Sedang Membaca
Dakwah On The Street: Mengenal Jati Diri di Sudut Kota Adelaide, Australia Selatan
Avatar
Penulis Kolom

Penulis adalah salah satu alumni mahasiswa international di The University of South Australia, Adeaide, Australia Selatan. Saat sekarang penulis adalah tenaga pendidik di STKIP Yapis Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Dakwah On The Street: Mengenal Jati Diri di Sudut Kota Adelaide, Australia Selatan

Atribut Kaos Yang Dikenakan

Perasaan gugup menguasai diri saya di hari itu. Berbalut atribut agama yang Identik dengan atribut yang menunjukkan I’m a Muslim, saya bersama beberapa teman lainnya harus berdiri dan bicara soal Islam di kota yang tersohor akan julukan “the city of a thousand churches”.

Kekhawatiran yang besar akan serbuan pertanyaan tentang Islam pun mengganggu pikiran saya dan membuat saya belum menikmati peran ini dengan penuh ketenangan. Ada sekelumit pertanyaan yang hadir dalam pikiran di tengah kegugupan saya menjalani peran ini. Bagaimana jika saya tidak bisa menjawab pertanyaan kritis dari orang-orang yang berlalu lalang di pusat kota Negeri Seribu Gereja ini? Bagaimana jika pengetahuan agama dan Bahasa Asing saya masih belum cukup mumpuni ? bagaimana jika sikap rasis dari mereka muncul ditengah agenda?

Dakwah on The Street adalah kegiatan yang ‘memaksa’ saya untuk mengasah kemampuan ilmu agama saya yang masih sangat minim. Kegiatan ini diadakan oleh organisasi Islam di kampus, Islamic Society of University of South Australia dalam rangka merayakan National Qur’an Day. Saya bersama tim menjalankan peran sebagai ‘agent of information’ untuk berdakwah langsung dengan warga Non-Muslim di pusat kota Adelaide. Kegiatan ini cukup familiar bagi diri saya pribadi karena sudah sering saya saksikan melalui Channel Youtube dan kali ini saya terlibat langsung dalam kegiatan luar biasa ini. Masyaallah, lantas nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan?.

Kegiatan ini berlangsung di salah satu sudut kota Adelaide, tepatnya di perempatan Hungry Jack. Lokasi ini dipilih karena menjadi pusat keramaian yang dilewati oleh pedestrian sehingga dinilai cukup strategis dan efektif untuk memperkenalkan islam. Dalam kegiatan ini, dikemas beberapa agenda yang diadakan ; membagikan Al-Qur’an gratis, tanya jawab seputar Islam, dan mengajak warga lokal maupun warga International lainnya untuk mendengarkan lantunan ayat Al-Qur’an.

Saya bersama dua orang relawan lainnya ditugaskan untuk menghandle agenda yang terakhir, Dimana kelompok kami harus meminta para pedestrian yang berlalu lalang di pusat kota untuk secara sukarela mendengarkan rekaman bacaan Al-Qur’an yang sudah kami sediakan.

Baca juga:  Menengok Penganut Mazhab Sunni di Negeri Syiah

Dakwah On The Street ini berlangsung dari pukul 10 pagi hingga 17.00. Suruh panitia yang kebanyakan berasal dari negara-negara Timur Tengah mengambil job desk masing-masing sesuai dengan koordinasi yang dilakukan di hari sebelumnya. Untuk menarik perhatian para pejalan kaki, selain mengenakan atribut kaos berwarna kuning yang bertuliskan ‘I am a Muslim Ask Me About Islam’, kami juga menyebarkan beberapa pamflet yang berisi tentang informasi dan pertanyaan seputar Islam. Ternyata, tidak mudah menjalani peran sebagai relawan dibidang ini, perlu kesabaran penuh dan memiliki skil marketing ala Sales Promotion Girl (SPG).

Berbagai respon dan ekspresi muncul dari para Non-Muslim selama acara ini. Ada yang dengan tegas menolak untuk didekati bahkan tidak ingin menerima pamflet yang kami sebar. Ada pula yang sangat tertarik, memuji dan mengajukan banyak pertanyaan kepada para panitia terkait hal yang ia ingin ketahui terkait Islam. Khusus di kelompok saya yang menghandle terkait mendengarkan Al-Qur’an, ada satu ekspresi dari salah seorang pedestrian yang cukup lekat diingatan saya.

Pada saat kami menawarkan untuk mendengarkan Al-Qur’an, sontak laki-laki berkulit putih berambut pirang bertanya dengan polos ‘What is Koran? is it a song? I never know about Koran (apa itu Al-Qur’an? apakah itu lagu? saya belum pernah tahu tentang Koran (Al-Qur’an)’. Terus terang, saya cukup kaget mendengarnya. Ternyata apa yang saya tonton selama ini di dunia YouTube dengan genre tema acara yang sama memang betul adanya. Masih banyak sekali orang-orang asing diluar sana bahkan tidak paham dan tidak pernah tau apa itu Al-Qur’an. Ada juga kutipan dialog yang menunjukan ketertarikan kepada Al-Qur’an. Berikut kutipan dialog dari kegiatan tersebut :

Panitia : “How do you feel after listening this voice?” (Apa yang anda rasakan selepas mendengarkan suara ini?)

