Sedang Membaca
Science Diplomacy, Nahdlatul Ulama dan Prioritas Riset Nasional
Munawir Aziz
Penulis Kolom

Kolumnis dan Peneliti, meriset kajian Tionghoa Nusantara dan Antisemitisme di Asia Tenggara. Kini sedang belajar bahasa Ibrani untuk studi lanjutan. Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom.

Science Diplomacy, Nahdlatul Ulama dan Prioritas Riset Nasional

Nahdlatul Ulama, dengan jaringan globalnya, menjadi instrumen penting dalam penguatan diplomasi pemerintah Indonesia. Tidak hanya dalam misi perdamaian internasional, namun juga menggerakkan para ilmuan santri yang tersebar di berbagai negara untuk menguatkan program science diplomacy.

Bagaimana mekanisme keterlibatan Nahdlatul Ulama dalam science-diplomacy, melengkapi pengabdian besar dalam diplomasi perdamaian yang selama ini diupayakan di level internasional?

Pada Rabu (20 Januari 2020) kemarin, mewakili PCINU United Kingdom, saya ikut belajar dalam Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Prioritas Riset Nasional, yang digelar Kemenristek-BRIN, KBRI London dan UKICIS. Agenda ini untuk penguatan beberapa program strategis yang akan menjadi prioritas kebijakan pemerintah Indonesia pada beberapa waktu mendatang.

Ada empat program prioritas yang menjadi fokus FGD kali ini: (1) Kendaraan Listrik, Baterai dan Sistem Propulsi, (2) Energi: Geothermal dan Energi terbarukan lainnya, (3) Big Data, Cloud Computing dan Artificial Intelligence, (4) Science Diplomacy: Penguatan Peran Indonesia di Tingkat Global.

Agenda FGD yang digelar secara daring ini diikuti ratusan peserta, dari peneliti, analis dan aktor kebijakan, baik dari Indonesia dan UK. Agenda dibuka oleh Menristek/BRIN, Bapak Bambang Brodjonegoro dan Duta Besar Indonesia untuk UK, Irlandia dan IMO Dr. Desra Percaya. Menristek menekankan pentingnya kerjasama riset antara Indonesia dan UK. Sedangkan Dubes Desra Percaya menyampaikan kontribusi diaspora Indonesia di United Kingdom yang selama ini aktif dalam program-program pengabdian dan kemanusiaan.

Baca juga:  Perlukah Aturan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala?

Di antara hasil-hasil FGD yang menarik yakni, mendorong inovasi big data dan AI untuk mendukung smart city, juga dukungan atas inovasi kendaraan listrik. Ke depan, pemanfaatan big data dan AI untuk smart city menjadi sangat penting, agar tata kelola pemerintahan kota dan kabupaten menjadi lebih baik, kebijakannya berbasis data, serta program-programnya menjadi terarah.

Saya sendiri ikut di forum Science Diplomacy, sebagaimana program PCINU UK bekerjasama dengan KBRI London, UKICIS dan PPI UK. Kami berdiskusi dari beberapa pakar dari UI dan LIPI yang memberikan presentasi. Saya sampaikan penguatan melalui ormas yang berjejaring global, baik NU dan Muhammadiyah, untuk menguatkan second track diplomacy, khususnya program-program science, diplomasi dan kebijakan publik.

Sejak beberapa bulan lalu, PCINU United Kingdom bekerjasama intensif dengan KBRI, UKICIS dan PPI UK, serta diaspora Indonesia di UK untuk bersama-sama merumuskan strategi science-diplomacy, yang dapat memberikan sumbangsih bagi Indonesia. Dengan kekuatan jaringan yang luas dari para ilmuan santri baik di UK maupun di lebih dari 30 PCINU lintas negara, Nahdlatul Ulama berpotensi besar memberi sumbangsih dalam penguatan science-diplomacy.

Nahdlatul Ulama selama ini memang sudah leading dalam prakarsa perdamaian internasional. Melalui KH. Abdurrahman Wahid, K. Hasyim Muzadi, KH. Said Aqil Siroj hingga KH. Yahya C Staquf dan kiai-kiai lainnya, Nahdlatul Ulama membentangkan pengabdiannya untuk inisiasi perdamaian, sekaligus upaya mempertemukan antar aktor dalam skala konflik internasional, agar ditemukan solusi untuk kemaslahatan bersama.

