Sedang Membaca
Diaspora Santri (18): Diplomasi Santri Indonesia di Tiongkok

Kandidat PhD Hubungan Internasional Central China Normal University (CCNU) Wuhan, Wakil Rois Syuriyah PCINU Tiongkok dan Dewan Pembina PPI Tiongkok 2018-2021

Diaspora Santri (18): Diplomasi Santri Indonesia di Tiongkok

Whatsapp Image 2020 10 28 At 5.55.10 Pm

Arus pelajar Indonesia yang studi ke luar negeri saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Saat ini tak kurang ada lebih dari 30 ribu pelajar Indonesia yang menempuh studi di luar negeri. Salah satu destinasi studi favorit bagi pelajar Indonesia adalah Tiongkok. Tiongkok saat ini menjadi destinasi favorit pelajar Indonesia nomer dua setelah Australia. Dikutip dari data Atase Pendidikan KBRI Beijing, Pelajar Indonesia di Tiongkok pada 2019 lalu berjumlah 15.780 orang. Dengan berbagai macam latar belakang disiplin keilmuan.

Gelombang tingginya pelajar Indonesia yang studi ke Tiongkok meningkat pasca tahun 2000an, khususnya setelah tahun 2011, dengan berbagai macam latar belakang masyarakat.
Kemajuan pesat ekonomi, teknologi dan pengaruh Tiongkok secara global saat ini menjadi salah satu alasan. Selain itu, arus investasi Tiongkok ke Indonesia yang semakin meningkat yang saat ini menduduki peringkat dua setelah Singapura di Indonesia menjadi alasan tersendiri.

Dengan keterbukaan dan kemajuan sistem pendidikan di Tiongkok yang didorong juga kebijakan Negara tersebut dalam menginternasionalisasi pendidikannya dalam The Outline of China’s National Plan for Medium and Long-term Education Reform and Development 2010-2020 yang isinya mempromosikan pertukaran dan kerja sama internasional, memperkenalkan sumber daya pendidikan yang berkualitas di luar negeri, dan meningkatkan pertukaran dan kerja sama. Kebijakan tersebut menjadi pilar terbukanya pendidikan di Tiongkok.

Tak heran, Seperti yang dirilis oleh Project Atlas data (2017), saat ini Tiongkok masuk dalam kategori tiga besar destinasi tujuan studi mahasiswa asing secara global setelah Amerika Serikat dan Inggris. Pada 2017, Tiongkok menerima sekitar 442,773 mahasiswa asing. Dari jumlah itu, Indonesia menduduki peringkat ketujuh dengan prosentase 3.4 persen. Setelah Korea Selatan 15,9 persen, AS 5,38 persen, Thailand 5,2 persen, India 4,22 persen, Pakistan 4,20 persen, dan Rusia 4,05 persen.

Baca juga:  Loyalitas Mengabdi Tidak Sekadar Mengikuti

Di tengah arus deras meningkatnya pelajar Indonesia yang ke Tiongkok juga terdapat ratusan santri alumni berbagai pesantren khususnya dari pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Fenomena ini menjadi sangat menarik. Karena selama ini, santri identik meneruskan belajar ke Timur Tengah, atau ke Australia atau Negara Barat lainnya.

Belajar ke Tiongkok masih menjadi tantangan tersendiri. Sebagian masyarakat menganggap Tiongkok adalah negara komunis dan atheis yang anti islam. Isu sensitif dan negatif selalu menyertai jika menyebut kata Tiongkok. Persepsi yang terbangun dari pemikiran lama dampak warisan Perang Dingin antara Blok Barat dengan ideologi Liberal Kapitalis dan Blok Timur yang Sosialis Komunis.
Padahal Perang Dingin sudah berakhir sejak tiga dekade lalu. Persepsi masyarakat itu juga muncul terbangun dari warisan Orde Baru yang anti-China, yang masih menghinggapi kepala sebagian masyarakat Indonesia.
Ideologi, Ekonomi, dan Teknologi
Kebangkitan Tiongkok seolah sudah diprediksikan oleh almarhum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sekitar 20 tahun lalu. Setelah disumpah menjabat sebagai Presiden RI, Gus Dur mengunjungi Tiongkok pada 1-3 Desember 1999. Dalam kunjungan tersebut, Gus Dur menawarkan konsep poros Jakarta-Beijing-New Delhi. Visi dan strategi Gus Dur adalah ingin membuat politik penyeimbangan (political balancing), yang selama era Orde Baru, Indonesia lebih condong ke Amerika Serikat dan Barat.

Gus Dur dengan visinya yang luar biasa, melihat Tiongkok akan menjadi kekuatan motor penggerak ekonomi dan geopolitik dunia. Yang saat ini kita kenal dengan Abad Asia. Istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kepercayaan bahwa abad ke-21 akan didominasi oleh politik, ekonomi, dan budaya Asia, sama seperti abad ke-20 yang sering disebut Abad Amerika, dan abad ke-19 disebut Abad Inggris.

