Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadist Kota Bekasi, Jawa Barat, Ny Hj Badriyah Fayumi mengatakan, ayat 3 pada Surat Annisa yang menyebutkan dibolehkannya seorang pria menikahi satu, dua, atau tiga perempuan, berbeda konteksnya dengan perintah Allah pada ayat-ayat lainnya tentang kewajiban berbuat kebaikan maupun ibadah shalat misalnya. Demikian juga pada ayat 129 surat yang sama.
“Dua ayat ini menunjukkan redaksi poligami tidak sama dengan ketika Allah memerintahkan berbuat baik, apalagi perintah shalat. Sama sekali berbeda,” kata Nyai Badriyah Fayumi saat mengisi Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa (MTT), Senin (28/6).
Nyai Badriyah mengajak masyarakat memahami bahwa Islam adalah agama yang sempurna yang memandang segala sesuatu tidak semata-mata berdasarkan teks, namun juga realitas. Karena itu penting, menurutnya, bagaimana sebagai warga bangsa yang memiliki aturan dalam perundang-undangan, juga memahami konteks ayat Al-Qur’an. Ia menyebutkan dari perspektif Islam, masalah poligami dapat diringkas dalam Al-Quran dan hadist dan sirah Nabawiyah dan tafsirannya secara umum. Jika mendalami secara spesifik bisa panjang.
“Dalam Al-Qur’an ada dua ayat yang secara ekplisit bicara tentang poligami. Kalau persoalan asbabun nuzul masalah perempuan yang terjadi pada masa nabi itu banyak, Misalnya dalam Surat Al-Azab, Annur yang menceritakan relasi Rasulullah dengan istri-istrinya semuanya dalam konteks saat poligami, selalu ada persoalan yang diungkap,” kata Nyai Badriyah Fayumi.
Kedua ayat dalam Surat Annisa, yakni ayat 3 dan 129 perlu dibaca secara tematik, komprehensif, tidak sepotong-sepotong dan parsial. “Dibaca secara kontekstual bukan tekstual atau literal,” ujar Ketua Lembaga Kemaslahatan Nahdlatul Ulama (LKKNU) ini.
Ia mengatakan sangat menarik untuk memerhatikan konteks atau latar belakang adanya persoalan yang menyangkut istri Rasulullah dalam relasi dengan Rasulullah maupun umat Islam pada saat itu. Mengapa dalam Al-Qur’an dalam ayat poligami menjadi asbabunnuzul dalam membahas persoalan keluarga. Perlu juga untuk membaca apa kaitan dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya (munasabatul ayat), juga dengan kaidah bahasa dan ushul fiqih.
Pada ayat 3 Surat Annisa disebutkan, yang artinya “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berbuat adil terhadap hak-hak perempuan yatim, maka nikahilah perempuan-perempuan yang kalian sukai, dua, tiga atau empat. Tetapi bila kamu khawatir tidak adil (dalam memberi nafkah dan membagi hari di antara mereka), maka nikahilah satu orang perempuan saja atau nikahilah hamba sahaya yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.”
Menurut Nyai Badriyah Fayumi, sangat penting memahami konteks sosial pada saat ayat ini turun. Bahwa, secara umum adalah masyarakat dunia telah mengenal bahkan banyak terjadi perkawinan poligami namun dengan jumlah istri tidak terbatas. Seseorang bisa mengawini 10 bahkan 100 perempuan. Lelaki yang punya pengaruh, istrinya bisa banyak. Hal ini tidak saja terjadi pada masyarakat islam, namun juga non-Muslim, seperti di Tiongkok ada kaisar yang istrinya banyak. Demikian juga suku-suku di Indonesia.
Di Jazirah Arab sendiri, turunnya ayat tersebut di antaranya adanya peperangan yang menyebabkan banyak lelaki meninggal. Sementara setiap peperangan atau kematian suami dalam masyarakat Arab saat itu, perempuan sama halnya sebagai barang warisan, posisinya sangat rentan terutama anak yatim.
Kemudian, istri yang suaminya meninggal menjadi hak dari keluarga mantan suaminya, bisa dinikahi tanpa mahar. Jika anak yatim perempuan dapat saja dinikahi tanpa mahar. Posisi anak yatim sangat lemah, apalagi anak yatim perempuan. Surat Annisa yang menyebutkan poligami tersebut berkaitan dengan ayat sebelumnya yang membicarakan hak-hak anak yatim. Di antaranya harta mereka, tidak ditukar yang baik dengan yang buruk, tidak memakan harta mereka bersama hartamu.
Pernikahan dengan banyak perempuan pada masa itu juga menimbulkan ketidakadilan bagi laki-laki. Laki yang kuat bisa menikah lebih banyak, sedangkan yang lemah hanya sedikit.
Ayat 3 Surat Annisa tersebut, kata Nyai Badriyah, “Menyelamatkan anak yatim dengan menikahi perempuan lain. Bukan sekadar wahai laki-laki, nikahilah dua, tiga atau empat perempuan. Ayat tersebut jika dilakukan akan menyelamatkan ibunya dari kemungkinan yang tidak diinginkan, seperti karena kalah perang perempuan akan jadi tawanan.
Penggagas Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), lulusan S1 Tafsir Universitas Al-Azhar Cairo ini menambahkan tidak ada jaminan bahwa perkawinan monogami itu memenuhi keadilan.
“Tapi monogami sangat dekat kepada keadilan, sebaliknya poligami sangat dekat pada ketidakadilan,” ungkapnya.