Bahasa teks manuskrip melambangkan darimana naskah itu berasal, namun bagaimana jika ada naskah kuno yang berbahasa Jawa namun berasal dari Kalimantan Timur? Tentu jawabanya adalah ‘bagaimana kitab itu sampai di sana? Naskah yang berjumlah 17 lembar ini milik Risngatin, 57 tahun warga desa Sekuan Makmur, Kalimantan Timur.
Menurut pemilik, naskah ini adalah hasil ringkasan belajar penulis, ditulis pada kertas daluang yang diproduksi pabrik Leces, Probolinggo yang mulai beroperasi pada 1940 M. Teks ini menjadi menarik jika melihat tahun ditulisnya kitab Adāb al-Mar`āt karya Ahmad Sunarto Rembang yang banyak beredar. Selain kesamaan judul dan konten, redaksinya pun mirip.
Kondisi serupa juga ada pada kitab Adāb al-Mar`āt yang beratas nama KH Said Asrori Magelang serta terjemahan banten KH Khairuddin Banten. Misalnya pada ḥadith
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِفَاطِمَةَ : يا أَيُّهَا النِّسَاء أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأَطِيعُوا روجكن لأَنَّهُ أَمْرَ وَاجِبٌ ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرْتُ بِمَا أَمَرَهُنَّ الزَّوْجُ فَلَا تَكُن مخَالفالَهُ وَلا عَاصِيا وَلا غَضَبًا لَهُ وَلا مَنَّا وَلا اذَى لَهُ لِأَنَّهَا وترك اللظفن والغيبة والاذَى لعَلَامَةُ النِّسَاءِ شَاقِيْنَ وَأَهْلِ النَّارِ وَعَلَامَةُ امْرَأَةِ سَلَبَةِ الإِيمَان وَرُدَّت الأعمال إلى زَوْجِهَا عَلَامَةُ الْمُفْلِحَةِ وَالكَرَامَةِ
Risngatin lahir 6 Juni 1964 M, ia mendapat naskah ini dari ibunya Rukinah warga desa Pagotan, Madiun. Dari sinilah naskah ini bisa sampai di Kalimantan. Dari sini juga dapat diambil kesimpulan bahwa salinan teks ini lebih tua dari karya Ahmad Sunarto Rembang yang ditulis pada 1988 M menurut Andika Primasiwi dalam suaramerdeka.com Rabu, 27 April 2022. Hal yang perlu ditanyakan adalah, dari teks mana naskah ini disalin? Sehingga dapat ditelusuri lebih lanjut otograf dari teks ini. Sayangnya tidak ada keterangan dimana ibu Risngatin mondok atau mengaji kitab ini.
Ketika penulis mencoba menelusuri penelitian tentang judul kitab tersebut, ternyata ada beberapa teks yang memiliki kesamaan konten dan kemiripan judul, yakni kumpulan ḥadith- ḥadith dan pendapat ulama perihal hak dan kewajiban istri dengan selisih 1-3 lembar saja dengan naskah Kalimantan ini.
Diantaranya dalam katalog Manuskrip Kementerian Agama RI Tahun 2017 dalam teks-teks naskah Maulīd Sharāf al-Anām milik KH. Ma’mur Nawawi. Teks Adāb al-Mar’āt itu berjumlah kurang lebih 15 halaman yang ditulis dengan 12 baris setiap halaman (Mawardi dkk 2022, 6), kemudian Adāb al-Mar’āt koleksi Pesantren Tanwirul Hija Sumenep, Madura (Romzi Usman 2007, 2). Kesemuanya sama-sama ditulis dengan bahasa Arab dan Makna Jawa-Gandul. Sayangnya penulis tidak menemukan tahun penyalinannya.
Dalam naskah kalimantan, bahasa Jawa yang digunakan terkadang menggunakan bahasa “Jawa Kawi” seperti Biyung, Mempoho, Perhatosaken, bahasa yang lumrah digunakan di era Majapahit menurut Agus Sunyoto, yang untuk memahaminya seseorang barangkali harus bersanding kamus Bausastra.
Sementara Di pamekasan, Madura terdapat kitab berjudul al-Risālat Adāb al-Mar’āt Ilā Ahlihā dengan isi yang sama karya pengasuh PP Miftahul Ulum Bettet dengan Makna Gandul Pegon Madura. Di Banten juga terdapat salinan Jama‘ Arfan pada tahun 1937 M dari guru ngajinya H. Sulaiman Pontang berbahasa banten (Elisah 2021, 9).
Naskah milik Ringastin dan Jama ‘Arfan sama-sama merupakan salinan dari guru ngaji mereka, yang artinya usia naskah guru mereka tentu lebih tua. Melihat tahun penyalinan Jama‘ Arfan yang barangkali telah berusia 86 tahun, sangat dimungkinkan jika kita asumsikan bahwa teks Adāb al-Mar’āt ini sudah beredar sejak akhir abad 18 M.
Venny Indira dalam Filologi Jawa: Panduan Lengkap Praktik Penelitian Filologi menjelaskan bahwa frekuensi penyalinan teks yang tinggi tentu mengakibatkan adanya perubahan, baik hilangnya bagian teks maupun pergeseran tata bahasa dan kalimat. Yang berarti juga berpotensi termasuk hilangnya nama penulis otograf manuskrip seperti teks Adāb al-Mar`āt ini.