Sedang Membaca
Alissa Wahid: Gelar Pahlawan Tidak Dibawa di Akhirat, Do’a Nahdliyin Jauh Lebih Bernilai untuk Gus Dur
Boy Ardiansyah
Penulis Kolom

Guru Madrasah, Mahasiswa Pascasarjana Institut Pesantren KH Abdul Chalim Pacet Mojokerto.

Alissa Wahid: Gelar Pahlawan Tidak Dibawa di Akhirat, Do’a Nahdliyin Jauh Lebih Bernilai untuk Gus Dur

Screenshot (83)

Hasrul Azwar Hutasuhut, Duta Besar Republik Indonesia (RI) untuk Kerajaan Maroko berharap Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) dapat melahirkan kader seperti KH Abdurrahman Wahid yang toleran.  

Hal ini disampaikan Hasrul Azwar saat memberi sambutan acara webinar memperingati haul Gus Dur ke-12 dengan tema “Meneladani Gus Dur Sang Guru Bangsa: Toleransi dan Kebudayaan Cerminan Dasar Kemanusiaan”

“Semoga haul Gus Dur ke-12 yang digagas oleh PCINU Maroko mampu menemukan kader Gus Dur yang memiliki wawasan keberagaman dan tetap mempertahankan Indonesia di atas keberagaman,” kata Harul

Dubes yang telah menjabat sejak dilantik pada 13 Februari 2019 oleh Presiden Joko Widodo ini mengaku tidak terlalu dekat dengan Gus Dur baik sebelum atau sesudah menjadi Presiden. Ia hanya berkesempatan beberapa kali bertemu Gus Dur saat putra KH Wahid Hasyim itu berkunjung ke Sumatera Utara.

“Secara fisik tidak dekat dengan Gus Dur. Tetapi secara ide dan gagasan sangat dekat, karena  ide dan gagasan Gus Dur juga cukup dikenal oleh masyarakat,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menuturkan Gus Dur tokoh yang dikenal kontroversi, namun sebagian orang menganggap ide dan gagasan Gus Dur melampaui zamannya. Seperti misalnya gagasan terkait pluralisme, moderasi beragama, dan kebebsan ekspresi.

Baca juga:  Esais Muda Pesantren (5): Syaikh Yusuf Makassar; Perajut Jaringan Ulama dan Inspirasi Perjuangan Keislaman Global

Hasrul Azwar menilai dalam jabatan Presiden yang tergolong singkat, banyak terobosan yang Gus Dur lakukan. Contohnya membubarkan departemen penerangan dan memberikan terobosan hari libur bagi agama Konghucu. Hal ini merupakan cerminan dari gagasan Gus Dur tentang kemajemukan.

“Banyak yang berpikiran ide Gus Dur negatif, tetapi setelah ditelaah ternyata ide atau gagasan Gus Dur itu positif bagi kemaslahatan umat,” terangnya.

Hasrul Azwar  kembali mengapresiasi Gus Dur  saat mendirikan Forum Demokrasi (Fordem) untuk memperjuangkan ide keterbukaan di Indoneisa. Menurutnya, di tangan sahabat Gus Mus ini keterbukaan merambah ke berbagai sudut di Indonesia

Hasrul Azwar juga melihat pengabdian yang ikhlas Gus Dur untuk NU. Hal itu menjadikan nahdliyin sangat mencintai Gus Dur.

“Banyak yang ingin menjegal Gus Dur jadi ketua PBNU, tetapi nahdliyin sangat cinta dengannya. Akhirnya usaha orde baru untuk menjegal Gus Dur gagal,” ungkapnya.

Gus Dur memahami betul Indonesia dibangun atas keberagaman, kemajemukan masyarakat, sosial budaya, keberagman agama, bahasa, adat istiadat dan itulah Indonesia di tengah kebhinnekaan.

“Melihat ribuan orang setiap hari berziarah di makam Gus Dur, saya yakin beliau ahli surga,” pungkasnya.

Sementara itu, Alissa Qotrunnada Munawaroh atau Alissa Wahid mengisahkan andil KH Abdurrahman Wahid dalam membela muslim minoritas Mindanao, Filipina. Sebagai anak biologis sekaligus murid ideologis Gus Dur, Alissa menceritakan hari ke lima setelah Gus Dur wafat. Moro Islamic Liberation Front (MILF) dari Mindanao, Filipina  datang ke makam Gus Dur dan menancapkan bendera MILF.

Baca juga:  Ulama Banjar (42): KH. M. Janawi

“Kenapa bisa demikian? Karena muslim di Mindanau betul-betul merasakan pembelaan Gus Dur kepada mereka,” ungkap Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian itu. Saat itu moderator acara memperkenalkan bahwa Alissa adalah putri KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur Presiden ke-4 Republik Indonesia (RI). Mendengar ini, seorang mufti (ulama) dari Mindanau mengangkat tangan dan memberikan testimoni sambil meneteskan air mata.

“Saya tidak punya kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan Gus Dur, tetapi saya tahu persis kami ini menikmati situasi yang lebih baik. Boleh membangun masjid, sekolah Islam, perkumpulan umat Islam, itu berkat Gus Dur. Jadi bagi kami Gus Dur sangat besar jasanya,” kata Alissa Wahid menirukan pesan mufti tersebut.

Alissa kemudian menyebutkan bahwa memang dulu Gus Dur sangat serius untuk mendampingi muslim di Mindanau. Dulunya muslim di daerah ini dianggap sebagi pemberontak yang mengakibatkan dilarangnya pembuatan masjid, sekolah, perkumpulan umat Islam, dan sebagainya. Gus Dur dengan diplomasi antar agama dengan Gereja Katolik di Filipina dan sekaligus pemerintah negara tersebut.

“Nah dari situ terjadi perubahan yang dianggap sebagai buah perjuangan Gus Dur. Dan kita tau saat ini Mindanau menjadi daerah spesial atau otonomi khusus,” terangnya.

Bagi Alissa, haul Gus Dur nilainya sangat besar, bahkan melebihi gelar pahlawan  nasional yang masih diperdebatkan. Menurutnya gelar itu tidak bisa di bawa ke akhirat.

Baca juga:  Ulama Banjar (144): Drs. H. Husain Ahmad

“Tetapi doa dari nahdliyin akan menjadi persaksian di akhirat,” pungkasnya.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top