Sedang Membaca
Khuzaifah bin Al-Yaman: Telik Sandi Rasulullah

Nahdliyin, menamatkan pendidikan fikih-usul fikih di Ma'had Aly Situbondo. Sekarang mengajar di Ma'had Aly Nurul Jadid, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Menulis Sekadarnya, semampunya.

Khuzaifah bin Al-Yaman: Telik Sandi Rasulullah

Husein fahasbu

“Jika hendak masuk Muhajirin, silakan! Jika hendak masuk komunitas Anshor, silakan! Pilihlah yang paling engkau senangi!” Begitu komentar Rasulullah kepada kepada laki-laki yang ia baru temui pertama kali di Mekkah. Melihat penerimaan nabi yang begitu memberi penghormatan, sahabat yang lain penasaran, siapa orang ini?

Usut punya usut ia bernama Hudzaifah anak dari al-Yaman, salah seorang keturunan klan Abs, penduduk asli Mekkah tetapi kemudian bermigrasi ke Yastrib (nama Madinah zaman dulu). Di Yatsrib ini Hudzaifah dilahirkan. Ketika Islam pertama kali dideklarasikan, al-Yaman tak ragu sama sekali untuk masuk di dalamnya. Ia adalah salah satu Bani Abs yang menyatakan masuk Islam, jauh-jauh hari sebelum nabi hijah ke Madinah.

Hudzaifah dibesarkan dalam lingkungan ilmu dan cahaya keislaman. Ia kemudian masuk Islam sebelum melihat nabi. Nabi, yang ia kenal sebagai pembawa kebenaran selama ini hanya ia ketahui dari cerita. Ia tahu cerita tentang budi pekert dan kebaikan-kebaikan nabi. Hingga ia begitu rindu bertemu nabi, ia menabung rindu dan harapan untuk segera bertemu nabi. Di Mekkah, setelah melakukan perjalanan jauh, akhirnya bertemu nabi.

Ketika perang Uhud, Khuzaifah bersama ayahnya, al-Yaman ikut serta di dalamnya. Karena usianya yang sepuh, al-Yaman bersama Tsabit bin Qais diposisikan di tenda bersama kaum perempuan dan anak-anak. Ia tak dilibatkan ke medan perang. Ketika perang sedang bergejolak, al-Yaman tak tahan untuk ikut. Ia kemudian mengajak Tsabit seraya mengambil pedangnya.

Baca juga:  Abu Thalhah Al-Anshari: Demi Cinta Rela Pindah Agama

Di tengah peperangan yang mencekam, al-Yaman dan Tsabit gugur menjadi martir. Tsabit meninggal karena tebasan pedang orang-orang musyrik sementara al-Yaman meninggal karena tertimpa pedang kaum musllimin.

Selepas peperangan, Rasullullah hendak memberikan diyat (sejumlah uang yang diberikan kepada keluarga korban) kepada Khudzaifah atas nama ayahnya. Khudzaifah menolak dan berkata, “Beliau memang mencari kesyahidan dan sekarang memperolehnya. Ya Allah Swt! sesungguhnya aku menyedahkahkan hak diyatnya kepada kaum Muslimin”.

Rasulullah tipikal pemimpin yang tahu betul kemampuan dan kelebihan para sahabatnya. Lalu kemudian, kelebihan itu dijadikan poin utama menempatkan mereka di posisi-posisi tertentu. Ketika di Madinah, problem utama dalam dakwah dan penyebaran Islam adalah keberadaan kaum munafik dan orang-orang yang memang ingkar kepada keberadaan nabi. Mereka memiliki tujuan dan maksud jahat kepad nabi secara khusus dan Islam secara umum.

Nah, kepada Khudzaifah ini rasulullah membeberkan nama-nama kaum munafik yang perlu diawasi dan dimonitoring pergerakannya. Dalam tangannya terdapat daftar hitam nama-nama orang munafik dan musuh Islam. Sejak itu, Khudzaifah mendapat gelar Shohibu Sirr al-Rasulullah, intelejen pribadi rasulullah.

Dalam banyak kesempatan, rasulullah memakai keahlian Khudaifah. Dalam perkara-perkara genting, membahayakan, Khudzaifah dipercaya oleh nabi. Misal ketika perang Khandaq, sebuah perang besar kaum muslimin versus koalisi orang kafir Quraish dan Yahudi Bani Nadhir Madinah. Perang ini begitu menguras psikologi kaum Muslimin karena kondisi begitu genting. Digambarkan: kanan kiri, depan belakang kaum muslimin berhadap-hadapan dengan musuh.

Baca juga:  Kiai Syafawi: Adik Kiai Cholil Juraimi yang Tuna Netra dan Alim Ilmu Alat

Berkat ketangkasan dan kecanggihan intelegen Khudzaifah, perang ini berjalan dengan lancar dan kemenangan ada di pihak kaum Muslimin. Disebut bahwa malam hari sebelum perang meletus, Rasulullah mengutus Khudzaifah ke jantung musuh. Di tengah gelapnya malam, angin yang begitu dingin dan suasana yang mencekam, Khudzaifah masuk untuk memecah gelombang strategi musuh dengan “mencuri” info mereka.

Sepanjang hidupnya, Khudzaifah terus memegang status sebagai intelejen rasulullah. Pasca rasul wafat, praktis hanya ia yang tahu daftar orang munafik di Madinah. Dari itu, Khalifah Umar bin Khattab selalu merujuknya ketika ada warga Madinah yang meninggal. Jika Hudzaifah ikut hadir menyalati, maka Umar juga ikut. Sebaliknya jika ia absen dalam prosesi perawatan jenazah, Umar juga mundur. Sebab, dalam ajaran Islam ada aturan pelarangan menyalati orang-orang Munafik. Dan di tangan Hudzaifah itulah daftar hitam orang menafik tercatat.[]

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top