Sumur Azdaq terletak di sebelah barat Masjid Quba, cenderung ke arah selatan. Lokasinya duhulu merupakan pekarangan rumah Bani Amr Ibn Auf.
Sumur Azdaq bernilai sejarah karena pertama kali Rasulullah datang di kota Madinah disambut di sini. Masyarakat Anshar dari suku Aus, Khazraj, dan lainnya datang untuk menyambut Rasulullah saw dengan suka cita di areal lahan yang terdapat sumur Azdaq ini.
Disebut Azdaq sebab di areal ini kedapatan gugusan hutan pohon kurma yang lebat batang dan buahnya. Hutan kurma ini mendapatkan pengairan dari sumur yang memancarkan mata air yang tak pernah kering di segala musim. Oleh sebab itu, masyarakat Madinah menyebut sumur itu dengan Azdaq.
Dalam kitab Wafa al-Wafa’, Imam al- Samhudi menuturkan satu riwayat bahwa tatkala orang-orang Madinah mengetahui kabar hijrahnya Nabi dari kota Mekkah, mereka setiap harinya keluar rumah dan berkumpul di daerah yang disebut Al-Hurra. Kebiasaan itu selalu mereka lakukan berhari-hari, namun sosok yang mereka kagumi itu tak kunjung hadir di Madinah.
Sampai suatu hari, ketika mereka sudah kembali ke rumah masing-masing, tersiar kabar Rasulullah saw sudah sampai di batas kota Madinah. Kabar itu berasal dari seorang Yahudi yang melihat sosok yang memancarkan sinar keteduhan, sehingga ia tak sanggup berkata-kata.
Orang Yahudi itu hanya dapat memberikan isyarat tangan menunjuk ke satu arah sambil sesekali mengeluarkan kata terbata-bata: “anu… eee..ppp pujaan datang!”
Rasa rindu orang-orang Anshar kepada sang idola, yakni Rasulullah saw, membuat mereka tanpa pikir panjang bergegas keluar rumah menuju ke daerah yang ditunjuk lelaki Yahudi itu. Mereka paham yang dimaksud lelaki Yahudi itu adalah Rasulullah Muhammad Saw.
Dengan mengacungkan senjata, menghentakkan kaki ke tanah, orang-orang Anshar melantunkan syair “thalaal badru” untuk menyambut Nabi. Mereka tidak langsung membawa Nabi memasuki kota Madinah, tetapi dihampirkan terlebih dulu ke kediaman Bani Amr bin Auf yang di kelilingi deretan pohon kurma.
Rasulullah tak langsung masuk rumah melainkan memilih beristirahat di tengah kebun kurma, yang beliau sebut sebagai kebun al-mustazdaq. Abu Bakar dengan cekatan mengangkat surbannya dan membentangkannya di atas tempat duduk manusia muli yang kelak menjadi menantunya ini. Tujuannya supaya sinar matahari yang menembus dedahanan kurma tidak menyilaukannya dari pandangan orang-orang yang sedang mengerumuni beliau.
Tiba-tiba mata Rasulullah saw tertuju ke sebuah mata air yang mengalir bening di sebelah tempat duduknya. Beliaupun menunjuknya seraya berucap: “itu sumur Azdaq”. Mendengar hal itu orang Anshar pun bergegas mengambilkan air dari sumur Azdaq untuk junjungan barunya ini.
Rasulullah saw tampak menyukai kebun al-mustazdaq yang dialiri air dari sumur Azdaq. Masyarakat Anshar pun bahagia dan menganggap tempat ini diberkahi karena kegembiraan Rasulullah saw dengan adanya sumur Azdaq.