Para ulama seringkali berbeda pendapat ketika menghukumi sesuatu, hal ini lumrahnya disebabkan cara pola berfikir antara ulama satu dengan yang lain itu berbeda. Namun bukan berarti agama islam itu agama yang hukumnya mencla mencle, perbedaan tersebut lahirnya adalah karena yang dihukumi adalah asalnya mubah bukan haram. Misalnya ulama ketika ditanya hukum minum khamr, jawabannya ya sudah pasti haram, karena sudah ditetapkan perkara ini haram.
Lain lagi perkaranya jika yang ditanyakan adalah mubah, seperti hukum designer rok mini, hukum asalnya designer/mendesign adalah mubah maka kemudian ada perkara yang mempengaruhi hal tersebut yang kemudian melahirkan hukum yang lain (hukum baru) dan seringkali menimbulkan perbedaan. Berkaitan dengan pembahasan hukum designer rok mini, berikut cerita guyonan Gus Baha ketika mengisi pengajian yang dilansir dari cuplikan video.
“Dulu saya sering mewakili Bahtsul Masail ketika mondok di Mbah Maimoen dengan Gus Ghofur. Tapi ndak tau ceritanya, kemdian Gus Ghofur mendapatkan gelar Professor tafsir, dan saya ikut menekuni tafsir juga. Lama-lama orang lupa dengan status saya yang faqih, padahal itu adalah status yang penting juga. Tapi kadang status faqih itu menyesatkan karena bagini, ada designer yang membuat suatu produk untuk wanita. Dengan design ini pasti kalo dipakai akan memperlihatkan auratnya, bagaimana hukumnya designer ini?
“Lalu kemudian kyai-kyai yang sepuh atau yang khusyu’ akan menghukumi dengan hukum haram, karena dengan trend ini banyak wanita yang membuka aurat. Berbeda dengan kyai-kyai yang muda, entah saking nakalnya atau saking ngantukannya atau saking pintarnya berkata seperti ini,
‘pak kyai, yang di design itu apa?’
‘ya rok itu’
‘lalu rok itu fungsinya menutupi atau membuka aurat?’
‘ya menutupi’
‘kan lumayan dengan adanya rok itu masih menutupi, kalau hukumnya haram ya mestinya dilepas, apa tidak malah haram untuk melepasnya?’
Kyai sepuh bingung dengan pertanyaan ini, maka kemdian dengan guyonnya berkata ‘wah aseemane bocah iki’
“makanya ini itu guyon ilmiah, repotnya menghadapi orang alim muda ya seperti itu, ketika tidak menyukai pemikirannya faktanya memang itu benar dan ilmiah, ketika menyukai pemikirannya nyatanya itu fasiq. Dengan adanya perbedaan tersebut antara fikih dan ilmiah, maka saya kemudian dipanggil oleh kyai sepuh setelah acara bahtsul masail ‘gus, saya mengakui kalau anda ini orang yang alim tapi, masalah yang tadi itu benar-benar repot jawabannya‘. Jadi, musyawarah bahtsul masail itu, nanti ada redaksinya yang kemudian dibukukan.
‘kalau nanti dihukumi halal, maka nanti orang-orang muslimah memakai rok itu semua’
Gus Baha membantah ‘tapi kalau redaksinya haram, orang-orang malah gak pakai rok pak’
Akhirnya kyai sepuh itu mengambil kesimpulan ‘kalau begitu pertanyaan dan jawabannya yang tadi dibuang saja agar tidak dimasukkan di redaksi’ jamaah tertawa dengan kesimpulan tersebut.
Kemudian Gus Baha’ berkata ‘makanya kalian tidak wajib manut saya, saya ini ilmiah orangnya, jadi untuk kehidupan ke-salehan itu kurang baik. Tapi tetap saja ini ilmu, dalam kaidah fikih itu seperti ini, ما لا يدرك كله لا يترك كله
‘apa yang tidak bisa diraih (dilakukan) semuanya (secara menyeluruh), tidak boleh ditinggalkan seluruhnya’ artinya misalnya seseorang tidak memakai jilbab padahal muslimah kita tidak bisa/tidak boleh (jangan menghakimi) dengan mengatakan ‘sekalian saja tidak usah pakai pakaian’, karena kembali lagi kepada dalilnya”.