Sedang Membaca
Ulama Banjar (61): H. Mahlan Amin
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ulama Banjar (61): H. Mahlan Amin

H. Mahlan Amin

(L. 1918– W. 1988)

Tim mengalami kesulitan menghimpun data tentang biografi guru seni baca Al-qur’an yang satu ini, karena tidak menemukan anak-anak atau pihak keluarganya yang sekarang katanya ada di Banjarmasin. Akhirnya tim hanya mewawancarai sahabat dekatnya ketika sama sama tergabung dalam organisasi seni baca Al-Qur’an yang bernama Jam’iyyatul Qurra wa Al-huffaz.

Beliau adalah KH. Birhasani (90) yang sekarang masih sehat, tinggal di komplek veteran Jl.A. Yani km 1 Rt. 18 No 57 Kelurahan Sungai Baru, Banjarmasin. Ketika di temui, informan ini mengaku pernah serantang seruntung dengan H. Mahlan amin dalam mengayuh bahtera organisasi baca Al-Qur’an tersebut.

Menurut Birhasani, H. Mahlan Amin, embel-embel di belakang namanya adalah nama orang tuanya yaitu H. Amin. Pada masanya, orang tuanya ini terkenal sebagai qari yang suaranya merdu sekali sekaligus guru seni baca Al-Qur’an. H. Mahlan begitu sebutan akrabnya lahir di desa Tambalangan Amuntai sekitar tahun 1918, sejak kecil hingga remaja menjelang dewasa tinggal didaerah kelahirannya ini setelah dewasa urban ke Banjarmasin, tinggal di daerah Kuripan, berikutnya pindah ke Teluk Dalam.

Sebenarnya, menurut informan ini, H. mahlan mempunyai beberapa orang saudara, namun ia tidak mampu mengingat nama saudara saudaranya itu, H. Mahlan mempunyai beberapa orang istri dalam waktu yang berbeda, salah satu dari Belimbing Malang Jawa Timur. Dari perkawinannya dengan orang Malang ini telah di anugrahi 5 orang anak masing masing bernama: Bahrudin, Nahwani, Darkanidan dua orang perempuan yang tidak ingat lagi siapa namanya dan diduga masih hidup sampai sekarang.

H. Mahlan memiliki suara khas yang cukup merdu yang menjadi modal utama baginya untuk bisa membaca Al-Qur’an dengan baik. Harapannya ini terwujud dalam kenyataan, sehingga ia terkenal sebagai qari terunggul yang sulit mencari tandingannya di masanya. Disamping qari juga sebagai guru seni baca Alquran yang pertama di Banjarmasin bersama H. Mukhtar yang juga qari dan hafal al-Qur’an (hafiz) di Benua Anyar Banjarmasin.

Baca juga:  Kiai Sahal Mahfudh (2): Fiqih Kebangsaan Kiai Sahal

Sementara qari dan guru seni baca al-Qur’an di masanya tidak sanggup mengalahkannya, seperti guru seni baca al-Qur’an yang bernama H. Bustami Ahmad (orang tua Hj. Wahidah Arsyad) di Barabai, HM. Yusuf di Nagara Hulu Sungai selatan, H. Darmawan di Amuntai Hulu Sungai Utara, dan H. Zamzam di Tanjung.

Pada mulanya H. Mahlan Amin mulai dikenal masyarakat ketika menjadi bilal tetap di Masjid Raya Amuntai. Setelah urban ke Banjarmasin kehebatannya di bidang ini (qari dan guru mengaji) makin berkembang. Hal ini disebabkan karena ia bertemu dan berteman dengan sejumlah qari dan guru seni baca al-Qur’an lainnya.

Pertemanannya dengan H. mukhtar membuat kemahirannya di bidang ini makin meningkat, sehingga menurut H. Birhasani kemahirannya di bidang seni baca al-Qur’an hanya karma berguru dengan orang tuanya sendiri dan hasil pergaulan dan pengalamannya dengan qari dan guru-guru al-Qur’an ketika berada di Amuntai dan di Banjarmasin.

Pada waktunya H. Mahlan mengabdikan diri kepada masyarakat dengan memberikan kesempatan bagi yang berbakat dan berminat memperdalam seni baca al-Qur’an. Berdasarkan kehebatannya itu masyarakatpun belajar dengannnya, terutama kaum wanita, sementara kelompok pria sedikit sekali. Pembinaan ini dilaksanakan di rumahnya.

Biasanya H. Mahlan mendatangi tempat pembinaan ini dengan mengendarai sepeda biasa dan hal ini sama sekali tidak menyurutkan perjuangannya. Pembinaannya ini mendatangkan hasil yang membanggakan, karena terbukti banyak qari qariah yang berprestasi di arena musabaqah pada kesempatan berikutnya adalah jasil binaannya.

Meskipun MTQ di masanya belum ada namun apabila ada pertemuan dan acara yang khusus membaca al-Qur’an berlagu mesti diikuti murid-muridnya. Setelah selesai melantunkan kalam Ilahi, ada sejumlah komentar masyarakat yang mengatakan bahwa murid-murid yang belajar dengannya itu mendapat pujian banyak orang karena bagusnya bacaan baik dilihat dari aspek tajwid, fashahah, lagu dan suara.

H. Mahlan pada daasarnya tidak mempunyai mata pencaharian tetap, biaya hidup keluarga hanya mengandalkan pemberian atau ‘hadiah’ muridnya karna jasanya mengajarkan al-Qur’an, meskipun sekali-sekali ada kiriman pihak keluarganya di Amuntai. Rupanya demikian H.Birhasani, Allah menjamin rezeki hamba-Nya apalagi yang mengabdikan diri di bidang seni baca al-Qur’an seperrti yang terjadi pada pribadi H. Mahlan ini.