Baca juga:  Naskah Lengkap Pidato M. Quraish Shihab di Depan Pemimpin Agama-Agama

Globalisasi yang selama ini didominasi AS dengan perilaku Unipolar-nya diperkirakan sebentar lagi berakhir dengan naiknya kekuatan penyeimbang baru, Tiongkok, yang dimulai dari ekonomi. Dampak global pandemi Corona saat ini seolah menjadi salah satu bukti yang mengakselerasi terjadinya perpindahan (power shifting) global ke arah Asia khususnya Tiongkok dengan berbagai macam indikasi ekonomi, politik, sains dan teknologi.
Melihat Tiongkok tidak bisa dengan kacamata sebelum 40 tahun lalu dengan kacamata ideologi. Apalagi sejak Deng Xiaoping dengan Keterbukaan dan Reformasi Tiongkok (Gaige Kaifang) 1978 yang melahirkan Ideologi Sosialisme Berkarakteristik China, yang pragmatis dan market driven. Komunis sebagai jubahnya, tapi baju dan perilakunya menganut ekonomi pasar.

Bagi Tiongkok, ideologi adalah urusan masing-masing Negara. Seperti dalam ajaran Yan Zi, seorang filosof kuno sekitar 2000 tahun lalu dalam kumpulan ajaran Huai Nanzi, ia menganalogikan dengan menanam pohon jeruk di sisi selatan dan utara dari Sungai Huai, walaupun sama-sama pohon jeruk, tapi hasil buah dan rasanya ada perbedaan, karena dipengaruhi tanah dan air yang berbeda.
Itulah mengapa, bahwa melihat Tiongkok saat ini harus dengan kacamata ekonomi dan kemajuan teknologi. Salah satu saja contoh yang sangat nyata akan praktek keterbukaan ekonomi dan kemajuan teknologi Tiongkok adalah kota Shenzhen, yang berbatasan langsung dengan Hongkong. Shenzhen yang 40 tahun lalu masih desa nelayan miskin. Oleh Deng Xiaoping dijadikan pilot project Kawasan Ekonomi Khusus. Sekarang menjadi Silicon Valley-nya Tiongkok. Simbol kesuksesan dan kemajuan teknologi modern.

Diplomasi Santri

PCINU Tiongkok yang walaupun baru lahir secara resmi sejak Agustus 2017, akan tetapi peran aktif untuk menjadi jembatan hubungan Indonesia-Tiongkok khususnya di level hubungan antar masyarakat kedua Negara bisa dikatakan cukup signifikan. Peran PCINU Tiongkok menjadi salah satu aktor kunci setidaknya bisa dilihat dari respon masyarakat, pemerintah dan akademisi Tiongkok. Salah satunya dalam mengundang khusus PCINU Tiongkok di dua konferensi internasional terkait Indonesia-Tiongkok. Konferensi Budaya Islam Indonesia-Tiongkok di Quanzhou dan Konferensi Pengembangan Hubungan Antar Masyarakat Indonesia-Tiongkok di Wuhan pada musim gugur 2019 lalu. Mereka meminta berbagi pandangan dan masukan terkait hubungan dua Negara.

Baca juga:  Covid 19 di Pesantren (4): Wawancara Eksklusif dengan Alissa Wahid

Islam bisa menjadi salah satu pintu masuk jembatan diplomasi kedua Negara. Indonesia yang penganut Islamnya terbesar di dunia, dan di Tiongkok ada sekitar lebih dari 30 juta penduduk yang muslim. Ada kesamaan yang khas di dalam Islam di kedua negara. Relasi Islam, negara dan nasionalisme. Salah satu contohnya di banyak masjid di Tiongkok banyak ditemukan kaligrafi bertuliskan slogan Hubbul Wathon Minal Iman. Dan ceramah-ceramah di hari Jumat atau Hari Raya menyisipkan pesan nilai-nilai patriotisme.
Diplomasi Islam ini sejalan dengan misi Indonesia yang mengangkat Islam Indonesia yang moderat dan ramah sebagai salah satu instrument diplomasi untuk perdamaian global. Melawan stigma dan kekerasan yang tidak bertanggung jawab mengatasnamakan Islam yang dilakukan oleh gerakan-gerakan ekstrimisme. Problem yang sama yang juga dihadapi oleh Tiongkok di wilayah Xinjiang.
Setidaknya santri yang belajar di Tiongkok berperan ganda. Belajar di Tiongkok tidak hanya mencari ilmu pengetahuan dan teknologi, tapi juga mengamalkan ilmunya untuk bisa berdakwah atau berdiplomasi. Berdakwah dengan menyebar keteladanan nilai-nilai keindonesiaan dan keislaman yang penuh rahmat dan moderat.

Santri adalah salah satu generasi yang multi talenta. Kedepan, menjadi salah satu aktor kunci kemajuan global bagi bangsa Indonesia. Kemajuan yang ditopang oleh penguasaan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi, tanpa lepas dari nilai-nilai luhur agama dan bangsa [].

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top