Alkisah, suatu hari Abu Nawas dimintai bantuan oleh seseorang yang ingin menyewa sebuah rumah. Orang yang ingin menyewa rumah ini masyhur dengan sifat kikirnya. Berangkatlah keduanya menuju rumah yang hendak disewa orang kikir tadi.
Singkat cerita sampailah Abu Nawas dan si kikir tadi di rumah yang hendak disewa. Keduanya berkeliling mengecek keadaan rumah tersebut. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba datang seorang pengemis dengan baju compang-camping dan kurus kerontang, pengemis pun meminta kepada si kikir tadi.
“Tuan, berikanlah aku sedikit kebaikan yang ada padamu!” pinta sang pengemis.
“Allah akan memberikanmu kebaikan itu” jawab si kikir. Pengemis itupun pergi dengan tangan hampa tanpa membawa apapun.
Selang waktu tak begitu lama, datang pengemis kedua yang meminta sedekah kepada si kikir.
“Tuan, sedekahkan sedikit saja apa yang Allah berikan kepada tuan” pinta pengemis kedua. Si kikir tadi menjawab “Allah akan mengasihimu, pergilah!”.
Abu Nawas terheran-heran melihat kelakuan si kikir tadi. Tak butuh waktu lama datanglah pengemis ketiga yang minta kepada si kikir, hasilnya pun sama, si pengemis berlalu begitu saja tanpa membawa apa-apa. Sungguh keterlaluan.
Abu Nawas yang kesal melihat kelakuan si kikir lalu bertanya, “Bagaimana tuan, jadi menyewa rumah ini?” tanya Abu Nawas. “Wahai Abu Nawas, sebenarnya aku suka dengan rumah ini, tapi kok banyak pengemis ya?” ujar si kikir.
“Tenang saja tuan, toh sedari tadi saya lihat Tuan tak memberi apapun kepada para pengemis,” timpal Abu Nawas.
Tanpa basa-basi si kikir itu pun pergi tanpa kata-kata. Seperti ia tak jadi menyewa rumah. (Diterjemahkan dari kitab Abu Nuwas fi nawadirihi wa ba’di qasaidihi, karya Salim Samsuddin)