Baca juga:  Ulama Banjar (67): KH. Djamaluddin

H. Mahlan makin dikenal masyarakat luas sebagai qari dan guru al-Qur’an, sehingga semakin memotivasi masyarakat belajar dengannya. Dalam berbagai kesempatan ia diminta membaca al-Qur’an dan mengajarkannya di beberapa daerah Kalimantan selatan. Juga diminta mengajarkannya di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, seperti di Sampit, Palangka Raya, Samarinda, Balikpapan.

Dan menurut H. Birhasani, keahliannya di bidang seni baca al-Qur’an terutama di bidang lagu dan suara dapat dikatakan cikal-bakal munculnya qari qariah di Kalimantan Selatan, Kalimatan Tengah dan Kalimantan Timur. Hal ini sesuai tekadnya sejak awal, bahwa hidupnya akan diwaqafkan untuk kepentingan pembinaan dan pembelajaran seni baca al-Qur’an ini.

Bagi memperluas jangkauan pengembangan pembelajaran seni baca al-Qur’an ayng dilakukan, ia melibatkan diri dalam organisasi Jam’iyyatil Qurra wa al-huffaz binaan Nahdhatul Ulama (NU). Ia ditunjuk sebagai ketuanya, namun karena tidak banyak pengalaman bidang organisasi di samping kesibukannya mengajarkan al-Qur’an, maka berdasarkan kesepakatan, H. Birhasani dimohon menggantikannya, organisasi tingkat Kalimantan Selatan ini makin berkembang dan menjadi cikal-bakal lahirnya organisasi baru yang bernama Ikatan pelajar Qiraatul al-Qur’an (IPQIR), H. Djahri Fadli dan H. Gazali Rahman terlibat di dalamnya. Setelah itu lahir pula organisasi seni baca al-Qur’an yang bernama Ikatan Qari Nahdhatul Ulama (IQNU), para qari dan pengajar al-Qur’an bergabung dalam organisasi-organisasi ini, dan membuat semangat mempelajari seni baca al-Qur’an bermunculan di berbagai daerah.

Kehendak dan ketentuan Allah berlaku dalam hidup ini, terkadang terjadi di luar jangkauan akal manusia. Salah satu buktinya di Desa Tandakan Awayan Hulu Sungai Utara ketika itu ada seorang kepala desa (pambakal) dalam berbagai kesempatan selalu ingin mengadakan kegiatan pembacaan ayat-ayat al-Qur’an, katakanlah semacam “Lailatul Qira’ah’. Diundangnyalah qari dan guru-guru al-Qur’an se Kalimantan Selatan untuk berkumpul di daerahnya melantunkan ayat suci al-Qur’an. Hal ini mendapat simpati dan apresiasi tinggi dari masyarakat lebih-lebih oleh para qari dan para pengajar al-qur’an. Sehingga pada waktunya mereka berhadir dan secara bergiliran melantunkan kalam Ilahi. KH. Idham Chalid ketika itu masih berada di Amuntai juga diundang dan dalam beberapa kali pertemuan bisa menghadirinya.

Baca juga:  Eksploitasi Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kiai Muhammad Al-Fayyadl

Setiap kali beliau didaulat menyampaikan tausiah atau ceramah agama pada kesempatan yang mulia itu. Pertemuan ini positif sekali, membuat pembelajaran al-Qur’an di zaman H. Mahlan ini makin semarak. Makin ‘berkibar’ lagi ketika munculnya piringan hitam yang berisi syair bahasa arab dengan vokalisnya Ummu Kulsum Mesir, yang secara tidak langsung menginspirasikan lagu-lagu Alquran ala Mesir. Menyusul lagi dengan tibanya qari kehormatan Syekh al-Barr dari Jawa Timur dan beberapa mukimin Indonesia di Mekkah yang kembali ke tanah air di antaranya dari Kalimantan Selatan, seperti H. Abd. Muthalib Martapura. Yang terakhir ini sebelumnya memang qari dan kemudian menjadi guru seni baca Alquran terkenal di Kabupaten Banjar dan di Kalimantan Selatan.

H. Mahlan selain qari dan guru seni baca Alquran yang disegani yang paling menonjol di zamannya, juga sebagai juru dakwah (mubaligh) terutama mengisi ruang tafsir Alquran di Radio Republik Indonesia (RRI) Nusantara III Banjarmasin dengan materi khusus terjemahan ayat Alquran kemudian berusaha memahami terjemah dan maknanya.

Kehendak Allah pasti berlaku, menjelang usianya yang ke-70. Mahlan mengalami sakit dan akhirnya dipanggil menghadap hadirat-Nya, berpulang ke rahmatullah pada tahun 1988 dalam usia sekitar 70 tahun. Mudah-mudahan Allah membalas jasanya dengan pahala yang berlipat ganda, amin.

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
2
Lihat Komentar (2)
  • Assalaamu’alaikum
    Apakah yang dimaksud disini adalah KH Mahlan Amin dari Amuntai yang dulu pernah belajar Al Quran di Mekah dan pernah menjadi juara Qoriah se Indonesia?

    • InsyaaAllah benar. Beberapa informasi di atas ada yg kurang akurat. Misal tentang perkawinannya di Malang, itu bukan di Belimbing melainkan di desa Pakisaji kabupaten Malang. Punya putra 4 orang, Saya sendiri dan 3 org adik saya, yg terakhir kembar.

      Adapaun beliau meninggal pada bulan April tahun 1980, bukan 1988.

      Makam beliau ada di Pakisaji, Malang.

      Terima kasih

Komentari

Scroll To Top