangkan, sebagian yang lain menyerukan: “Wabah itu hanyalah musibah yang pasti akan berlalu, kita pasti mampu berangkat ke sana.”

Kemudian sang khalifah Umar bin Khattab pun mengumpulkan segenap sahabat dari kalangan pembesar kaum Anshar. Uniknya, para pembesar kaum Anshar pun sepakat dengan pendapat pembesar kaum Muhajirin untuk tetap berangkat ke negara Syiria.

Tak beberapa lama, Khalifah Umar bin Khattab berseru, “Kumpulkanlah segenap pembesar kaum Muhajirin dari kalangan suku Quraisy.”

Maka, para pembesar kaum Muhajirin dari suku Quraisy pun berpendapat, “Wahai Khalifah, kita harus kembali sungguh wabah ini adalah musibah yang amat besar.”

Setelah mendengar seluruh pendapat para sahabat, khalifah Umar bin Khattab pun berseru di hadapan khalayak ramai: “Wahai Manusia, aku memutuskan untuk kembali maka kembalilah semuanya.”

Baca juga:  Hitam Putih Muawiyah

Sontak, sahabat Abu Ubaidah bin Jarrah pun berdiri seraya berkata, “Wahai Khalifah, apakah engkau ingin lari dari takdir Allah?”

Umar bin Khattab pun menimpali, “Sungguh kami lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Apakah engkau tahu seandainya ada seorang penggembala yang diberi pilihan untuk memilih di antara dua bukit, yang satu subur dan yang satu lagi kering kerontang. Bukankah seorang penggembala yang memilih bukit yang subur dan seorang penggembala yang memilih bukit yang kering kerontang juga atas izin Allah?”

Esok harinya, Abdurrahman bin Auf yang tak sempat mengikuti musyawarah bersama khalifah Umar bin Khattab pun menghadap untuk memberikan pendapatnya

“Wahai Khalifah, aku memiliki pendapat atas kejadian ini.”

“Sungguh engkau wahai Abdurrahman bin Auf adalah seorang yang terpercaya, Apakah yang ingin engkau utarakan?” Umar bin Khattab mempersilakan sahabatynya.

“Wahai Khalifah, aku mendengar Rasulullah bersabda ‘Ketika kalian mendengar sebuah wabah menyebar di suatu negeri maka janganlah kalian masuk kedalamnya dan ketika wabah tersebut berada di daerah kalian maka jangan kalian lari darinya,” Abdurrahman bin Auf menjelaskan dengan mengutip Nabi saw.

Umar bin Khattab pun sangat gembira mendengar jawaban Abdurrahman bin Auf, “Segala puji bagi Allah, mari kita kembali semua.”

Baca juga:  18 Tahun Lalu Presiden Gus Dur Dilengserkan

Sekembalinya rombongan khalifah Umar bin Khattab tersiar kabar menyebarnya wabah Pes yang dijuluki dengan wabah Amwas pada tahun 18 Hijriah. Nama Amwas sendiri diambilkan dari sebuah daerah di sekitar negara Palestina yang bernama desa Amwas sekitar enam mil dari kota Ramalah yang menjadi titik awal menyebar wabah ganas tersebut.

Wabah Pes Amwas ini menyebar hingga ke kota-kota di negara Syiria. Di antara para sahabat yang wafat akibat wabah ini adalah sahabat Abu Ubaidah bin Jarrah, Mu’adz bin Jabal, Yazid bin Abu Sufyan, Harits bin Hisyam, Suhail bin Amr, Utbah bin Suhail, dan masih banyak lagi.

Maka wabah ini kian mengganas hingga didapuklah sahabat Amr bin Ash sebagai gubernur Syiria. Di hari pertamanya menangani wabah ganas tersebut, Amr bin Ash berseru:

“Wahai manusia, kesengsaran akibat wabah ini telah terjadi terus menerus seperti halnya bara api yang kian membakar seluruh apa yang ada. Maka, pergilah kalian semua ke gunung-gunung berpisah-pisahlah kalian di sana hingga Allah mengangkat wabah ini dari kita semua.”

Maka, seluruh warga pun tercerai berai mencari tempat yang baik untuk menetap. Tak lama kemudian, sirnalah wabah tersebut.

Dari kisah ini, kita melihat dua hal penting dalam menyikapi sebuah wabah yang sukar untuk ditaklukkan, yaitu kecerdasan seorang pemimpin dalam menjaga rakyatnya serta ketegasannya untuk mengisolasi rakyatnya agar tidak tertular wabah tersebut.

Baca juga:  Asal-Usul Kelompok Islam Puritan (I): Islam Puritan dalam Pandangan Khalid Abou El Fadl

Dalam konteks kita akhir-akhir ini, menerapkan penjagaan yang baik bagi setiap diri kita masing-masing agar tidak berkumpul dan menambah resiko tertular penyakit Corona adalah sebuah kebijaksanaan yang tepat sebagaimana gubernur Amr bin Ash juga pernah melakukannya kepada warga Syiria. Begitu juga, menjaga agar para penderita wabah tidak bercampur dengan masyarakat telah diwasiatkan oleh baginda Nabi Muhammad saw sebagaimana hadis yang diceritakan oleh shahabat Abdurrahman bin Auf. (Sumber: Muhadharat Tarikh al-Umam al-Islamiyyah “Daulah Umawiyyah” karya Muhammad al-Khudr Bik)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
6
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
1
Terinspirasi
3
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top