Kumpulan hadis ini terinspirasi dari karya besar Syaikh ‘Abdul Halim Abu Shuqqah (1924-1995), Tahrir al-Mar’ah fi Asr al-Risalah (Pembebas Perempuan pada Masa Kenabian) mengenai penguatan hak-hak perempuan dalam Islam dari teladan Nabi Saw.
Hadis Ketiga
عَنِ النَّوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ الأَنْصَارِىِّ رضي الله عنه قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الْبِرِّ وَالإِثْمِ فَقَالَ: «الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِى صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ». رواه مسلم.
Terjemahan:
Dari Nawas bin Sam’an al-Anshari ra, berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah Saw mengenai kebaikan dan keburukan. Rasul menjawab: “Kebaikan adalah akhlak mulia dan keburukan adalah sesuatu yang membuat hatimu ragu dan kamu tidak ingin orang lain melihat sesuatu itu (ada pada dirimu)”. (Sahih Muslim).
Sumber Hadis:
Hadis ini diriwayatkan Imam Muslim dalam Sahihnya (no. Hadis: 6680 dan 6681), Imam Turmudzi dalam Sunannya (no. Hadis: 2565), dan Imam Ahmad dalam Musnadnya (no. Hadis 17906, 17907, dan 17908).
Penjelasan singkat:
Seringkali orang bingung membedakan kebaikan (al-birr) dari perbuatan dosa (al-itsm). Di sini, Nabi Saw memberi panduan sederhana. Bahwa yang pertama adalah akhlak mulia dan segala perilaku baik. Sementara yang kedua adalah yang menjadikan seseorang gundah gulana dan membuatnya malu diketahui orang lain.
Teks ini menegaskan bahwa pokok kebaikan itu perilaku yang baik antar sesama. Siapapun dia. Laki-laki maupun perempuan. Keduanya dituntut memiliki akhlak mulia dalam berelasi satu sama lain. Sehingga, jika laki laki berhak memperoleh penghormatan, perempuan juga sama. Jika laki-laki mendambakan segala perlakuan baik dari perempuan, maka pun demikian perempuan dari laki laki. Tentu saja, termasuk antar lelaki dan antar perempuan. Demikianlah akhlak mulia yang diajarkan Nabi kita Saw.
Bahkan, dalam sebuah teks hadis riwayat Imam Muslim (no. Hadis 6744), seseorang bisa dianggap bangkrut secara moral agama, jika sering beribadah ritual, tetapi secara sosial justru menyakiti orang lain, mencederai, mengumpat, dan melakukan kekerasan. Seorang suami yang banyak ibadah ritual tetapi menyakiti istri dan melakukan kekerasan terhadapnya bisa dianggap bangkrut moral agamanya, begitupun hal yang sama bagi istri yang rajin beribadah tetapi pelaku kekerasan terhadap suaminya, atau anak-anaknya.
Berperilaku baik kepada orang lain adalah pokok ajaran Islam. Ini untuk meningkatkan rasa kemanusiaan seseorang dan menaikkan derajat spritualitasnya. Jika ini sudah dikenal secara umum dalam relasi antar sesama, seharusnya menjadi lebih kuat dalam relasi keluarga antara orang tua-anak dan suami istri.
Seluruh anggota keluarga harus mengupayakan agar tidak mudah marah, menyalahkan, menghakimi, apalagi melakukan tindak kekerasan. Saling memahami adalah kebaikan yang paripurna dalam sebuah relasi. Jika tidak, pondasi keluarga akan mudah runtuh dari awal. Kondisi demikian tinggal menunggu waktu untuk pecah dan berantakan.
Sekali lagi, kebaikan dalam Islam adalah berakhlak mulia kepada orang lain, juga kepada diri sendiri. Baik dalam kehidupan keluarga, maupun dalam relasi sosial yang lebih besar.