Ketika mondok di Pesantren Al-Munawwir, Gus Mus – sapaan akrab Kiai A. Mustofa Bisri – memiliki cerita menarik bersama Romo Kiai Abdul Qodir Munawwir. Cerita ini Gus Mus sampaikan pada acara Khotmil Qur’an dan Haul al-Maghfurlah Kiai R. Abdul Qodir Munawwir pada tahun 2009.
“Apakah kalian semua tahu, berapa lama aku mengaji Surat al-Fatihah kepada beliau, Romo Yai Abdul Qodir, sampai betul-betul lancar dan fasih?” tanya Gus Mus kepada para hadirin.
“Coba kalian tanyakan kepada Gus Najib, KH. R. M. Najib AQ, berapa lamanya Dia mengaji Surat al-Fatihah kepada gurunya?”
Gus Mus melanjutkan, “Saya tiga bulan, coba bayangkan, tiga bulan, biss (sembari mencontohkan bacaan Basmalah sambil meringis). Masyaallah sampai saya merasa sakit hati, lha wong santri yang lain sudah pada khatam, kok aku masih Fatihah saja, loro atiku (sakit hatiku)”
Usut punya usut, ternyata sang ayah (KH. Bisri Mustofa) ketika menitipkan Gus Mus kepada Romo Kiai Abdul Qodir Munawwir secara sungguh-sungguh. Saking sungguh-sungguhnya, jelas Gus Mus, bapak saya berpesan setengah mengancam kepada beliau, seraya berkata;
“Kiai, hari ini saya titip anak saya kepada Kiai. Tolong ajari anak saya bagaimana caranya membaca Fatihah yang baik dan benar. Tapi ingat Kiai, kalau nanti Shalat anak saya sampai tidak diterma oleh Allah SWT lantaran Fatihah yang Kiai ajarkan, saya akan tuntut Kiai nanti di Yaumil Hisab (Hari perhitungan semua amal manusia).
Sambil tertawa lebar Gus Mus melanjutkan, “lha pantesan saja mengajiku Fatihah sangat lama, lha wong Bapakku berpesan kepada Kiai Abdul Qodir ya cuma Fatihah saja kok, tidak dengan yang lain-lainnya, jadi pantes saja lama.”
Teruntuk para guru-guru, wabil khususMbah Yai Abdul Qoddir Munawwir, al-Fatihah…
Sumber: M. Mas’udi Fathurrohman, Romo Kiai Qodir, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2011.