Innalillahi wa inna ilahihi rajiun.
Kabar duka kembali datang dari keluarga besar Nahdlatul Ulama. Seorang Tokoh NU, KH Rusmani, Wafat Kamis (11/3) hari ini pukul 11.30 WIB.
Almarhum KH Rusmani dikabarkan wafat di kediamannya. Beliau pernah berpesan, jika sakit hingga meninggal, tidak mau dibawa ke rumah sakit.
Dari berbagai informasi yang saya terima, beliau pada Jum’at, 5 Maret 2021 tidak sadarkan diri. Alat bantu pernafasan tidak cukup membantu memperbaiki kondisi.
Beliau enggan makan sejak sadar dari pingsannya dan hanya minum air zam-zam serta madu, hingga menghembuskan napas terakhir. Beliau sempat tersenyum sedikit sebelum kembali pingsan dan meninggal.
Sesuai wasiatnya, KH Rusmani dimakamkan di lingkungan kediamannya pada Kamis (11/3/2021) seusai salat isak.
Hidup Seabad
Menelisik riwayat KH Rusmani mau tidak mau adalah mengaitkannya dengan pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari, mahaguru ulama Nusantara. Selama mengasuh Pesantren Tebuireng, KH Hasyim Asy’ari telah melahirkan ribuan ulama yang tersebar ke seantero Nusantara.
Rusmani merupakan satu di antara ribuan santri yang pernah berguru kepada Hadratussyekh, berasal dari pelosok desa, tepatnya di Dukuh Miri, Desa Kedawung, Kecamatan Kismantoro, Wonogiri Jawa Tengah.
Mbah Rusmani, yang umurnya kurang lebih seabad, merupakan kiai kampung yang bermukim di pelosok desa. Keberadaannya belum banyak dikenal orang, meski beberapa waktu lalu, pada April 2017, pernah santer dibicarakan di media sosial.
Pesan dalam Berkehidupan
Saat Mbah Rusmani disowani oleh Kiai Abdul Mun’im DZ yang membawa foto Mbah Hasyim, beliau tiba-tiba tidak bisa menahan tangis, “Saya tidak bisa meneruskan perjuangannya,” jawabnya ketika ditanya alasan mengapa tak bisa menahan air mata, seperti dikutip Dutaislam.com (29/04/17).
Selama hidupnya, Mbah Kiai Rusmani tetap konsisten memberikan suri tauladan dalam berbagai hal, terutama di dalam pesantren dan majelis taklim yang beliau asuh.
Kisah yang mengharukan juga dialami oleh Gus Muadz saat sowan ke Mbah Rusmani, melansir dari NU Online, Minggu (18/02/18). Sebagai seorang kiai yang sangat tawadhu, Mbah Rusmani sempat menutup-nutupi jati dirinya, enggan mengakui bahwa saat mudanya mengaji secara langsung kepada pendiri NU. Bahkan beliau menyampaikan, yang pernah mondok di Tebuireng itu adalah saudaranya bukan dirinya.
Mbah Rusmani juga berkata, “Kulo namung sering sowan mriko (saya hanya sering berkunjung ke sana),” tuturnya. “Mboten nderek ngaos (tidak ikut mengaji),” sambungnya.
Inilah sebuah cerminan kerendahan hati atau ketawadhuan santri yang harus kita contoh dan teladani. Mbah Rusmani tidak ingin dihormati berlebihan karena menjadi murid “langsung” Hasyim Asy’ari. Hal yang utama adalah memberi contoh kebaikan.
Semoga husnul khotimah, guru. Alfatihah.