Sedang Membaca
Talkshow Inspiratif: Perempuan, Pesantren, dan Tantangan Digital

Talkshow Inspiratif: Perempuan, Pesantren, dan Tantangan Digital

Alissa Wahid

Dalam talkshow inspiratif yang diadakan oleh Pondok Pesantren Nurussalam Krapyak, Alissa Wahid (Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian Indonesia) dan Dr. Imroatul Azizah, M.Ag. (Dosen Pascasarjana UIN Sunan Ampel) menyampaikan beberapa tantangan, peluang dan tips hadapi era digital. Saat ini kita sudah memasuki era digital dan faktanya kita sedang menghadapi perubahan zaman. Ada perubahan yang khas di Indonesia, yaitu perubahan kondisi kependudukan.

Pertama, lebih banyak manusia Indonesia yang tinggal di perkotaan daripada di pedesaan. Hal ini berdampak lebih banyak manusia yang berpikir individualistik. Karena di pedesaan, norma sosial sangat tinggi dan hak individu dibawahnya. Begitu juga di pesantren yang memiliki norma sosial yang tinggi.

Adanya norma sosial yang tinggi dan hak individu dibawahnya di lingkungan pesantren, terkadang menyebabkan banyak sekali santri yang tidak bisa mengambil keputusan untuk diri sendiri dan ini berbahaya. Mengikuti  aturan tanpa berpikir kenapa aturan ini penting untuk diri sendiri dengan santri yang menjalankan aturan karena tau ini baik, bukan karena takut dihukum itu sangat berbeda.

Kalau santri tidak terbiasa berpikir untuk diri sendiri, maka nanti tidak mampu menahan gempuran dari luar. Mudah ikut karena tidak berani dan tidak mengetahui yang terbaik untuk dirinya sendiri. Jadi, cara berpikir manusia saat ini lebih banyak pola pikir yang bertumpu pada diri sendiri, dan ini adalah PR.

Baca juga:  Diaspora Santri (9): Djauhari Oratmangun: NU Berperan Signifikan dalam Diplomasi Internasional

Perubahan yang kedua, sebagian besar lebih dari 50% kategorinya kelas menengah. Kategori kelas menengah di sini satu harinya minimal Rp. 30.000,- pengeluarannya. Dampaknya, orang yang kelas menengah dia lebih punya daya beli. Sehingga, dapat memilih mau dimana dan berbuat apa. Contohnya orang bisa memilih sekolah dengan fasilitas A atau sekolah dengan fasilitas B. Mereka juga bisa memilih kepada siapa belajar dan siapa yang jadi teladan dalam hidupnya. Hal ini jika tidak diimbangi dengan yang baik-baik maka banyak orang yang akan salah melangkah. Terkadang kiai NU juga ada yang tidak dipilih karena efek perubahan kependudukan. Perubahan-perubahan ini juga yang membawa perubahan bagaimana kita berlaku termasuk perkembangan digital.

Perubahan ketiga adalah milenial. Milenial memiliki cara berperilaku dan berinteraksi yang berbeda. Hasil riset menyatakan sejak tahun 2020, ada generasi muslim baru di Indonesia. Generasi muslim yang lebih religius, tetapi punya daya beli tinggi, modern, dan digital oriented. Kalau melihat portal, sering kali yang muncul solusi permasalahan umat adalah pandangan keras. Ini tentu menjadi tantangan dan peluang bagi santri. Dr. Imroatul Azizah, M.Ag mengajak para santri NU agar bisa mewarnai internet dengan keagamaan dan solusi khas NU. Kita imbangi  hoax, ujaran kebencian, intoleransi dengan konten yang lebih kreatif tapi benar agar bisa mewarnai internet.

Baca juga:  PP NU Care Salurkan Paket Makanan Fidyah dan Kafarat di Kawasan Kumuh Jakarta

Agar bisa mengisi peran tersebut, dibutuhkan yang namanya ketrampilan dan ketangguhan pibadi. Ketika yang dibutuhkan ketangguhan pribadi, maka pada saat itu kita harus kembali kepada prinsip-prinsip dasar dalam pesantren dan harus mengasah karakter kita. Maka, harus kembali ke akhlak dengan teladan Rasulullah SAW dan Mabadi Khaira Ummah. Santri yang mengetahui tentang pesantren, maka dapat menerapkan al-muhafadhah ‘alal qadim al-shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah yang sesuai. Mengaji online juga harus mengetahui silsilahnya, jangan sampai salah berguru.

Selain itu, kita berpegang pada prinsip sosial Nahdlatul Ulama, yaitu melakukan tawazun dan tawassuth. Tawzun dan tawassuth dapat menjadi sarana agar dapat mengendalikan diri sendiri. Ketika kita tidak mampu mengelola diri sendiri, dunia digital bisa membawa bencana. Salah satu syaratnya sukses salah satunya adalah mengelola diri sendiri. . Untuk bisa luar biasa memaksimalkan setiap potensi yang ada yaitu dengan mengoptimalkan kemampuan dan pandai menyikapi era digital. Berperan aktif di era digital memang bagus, tapi jangan sampai kita jadi bergantung berlebihan dengan HP. Apabila ketergantungan itu ada, maka belajar mengendalikan diri dengan cara semisal bermain HP 1 Jam, maka harus diganti dengan kegiatan positif 1 juga juga.

Berikutnya, menguasai dunia digital dan disiplin ilmu. Karena disiplin ilmu akan berkembang cepat apalagi ilmu teknis. Umurnya biasanya 18 bulan lalu ada pembaruan, jadi kita harus rajin belajar tanpa harus diingatkan atau diperintah. Dengan ilmu dan peran penting, dapat menjadikan kita lebih diperhitungkan. Contohnya ketika ada rapat organisasi di malam hari, tetapi kamu santri yang masih di pesantren. Kamu bisa dengan tegas mengatakan  saya masih di pesantren tidak bisa kalau rapat malam hari. Apabila kamu merupakan orang yang diperhitungkan, organisasi itulah yang akan menghargai waktu kamu. Santri juga harus bisa bertanggung jawab dengan pilihannya. Apabila sudah di pesantren maka bertanggungjawablah dan luruskan niatnya supaya berkah. Adapun yang harusnya membentuk akhlak Indonesia seharusnya ya lulusan pesantren, tetapi apakah kita mampu atau tidak itu adalah tantangan.

Baca juga:  UINSA-isme dan Studi Islam Mazhab Surabaya: Orasi Ilmiah Prof. Zamzami

Sumber : Talkshow Inspiratif bertema Perempuan Pesantren di Era Digital: Tantangan dan Kesempatan yang di selenggarakan oleh Pondok Pesantren Nurussalam Krapyak Jum’at 30 Agustus 2024

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top