Sedang Membaca
Generasi Santri Millenial dan Demokrasi Oligarki
Supriansyah
Penulis Kolom

Penggiat isu-isu kedamaian dan sosial di Kindai Institute Banjarmasin

Generasi Santri Millenial dan Demokrasi Oligarki

Pesan Kiai A’la untuk Presiden Jokowi

Di bait mars Hari Santri 2019 tertulis “Hari Santri sebagai bukti cinta pada negeri”, menyiratkan bahwa besarnya jasa kalangan santri bagian penting dari Indonesia ini, sehingga diperingati sebagai hari besar di Negara ini.

Memang, sulit membantah peran kalangan santri di masa revolusi Indonesia. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri, yang merujuk pada terbitnya “Resolusi Jihad” yang berjasa membakar semangat juang para pejuang kala itu. Tanggal tersebut kemudian dijadikan medium merawat ingatan bagi banyak kalangan, terutama santri, terus menjaga rasa kebangsaan yang telah dicontohkan di masa revolusi Indonesia.

Saat Hari Santri dijadikan medium untuk mentransmisi semangat dan rasa kebangsaan, terutama kepada seluruh kalangan santri, baik yang sudah selesai ngaji atau masih di Pondok Pesantren. Maka, cita dan harapan luhur tersebut menjadi menarik jika dihubungkan dengan fakta bahwa generasi santri sekarang, terkhusus bagi yang masih mondok, adalah bagian dari generasi millenial. Sebab, generasi tersebut memiliki model dan gaya gerakan sosial politik yang cenderung berbeda dengan generasi Y atau Baby Boomers, yang diasumsikan memiliki sikap dan pemahaman kebangsaan yang utuh dan berkeadilan.

Gerakan Politik Generasi Santri Milenial di Ranah Demokrasi Indonesia

Sekitar sebulan yang lalu, Awkarin sebagai salah satu generasi millenial mengejutkan sebagian besar pengamat politik dengan aksi sosial di waktu terjadi demostrasi besar di Jakarta beberapa waktu lalu. Aksi Awkarin yang menyatakan sikap politik lewat media sosial dan turun ke jalan, seakan menyentakkan bagi kebanyakan orang yang mestigma milenial sebagai generasi yang labil, penuh keraguan dan apolitis. Awkarin yang bersenjatakan aksi nyata di lapangan dan media sosial telah membuat standar baru dalam gerakan sosial politik sekarang.

Baca juga:  Pesantren di Kabupaten Sanggau: Dakwah di Daerah Perbatasan 3 Negara

Gerakan sosial politik yang diartikulasikan oleh generasi milenial memang dipengaruhi oleh banyak hal. Diantaranya adalah media sosial, pendidikan dan kultur demokrasi yang berbeda dengan apa yang telah dialami oleh generasi sebelumnya, sehingga generasi milenial memiliki referensi politik dan diartikulasi berbeda di ranah sosial politik.

Dengan bantuan perkembangan dunia teknologi, generasi milenial adalah generasi yang memiliki keberterimaan yang baik atas perbedaan primordial dan politis, seperti ras, gender, etnis, atau warna kulit. Media sosial adalah faktor yang paling mempengaruhi keberterimaan mereka. Sebab, batas-batas primordial tersebut dalam media sosial menjadi kabur yang kemudian dilupakan. Lewat medium yang sama pula, gerakan anak muda milenial ini menjadi lebih efektif dan susah diprediksi dari sisi jumlah yang terus membesar.

Kondisi sosial politik yang dihadapi dan terdedah di hadapan generasi milenial, lewat berbagai medium seperti media sosial, televisi dan lain-lain, turut menjadikan kesadaran politik mereka menjadi terasah. Jadi, interkoneksi merupakan kemewahan yang benar-benar mereka manfaatkan sehingga artikulasi aksi politik yang berbeda dengan generasi lain. Ruth Milkman dalam artikelnya berjudul A New Political Generation: Millennials and the Post-2008 Wave of Protest, merumuskan bahwa ada empat ciri dalam gerakan politik generasi milenial. Yaitu, pertama, penolakan hierarki horisontal. Kedua, cenderung menolak berpartisipasi pada organisasi lama dan kaku. Ketiga, bergerak secara organik dalam perjuangan menyuarakan suara rakyat. Empat, berhadapan dan menentang langsung pada struktur sosial yang menindas, ketimbang melawan lewat jalur tradisional, seperti memenangkan pemilu atau menjadi pemimpin.

Baca juga:  Toa dan Ketakutan terhadap Anjing Gila

Kembali ke santri, bagaimana santri mendefenisikan gerakan politik mereka di ranah demokrasi Indonesia sekarang? Sebelum menjawab pertanyaan ini, posisi santri milenial harus disadari bahwa posisi mereka lebih banyak didefenisikan bukan mendefenisikan, lebih dilihat bukan melihat dan lain-lain yang menempatkan mereka sebagai objek bukan subjek. Di sisi lain, santri milenial banyak dilihat sebagai kelompok yang rentan terpapar ideologi yang bisa mengancam rasa nasionalisme dan kebangsaan. Padahal, mereka mungkin sekali memiliki imunitas sendiri terhadap persoalan tersebut, dan malah memiliki sikap dan pandangan yang bebas dari kepentingan pragmatis dan sempit.

Memang, aktifitas santri milenial di media sosial memang masih rendah karena berbagai alasan, seperti alasan peraturan pondok pesantren dan lain-lain. Oleh sebab itu, kondisi ini memaksa kehadiran santri milenial dengan berbagai pemikiran yang terbuka dan memiliki pandangan nasionalisme dan kebangsaan, diantaranya diperoleh dari mempelajari turats (baca: kitab kuning karya ulama terdahulu), harus tersingkir dan malah menempatkan mereka menjadi penonton saja sekarang.

Padahal, dengan modal kelindan antara pemikiran dan rasa kebangsaan dan nasionalisme dari kitab kuning dalam pemikiran santri dengan pemikiran ala generasi milenial yang progresif dan independen, sebagaimana dijelaskan di atas, mungkin bisa menjadi diskursus baru di ranah pergerakan sosial politis, dan kritik bagi para pemangku kekuasaan agar tidak terjebak dalam rasa ultra-nasionalisme yang rentan menyeret Negara pada fasisme atau otoritarianisme.

Baca juga:  Najmuddin at-Thufi Menyoal Otoritas Teks dan Kemaslahatan

Santri milenial harus mulai diberikan kesempatan atau mengambil inisiatif untuk menjadi diri mereka sendiri, mendefenisikan kebangsaan dan nasionalisme dari sudut pandangan mereka dan tidak terjebak pada model perjuangan yang lama. Sehingga gerakan politik mereka yang progresif juga bisa menjadi diskursus dan bertarung, termasuk di media sosial, dalam peran menjaga demokrasi Indonesia, agar tidak terjatuh atau terseret ke dalam arus politik oligarki.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top