Baca juga:  Benteng Batu Berdarah: Konflik Islam-Kristen dan Portugis di Ambon Abad 16

Peserta : “Oh ye, This voice is so peaceful. I could feel the strong message that is being transferred into my soul. I dunno, my heart ‘s so relax. I should learn more about it for understanding the message. Thanks for letting me to have this wonderful experience”. (Oh ya, suara ini sangat mendamaikan. Bisa saya rasakan pesan kuat yang ingin disampaikan didalam diri jiwa saya. Entahlah, hati saya sangat damai. Mungkin saya harus belajar lebih jauh lagi tentang ini agar dapat mengerti pesan yang ingin disampaikan. Terimakasih sudah mengijinkan saya untuk merasakan pengalaman wonderful seperti ini). Bahkan selepas mendengarkan Al-Qur’an, peserta yang berhidung mancung berambut pirang tersebut, langsung menuju ke meja panitia lain dan meminta ijin untuk mengambil berbagai macam buku da selebaran tentang Islam. Beliau berkata“May I take these books? I would read these at home” (Bisakah saya mengambil buku-buku ini? Saya ingin membacanya di rumah). Mendengarnya berujar demikian, benar-benar membuat perasaan kami sangat senang.

Di sisi lain, ketua komunitas kami, Athar, sedang asyik meladeni pertanyaan dari warga Non Muslim bahkan dari mereka yang mengaku tidak memiliki agama. Beberapa hal yang mereka tanyakan :

“Why women in your religion should cover their hair and body? What happens? Is it as a symbol that Islam really strict to women?” (kenapa para wanita di agama mu harus menutup rambut dan tubuh mereka? Memangnya apa yang terjadi? apakah ini representasi bahwa Islam sangat ketat memperlakukan wanita?). Mungkin karena paham dan sering diajukan pertanyaan ini, cara ketua komunitas kami menjawab pertanyaan ini tentu tidak dijawab menggunakan ayat Al-Qur’an dan hadis terlebih dahulu, namun beliau menjawabnya dengan cara menggunakan perumpamaan dan logika terlebih dahulu. Berikut kutipan jawaban beliau yang saya langsung artikan dalam Bahasa Indonesia :

Apakah anda punya perhiasan atau barang paling mahal di rumah ? Jika iya, bagaimana cara anda menyimpannya? Apakah anda menyimpannya di tempat yang aman dan tertutup sehingga tidak banyak orang asal mengambil dan menyentuhnya ? tentu anda akan melakukan demikian. Nah, begitupun dengan cara Islam memperlakukan wanita. Tuhan kami memerintahkan kepada wanita untuk menutup mereka dengan jilbab karena mereka sangat spesial, Allah berusaha menjaga mereka. Mendengar jawaban tersebut, sipenanya menjawab, “hmmm. Make sense. So logic. I reckoned that Islam is so strict to women” (Hmm. Masuk akal. Saya pikir islam itu sangat ketat kepada wanita).

Baca juga:  “Menu Sawah” ala Desa Cingkrong

Ada banyak pelajaran yang saya petik dari kegiatan ini. Salah satu diantaranya adalah terkait sikap yang dihadirkan dalam menghargai perbedaan yang ada. Meski sempat menolak dan ada yang berdebat sengit terkait pertanyaan seputar Islam, selama berdialog dan diakhir dialog, sikap sopan baik dari Bahasa tubuh maupun tutur kata senantiasa terceminkan. Meskipun ada beberapa yang melontarkan ucapan keberatan, tidak ada tindakan rasis yang cukup berat dirasakan. Dari kegiatan ini saya mendapatkan banyak hikmah untuk mengenal jati diri saya sebagai seorang muslim. Alih-alih ingin menunjukkan identitas ‘I’m a Muslim’ dan memiliki ilmu agama yang mumpuni, ternyata saya belajar dari mereka di hari itu bahwa uraikan dari sikap dan rajin baca literatur di bidang lain, seperti Sains serta meningkatkan kemampuan

Bahasa asing juga dapat menjadi modal penting saat menjadi relawan Dakwah on The Street di negara minoritas Islam.

Dari sini, saya juga merefleksikan diri. Belajar di negeri asing khususnya di negeri minoritas bukan saja persoalan terkait seberapa persiapan Bahasa Inggris dan mental yang dimiliki untuk fokus menyelesaikan studi yang tengah diemban. Persiapan diri untuk mengenal dan memperdalam agama Islam sangat penting dilakukan. Sebab akan ada saja skenario yang mempertemukan kita dengan mereka yang ingin tahu terkait identitas agama sekaligus mengenal lebih dekat pencipta-Nya lewat ‘testimoni’ diri kita.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top