Sedang Membaca
Inggit Ganarsih, Perempuan di Samping Soekarno
Rizki Amalia
Penulis Kolom

Mahasiswi Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris, UPI Bandung, pernah nyantri dan aktif di berbagai organisasi Islam. Selain menjadi guru dan pengelola media, dia juga telah menerbitkan dua buku terkait toleransi. Email: rizkiamalia308@gmail.com.

Inggit Ganarsih, Perempuan di Samping Soekarno

Nama ‘Inggit Ganarsih’ tak banyak ditemukan di buku sejarah mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Tapi bukan berarti Inggit tidak memiliki kiprah berarti bagi sejarah bumi pertiwi. Keputusan Inggit untuk berpisah dari suaminya yang kaya raya, lalu memilih menikah dengan Soekarno yang belum berpenghasilan dan masih menjadi mahasiswa, adalah salah satu bukti kehebatan cinta mampu mengalahkan harta.

Menurut Hendrasmara dalam bukunya Menelusuri Jejak Marilyn Monroe, sejak ribuan tahun yang lalu, perempuan dan kekuasaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Berkuasanya pemimpin dunia selalu bertautan dengan cinta dan dukungan dari perempuan yang ada di dekatnya, baik ibu atau istrinya. Cerita dari Julius Caesar dan Cleopatra, Louis XVI dan Marie Antoinette, juga cerita Napoleon, Josephine dan Marie Louise menjadi contoh dari betapa berpengaruhnya perempuan terhadap kekuasaan lelaki di dekatnya. Hal ini juga berlaku bagi pemimpin Indonesia, Soekarno. Kiprahnya yang mendunia tak dapat dipisahkan dari peran istri keduanya, Inggit Ginarsih.

Sebelum hidup dengan Soekarno, Inggit telah menikah dengan Haji Sanusi, seorang pedagang kaya raya yang aktif di Sarekat Islam, Bandung. Namun akhirnya, mereka bercerai setelah dialog panjang yang tidak mempertemukan kehendak masing-masing. Pada 24 Maret 1923, Inggit menikah dengan Soekarno. Seluruh acara persiapan pernikahan mereka dibantu oleh Haji Sanusi. Hal ini menunjukkan hubungan Inggit masih baik dengan mantan suaminya tersebut.

Menemani Soekarno dalam Masa Sulit

Baca juga:  Kiai Masjkur, Sebelum Berjuang di Medan Perang, Menampa Dirinya dengan Ilmu

Berbeda dengan istri Soekarno lainnya, Inggit adalah perempuan yang paling setia menemani Soekarno dalam masa sulit tanpa ikut menikmati masa kejayaan Soekarno. Karena masih menjadi mahasiswa, di masa-masa awal menikah, Soekarno tidak memiliki penghasilan. Untuk biaya hidup sehari-hari Inggit harus bekerja dengan berjualan bedak dan minuman herbal hasil buatan tangannya sendiri.

Saat Soekarno harus mendekam di penjara, Inggitlah yang selalu setia mengirimnya makanan dan uang. Uang tersebut Soekarno gunakan untuk membayar penjaga tahanan agar dia dapat memperoleh koran.

Ketika Soekarno ingin membaca buku karya Sartono, Inggit rela berpuasa selama tiga hari untuk bisa menabung dan membawakan buku tersebut ke dalam jeruji besi. Seperti yang tersebut di buku Ku Antar Ke Gerbang; Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno karya Kartahadimadja, dari buku dan koran yang dibaca, Soekarno bisa menghasilkan karya fenomenalnya yang berjudul Indonesia menggugat.

Inggit adalah istri Soekarno yang rela berjalan 20 kilometer untuk menjenguk Soekarno saat tahanannya dipindah ke Sukamiskin. Perempuan tangguh ini pun rela menemani Soekarno saat dia dibuang ke Ende. Meskipun, dalam masa sulit tersebut Inggit harus kehilangan ibu kandungnya yang meninggal akibat penyakit yang tak dikenal.

Perempuan di Samping Soekarno, Bukan di Baliknya

Inggit bukanlah perempuan di balik Soekarno yang hanya aktif di balik tirai suaminya. Inggit adalah perempuan pejuang di samping Soekarno. Saat Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), Inggit ikut aktif dalam mengelola dan mengembangkan partai tersebut. Inggit juga aktif mencari dan menganalisa keadaan politik untuk dia beritahukan kepada Soekarno yang berada di dalam penjara.

Baca juga:  Tradisi Barifola, Sebentuk Kepedulian Sesama Warga di Maluku Utara

Dikutip dari International Journal of Social Science and Humanity dalam tulisan berjudul Inggit Garnasih and Her Big Role as Soekarno’s Wife, John Legge mengatakan;

Pada tahun-tahun penting selama 1920, Soekarno telah tampil di depan publik dengan percaya diri karena ditemani oleh Inggit. Bagi Soekarno, Inggit bukan hanya penyemangat jiwa, namun juga sumber kekuatan.

Hikmah Perjalanan Hidup Inggit dan Soekarno

Ada banyak hikmah yang dapat kita ambil dari perjalanan hidup Inggit dan Soekarno meski mereka bukanlah ulama. Karena seperti apa yang dikatakan oleh Hukama’, kita bisa mengambil hikmah dari arah mana saja dalam hidup ini.

Tanpa membincang soal akidah, pernikahan Inggit dan Soekarno layaknya pernikahan Khadijah dan Rasulullah. Jika Khadijah lebih tua 15 tahun dari Muhammad SAW, Inggit 12 tahun lebih tua daripada Soekarno. Umur yang lebih tua ini membuat dua perempuan ini memiliki kepribadian sangat matang dan dewasa. Hal ini pula yang kiranya menjadi penyebab dua perempuan ini memiliki mental yang tangguh untuk menemani suaminya dalam masa-masa paling sulit dalam perjuangan. Ini yang harus menjadi tauladan bagi para perempuan. Setiap pernikahan akan selalu mengalami masa sulit. Perempuan yang tangguh seperti merekalah yang akan dapat membuat suami senantiasa bangkit dan semangat kembali dalam medan juang.

Baca juga:  Sufi Perempuan: Hukaymah dari Damaskus

Seperti halnya Khadijah, Inggit juga rela menyerahkan uang hasil kerja kerasnya untuk membantu perjuangan suaminya. Dalam Islam, yang berkewajiban untuk mencari nafkah keluarga adalah suami. Seperti tersebut dalam Al-Baqarah ayat 233, “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.”

Terkait hal tersebut, ulama yang terkenal dengan karyanya Tafsir Al-Misbah, M. Quraish Shihab berkata, “Jangan tanya akal kalau dalam hal pernikahan, tanya hati. Sebab akal akan memikirkan kekurangan yang tak mungkin bisa habis”. Jika menggunakan akal, perempuan dan laki-laki yang menikah akan banyak menuntut pasangannya, termasuk menuntut untuk dinafkahi sesuai dengan keinginan mereka. Namun jika menggunakan hati, pasangan suami istri akan berusaha untuk saling menutupi kekurangan, saling mengisi dan saling melengkapi.

Sifat dan perilaku Inggit Ganarsih yang setia mendampingi Soekarno dalam masa penuh derita adalah contoh perempuan yang menggunakan hatinya dalam menjalani kehidupan rumah tangga, bukan hanya akalnya. Perempuan yang siap selalu mendukung perjuangan suami akan melihat suaminya akan menemukan kejayaan di suatu hari nanti. Entah dia ikut menikmati masa kejayaan itu ataupun tidak. Dukungan istri bagi suami adalah nyawa dan ruh dari ikatan rumah tangga.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top