Baca juga:  Kritik Pembangunan di Dunia Islam

Inisiasi perdamaian di Afghanistan, juga komunikasi intensif dalam kasus Uighur di China, upaya dialog Palestina-Israel, serta beragam kontribusi lainnya, merupakan catatan penting keterlibatan Nahdlatul Ulama dalam skala silang kepentingan internasional.

Jika Nahdlatul Ulama–dan juga Muhammadiyah– sudah berperan dalam second track diplomacy, jalur kedua diplomasi yang memperkuat kerjasama internasional pemerintah Indonesia, perlu juga memperkuat dan sekaligus terlibat dalam science diplomacy.

Apa itu science-diplomacy? Royal Society of Biology United Kingdom, mendefiniskan science diplomacy sebagai jembatan kolaborasi antar negara berbasis sains. “Science diplomacy seeks to build scientifict collaboration that enhances relationship between nations,” demikian tulis Royal Society of Biology UK dalam feature mereka di the Biologist.

Lebih lanjut, science diplomacy juga menekankan pentingnya advice dari kalangan saintis untuk perumusan kebijakan sekaligus evaluasi. Apalagi, di tengah pandemi Covid-19 ini, peran ilmuan dalam keilmuan dan otoritas pengetahuan sangat penting, agar memberi rumusan yang tepat, sehingga menguatkan kebijakan strategis yang diambil pemerintah. Tentu saja, muaranya adalah eksekusi kebijakan-kebijakan yang terbaik untuk rakyat dan negara.

Nah, dalam konteks Indonesia bagaimana rumusannya? Sejak awal masa pandemi, pemerintah Indonesia terlihat agak kebingungan untuk merumuskan beberapa kebijakan strategis, ketika berhadapan dengan persebaran virus yang massif dan ancaman kolapsnya tenaga kesehatan. Meski sebagian besar negara mengalami juga, karena pandemi terjadi secara cepat dan berpengaruh secara drastis pada tatanan politik, ekonomi, kesehatan juga diplomasi internasional.

Baca juga:  Bagaimana Kebenaran Muncul?

Namun, negara-negara yang memiliki ekosistem pengetahuan yang kuat, memberi ruang para ilmuan untuk tampil di depan, membantu merumuskan kebijakan strategis, sekaligus dikomunikasikan secara satu suara dan satu pintu, agar komunikasi publiknya menjadi rapi dan terarah.

Di Indonesia, selama beberapa pekan pada masa awal pandemi, para ilmuan kita seolah hanya di belakang layar. Bahkan, beberapa pejabat publik saling tumpang tindih komunikasinya dan serampangan dalam berpendapat, terutama mengenai Covid-19, persebaran virus, dan mitigasi resiko.

Akan tetapi, seiring waktu, pemerintah memberi ruang kepada para ilmuan untuk memberikan saran untuk perumusan kebijakan, sekaligus juga menciptakan kanal komunikasi publik yang satu pintu. Meski, tidak semuanya berjalan ideal, yang pasti para ilmuan diberi ruang untuk mengkomunikasikan riset dan keahliannya.

Nah, para ilmuan santri dengan pelbagai keahlian dan kepakaran yang tersebar di pelbagai negara, saatnya menguatkan jejaring untuk bersama-sama menfokuskan pengabdian, memberi sumbangsih bagi negara. Riset-riset strategis dan saran dari para ahli sangat dibutuhkan untuk menguatkan kebijakan pemerintah Indonesia, khususnya di masa-masa sulit di tengah pandemi ini.

Ada ribuan ahli/ilmuan santri yang saat ini bekerja sebagai profesional dan mengabdi di berbagai negara, yang sebagian besar aktif di kepengurusan PCINU lintas negara. Ini potensi besar dari Nahdlatul Ulama, yang jika terkomunikasikan secara rapi dan konsisten akan menjadi energi positif warga untuk Indonesia (*).

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top