Kitab ringan nan ringkas berjudul Al Masaailu fi Mar’atin Shalihatin wa Mar’in Shalihin ini disusun oleh Allah yarham KH. Yasin Asymuni, pengasuh pondok pesantren Hidayatut Thullab Petuk, Samin, Kediri, Jawa Timur. Beliau adalah salah satu ulama nusantara yang sangat produktif berkarya dalam dunia kitab kuning. Ratusan karyanya telah membuktikan betapa luas keilmuan yang beliau miliki. Beliau baru saja wafat belum lama ini, yakni pada 11 Januari 2021 dan mewariskan segudang ilmunya kepada kita. Salah satunya tersimpan dalam kitab yang akan saya ulas ini.
Dalam pengambilan judul kitab ini, beliau pengarang mendahulukan kata Mar’atun Shalihatun dan mengakhirkan Mar’un Shalihun. Tentu hal ini bukan tanpa maksud apa-apa. Hal ini nantinya bisa kita lihat lebih dalam dari isi kitab yang memang lebih menekankan kepada konteks kaum perempuan. Di sampul kitab ini pengarang memaparkan bahwa isi kitab ini adalah penjelasan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan perempuan shalihah dan masalah yang berhubungan dengan laki-laki shalih.
Setelah memulai dengan basmalah dan hamdalah, pengarang memulai penulisannya dengan menukil firman Allah SWT surah An-Nisa’ ayat 34:
الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض و بما أنفقوا من أموالهم فالصالحات قانتات حافظات للغيب بما حفظ الله……
Kemudian melanjutkan dengan shalawat untuk Nabi disertai hadist riwayat Hakim.
من رزفه الله امرأة صالحة فقد أعانه على شطر دينه
Dan mengakhiri mukaddimahnya dengan menambahkan shalawat atas keluarga Nabi, sahabat, serta para pengikutnya.
Sesuai dengan judulnya, pembahasan pertama pada kitab ini adalah mengenai perempuan shalihah, diawali dengan pertanyaan apakah pengertian Mar’atun shalihatun atau perempuan shalihah itu. Penjelasan tentang hal ini ditulis dengan sangat rinci oleh beliau pengarang berdasarkan dalil surah An-Nisa’ ayat 34 sebagaimana yang telah disebutkan di muka. Pengarang memberikan pandangan yang luas dengan tambahan dalil dari Al Qur’an maupun hadist pada setiap kata yang dijelaskan.
Dalam pembahasan selanjutnya, kitab ini lebih konsen membahas permasalahan perempuan yang menempati posisi sebagai seorang istri, sehingga konteksnya sedikit bergeser dari Mar’atun Shalihatun (perempuan shalihah) menjadi Zaujatun Shalihatun (istri shalihah). Tentu hal ini akan menyangkut hak dan kewajiban seorang perempuan ketika sudah terikat dengan akad pernikahan. Dalil yang digunakan pun juga tak jauh-jauh dari Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 34 dan Hadist riwayat Hakim yang telah pengarang sebutkan di mukaddimah kitab ini.
Sesuai Firman Allah, pengarang menjelaskan bahwa perempuan atau istri shalihah adalah para perempuan yang فانتات, yakni yang memiliki ketaatan. Taat terhadap perintah Allah dan juga suaminya, termasuk memberikan hak-hak suami dengan penuh rasa ikhlas dan tanggung jawab. Istri shalihah harus ikut serta membantu suami dalam mewujudkan keluarga yang harmonis, membantu suami dalam perkara agama maupun dunianya, serta menjadi sumber kebahagiaan bagi suaminya.
Di sisi lain perempuan atau istri shalihah juga memiliki kewajiban untuk menjaga kehormatan dirinya sendiri dengan tujuan menjaga kehormatan suaminya. Dalam potongan surah an-Nisa ayat 34 dijelaskan حافظات للغيب بما حفظ الله . Ini bermaksud bahwa seorang istri harus amanah dan pandai menjaga diri ketika tidak sedang dalam penjagaan suaminya. Pengarang memberikan penjelasan panjang dalam hal ini.
Di sela-sela penuturan pengarang tentang kewajiban, hak, serta keistimewaan-keistimewaan perempuan shalihah, pengarang menuliskan satu poin yang menarik dari kitab tafsir mimpi Ibnu Sirin, yakni mimpi bagaimakah yang merupakan pertanda seorang laki-laki akan menikahi perempuan shalihah atau munafiqah. (hlm; 25) Kemudian bagian awal dari kitab ini yang membahas tentang perempuan ditutup dengan adab-adab menjadi istri shalihah dalam kehidupan rumah tangga maupun bermasyarakat.
Pada bagian selanjutnya, pengarang memulai pembahasan tentang Mar’un Shalihun atau lelaki shalih yang diawali dengan pertanyaan murad atau makna dari firman Allah الرجال قوامون على النساء . Penjelasan ini nantinya juga berlanjut terhadap konteks laki-laki shalih yang menempati posisi sebagai suami yang shalih (Zaujun Shalihun). Pengarang menjelaskan makna dari ayat itu adalah bahwa laki-laki (suami) memiliki hak untuk campur tangan atas adab atau akhlak seorang perempuan (istri), dan juga bertanggung jawab atasnya. Seakan-akan Allah itu menjadikan suami sebagai pemimpin istri dan memberikan kuasa tanggung jawab atas haknya istri.
Sama halnya dengan pembahasan perempuan shalihah, kitab ini juga menjelaskan tentang kewajiban, hak dan keistimewaan laki-laki shalih dengan rinci. Kemudian dilanjutkan dengan adab-adab menjadi suami yang shalih baik dalam kehidupan rumah tangga maupun masyarakat luas.
Akhir dari kitab ini pengarang mengambil tema pembahasan mengenai masalah yang cukup pokok dalam kehidupan suami-istri, yakni jimak. Meski tidak secara rinci sebagaimana dalam kitab-kitab fikih yang khusus membahas tentang hal tersebut namun pengarang juga menjelaskan tema ini dengan sangat hati-hati. Dimulai dari penjelasan niat sampai adab dalam melakukannya.
Kiranya kitab ini sangat penting dipelajari dan diamalkan dalam kehidupan kita. Dengan mengkaji kitab ini kita akan tau bagaimana resep-resep jitu menjadi pribadi yang shalih-shalihah. Semoga bermanfaat
Wallahu a’lamu bisshawab.