Kumpulan hadis ini terinspirasi dari karya besar Syaikh ‘Abdul Halim Abu Shuqqah (1924-1995), Tahrir al-Mar’ah fi Asr al-Risalah (Pembebas Perempuan pada Masa Kenabian) mengenai penguatan hak-hak perempuan dalam Islam dari teladan Nabi Saw.
Pengakuan atas Hak-hak Perempuan
Hadis Keenam
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما قَالَ :قَالَ عمر بن الخطاب رضي الله عنه: كُنَّا فِى الْجَاهِلِيَّةِ لاَ نَعُدُّ النِّسَاءَ شَيْئًا، فَلَمَّا جَاءَ الإِسْلاَمُ وَذَكَرَهُنَّ اللَّهُ، رَأَيْنَا لَهُنَّ بِذَلِكَ عَلَيْنَا حَقًّا. رواه البخاري.
Terjemahan:
Dari Ibn Abbas ra, berkata: Umar bin Khattab ra berkata: “Dulu kami, pada masa Jahiliyah, tidak memperhitungkan perempuan sama sekali. Kemudian ketika Islam turun dan Allah mengakui mereka, kami memandang bahwa merekapun memiliki hak atas kami”. (Sahih Bukhari).
Sumber Hadis:
Hadis ini diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Sahihnya (no. Hadis: 5904), tetapi tidak ditemukan di sumber-sumber lain.
Penjelasan Singkat:
Ini pernyataan dan pengakuan Umar bin Khattab ra mengenai Islam yang telah memberikan hak-hak bagi perempuan. Sesuatu yang tidak pernah mereka miliki sebelum Islam datang, yaitu masa Jahiliyah. Sebagaimana direkam berbagai ayat Alquran, perempuan pada masa itu dianggap hina, orang tua merasa malu jika yang lahir adalah bayi perempuan, dan tidak sedikit dari mereka yang akhirnya dikubur hidup-hidup karena orang tua tidak siap menanggung malu.
Jika pun diterima, perempuan lebih dipandang sebagai barang yang dimiliki, bukan manusia yang bermartabat. Dinikahkan secara paksa pada masa kanak-kanak, diceraikan semena-mena, digantung tanpa cerai atau tetap dalam pernikahan, dipoligami tanpa batas, dijadikan jaminan hutang, dihadiahkan kepada tamu, dan tidak diberikan peran sama sekali dalam urusan sosial. Islam hadir, sebagaimana dalam pernyataan Umar, untuk mengikis tradisi diskriminatif ini dan mengangkat mereka sebagai manusia utuh.
Jika bayi perempuan lahir harus disyukuri sama seperti laki-laki, yang mengasuh dan mendidik mereka akan memperoleh pahala dari Allah Swt, jika dinikahkan tidak boleh lagi dipaksa tapi harus dengan kemauan dan kerelaannya, sebagai istri harus diperlakukan secara baik dan bermartabat, diajak musyawarah bersama dalam mengelola keluarga dan rumah tangga. Jika perempuan ditinggal mati suami, ia tidak boleh diwarisi paksa oleh keluarga, diberi kesempatan yang sama untuk memperoleh akses ekonomi, pendidikan, sosial, dan politik.
Dus, perilaku diskriminatif terhadap perempuan adalah sisa tradisi jahiliyah, sementara perilaku yang simpatik, empatik, dan kerjasama adalah prinsip dan ajaran yang dibawa Islam.