Sedang Membaca
Sejarah Masjid Istiqlal: Simbol Kemerdekaan dan Politik
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Sejarah Masjid Istiqlal: Simbol Kemerdekaan dan Politik

Masjid

Pada suatu masa, Soekarno berpikiran muluk agar Indonesia memiliki masjid kokoh dan membentuk sejarah. Masjid dibangun dengan beton dan diimajinasikan bisa bertahan seribu tahun. Masjid itu tegak. Masjid itu menjadi pembentuk sejarah di Indonesia. Masjid beralamat di Jakarta bernama Masjid Istiqlal.

Imam Besar Masjid Istiqlal (Nasaruddin Umar) di Republika, 18 Agustus 2022, memberi penjelasan: “Kita sebagai warga bangsa harus bersyukur karena atas perkenan-Nya, tahun ini bisa menyelenggarakan upacara HUT Ke-77 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia lintas agama di Masjid Istiqlal. Ini pertama dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia.” Masjid untuk mengingat sejarah dan mengisahkan Indonesia masa sekarang. Upacara menjadi peristiwa bersama meski berbeda agama. Di Masjid Istiqlal, ikatan imajinasi keindonesiaan itu disuburkan dengan doa dan ikhtiar berbarengan mengejawantahkan misi Indonesia abad XXI.

Di Republika, kita juga melihat foto para tokoh agama duduk berdampingan di Plaza Al Fattah, Masjid Istiqlal, 17 Agustus 2022. Kita melihat dengan pujian dan kebahagiaan. Kebersamaan mengabarkan ikhtiar memberi makna Indonesia dengan kerukunan, kesungguhan, dan keselarasan. Di situ, mereka bergantian memimpin doa. Kita mengetahui tata cara dan bahasa-doa beragam tapi memusat untuk kemuliaan Indonesia.

 Kita membuka lagi buku berjudul Mesdjid: Pusat Ibadah dan Kebudajaan Islam (1962) susunan Sidi Gazalba. Buku sering menjadi acuan untuk mengetahui fungsi dan makna masjid. Di situ, kita membaca masalah masjid dalam urusan pendidikan-pengajaran, sosial, politik, seni, dan lain-lain. Masjid memang untuk bersujud tapi memungkinkan terselenggara beragam peristiwa dengan pamrih-pamrih kebaikan dan kebahagiaan.

Baca juga:  Masjid Sunan Ampel: Makna Arsitektur Islam Nusantara

Penjelasan Sidi Gazalba berlatar sejarah di Nusantara meski masih mungkin diralat: “Sebelum mesdjid berdiri, alun-alun adalah lambang tempat bertemunja radja jang mulia dengan rakjat jang hina, radja sebagai tunimnal lahir (reinkarnasi) Dewa dengan rakjat sebagai manusia biasa jang harus menjembahnja. Tetapi mesdjid mengembalikan sang radja dan sang rakjat sebagai makhluk Tuhan jang sama. Dalam mesdjid mereka bertemu sebagai manusia dan manusia, duduk satu saf, bahu-membahu, sama-sama menjembah Jang Maha Mulia, Jang Maha Kuasa, Jang Maha Esa.” Pengertian umum mengartikan masjid dalam arus sejarah di Indonesia dipengaruhi perdagangan dan kekuasaan, sejak ratusan tahun silam.

 Pada situasi berbeda, masjid memiliki kaitan-kaitan dengan politik. Masjid menjadi perwujudan iman dan kehormatan negara. Dulu, Soekarno ingin Indonesia bermartabat dengan jumlah penduduk terbesar beragama Islam. Masjid mesti tegak. Masjid pun simbol. Pemaknaan diberikan bebarengan perubahan-perubahan situasi politik dan kesanggupan para tokoh memancarkan pesan-pesan keagamaan dalam kehidupan berbangsa-bernegara.

Kesejarahan masjid-masjid di Indonesia memiliki beragam latar. Di Jakarta, Masjid Istiqlal hendak dijadikan pusat dalam situasi politik masa lalu. Masjid bukan dimaksudkan berpolitik tapi bertalian dengan babak-babak sejarah (politik) di Indonesia.

Di buku Friedrich Silaban (2017) susunan Setiadi Sopandi, kita mengerti kebersamaan berpijak agama-agama di Indonesia. Friderich Silaban menjadi perancang untuk pendirian Masjid Isitlqlal dengan sekian pesan diajukan Soekarno secara argumentatif. Arsitek itu bukan beragama Islam tapi berusaha mengerti dan mengejawantahkan nilai-nilai kemuliaan masjid. Dulu, Soekarno ingin masjid terbesar dan termegah di Indonesia.

Baca juga:  Ngaji Filsafat di Masjid (1): Meneroka Agenda Kegiatan Masjid

Gagasan-gagasan mengenai Masjid Istiqlal diolah pada 1954-1955. Indonesia masa itu sedang guncang. Masjid diharapkan memiliki identitas nasional. Masjid dalam pengertian agama tetap bersinggungan dengan politik. Setiadi Sopandi menerangkan: “Masjid Istiqlal hanya satu dari sekian banyak proyek Orde Lama yang diselesaikan oleh Orde Baru, namun merupakan salah satu yang paling monumental. Tampaknya Masjid Istiqlal dipersepsikan memiliki nilai-nilai yang juga berlaku dan menguntungkan bagi kedua rezim tersebut. Maka dari itu, di antara berbagai kesulitan akibat keterbatasan dana hingga kemampunan teknis yang ada, Masjid Istiqlal akhirnya bisa diselesaikan pada awal dekade 1980-an.”

Masa demi masa, masjid itu menjadi pusat ide dan peristiwa di Indonesia. Masjid pun berperan dalam dakwah dan diplomasi tingkat dunia. Pemaknaan berlanjut terus meski rezim-rezim berganti. Masjid bersejarah itu lekas turut dalam arus pembentukan sejarah, tak cuma oleh umat Islam.

Pada 2022, situasi politik mulai ramai dengan impian-impian kekuasaan bakal diperebutkan pada 2024. Sekian ingatan tentang konflik mengikutkan masalah agama lekas dimengerti agar tak berulang. Kebersamaan dan kerukunan meski berbeda agama dan sikap politik dimaksudkan mencipta Indonesia damai. Masjid dianggap memiliki peran besar dalam tebar makna.

Upacara bersama oleh umat berbeda agama di Masjid Istiqlal dalam mengartikan kemerdekaan Indonesia berusia 77 tahun menebar pesan dan janji bersama memuliakan Indonesia. Masjid itu tempat dan pusat makna untuk mengajak orang-orang mencipta sejarah dalam selaras dan indah. Begitu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top