Dalam perjalanan untuk mengikuti sebuah acara di Eropa, pesawat yang ditumpangi Gus Dur ditunda keberangkatannya. Dia lalu diberi penginapan gratis, di Bangkok.
Dalam lift menuju ke kamarnya, Gus Dur ditawari cewek. Diterimakah tawaran itu? “Gratis aja nggak mau,” jawabnya.
Pada kesempatan lain, ketika dia berkunjung ke suatu daerah bersama beberapa pejabat, dia malah didatangi perempuan di kamar hotelnya.
Semula, kata Gus Dur, dia tidak tahu bahwa yang datang itu adalah “wanita yang biasa melayani tamu hotel.” Maka ketika perempuan itu mengetuk pintu kamarnya, Gus Dur menyilakannya masuk, lalu mereka berbincang-bincang.
“Baru setelah setengah jam ngobrol, saya tahu kalau dia itu adalah wanita yang sengaja dikirim untuk melayani saya,” tuturnya.
Kemudia dia berusaha menjelaskan kepada wanita tentang dirinya.
“Begini, ya, kalau orang lain mungkin bisa. Tapi kalau saya dihadapkan pada situasi seperti ini malah nanti tidak berani melihat muka sendiri di cermin. Bahkan kalau pulang mungkin akan digebuki.”
Mendengar penjelasan itu, wanita tadi bukannya segera pergi. Dia takut dimarahi si pengirimnya. Lalu jalan keluarnya, si wanita kiriman itu tidur diranjang, sedang Gus Dur mendengkur di kursi panjang yang ada di kamar hotel itu. Pintu kamar sengaja dibuka. Tapi dari luar tentu tempat tidur tidak kelihatan.
Melihat “adegan” tadi, banyak orang di hotel itu heran. “Kok kamar hotel pintunya terbuka sementara di dalamnya ada orang tidur di kursi panjang.” (Sumber: Ger-Geran Bersama Gus Dur, Penyunting Hamid Basyaib dan Fajar W. Hermawan, Pustaka Alvabet, 2010)