Produktivitas ulama ditandai dengan karya tulis. Seperti para pendahulu, banyak dikenal karya tulis yang mungkin jutaan judul, yang hingga kini terabadikan menjadi bahan kajian di pesantren juga lembaga keislaman termasuk perguruan tinggi. Karya tersebut menyimpan khazanah ilmu dengan beragam disiplin sesuai dengan corak dan gaya bahasa yang ditulis. Hingga kini, karya tersebut selain dijadikan bahan kajian, juga dijadikan sumber rujukan yang daya proyeksinya cukup kuat dalam isyarat teks untuk menyelesaikan permasalahan keagamaan. Sebut saja misalnya al-Suyuthi, ia memiliki karya yang cukup banyak.
Dalam Tarikh Mishr, Ibn Ilyas menyatakan bahwa al-Suyuthi memiliki hampir 600 karya tulis dalam beragam ilmu. Sering kali pula, ulama yang menulis tidak menghitung dan memperhatikan berapa karya yang telah ditulis. Keinginan kuat untuk produktif melekat pada diri mereka.
Ibnu Iyas mengatakan dalam Tarikh Mishr, karangan tokoh kelahiran Asyuth, Mesir, itu mencapai 600 karya tulis di berbagai disiplin ilmu. Sebagiannya ada yang mengikuti pola pertama, kedua, dan begitu seterusnya. Bahkan, sering kali ulama yang bersangkutan tidak memperhatikan dan menghitung, berapa jumlah karangan yang berhasil ia hasilkan. Sebab, obsesi yang ada dalam diri mereka adalah produktivitas.
Jumlah Karya Ulama Cianjur
Produktivitas ulama tidak hanya pada awal pembentukan dan perkembangan disiplin ilmu, beberapa puluh tahun ke belakang, karya ulama terus bertambah dan berkembang.
Tak terkecuali di Cianjur, karya ini cukup banyak. Beberapa kyai atau ulama Cianjur telah banyak menorehkan tulisan dalam setiap disiplin ilmu. Fenomena ini menjadi luar biasa, sebab beberapa ulama di Cianjur menjadi rujukan bagi ulama lain di luar daerah. Sebut saja Mama Gentur KH Ahmad Syatibi dan KH Abdullah bin Nuh, misalnya, karyanya menjadi pegangan untuk kajian keislaman bukan hanya di Cianjur, melainkan di luar daerah Cianjur.
Berapa jumlahnya? Hasil penelusuran salah satu pengurus MUI Kab. Cianjur, KH Ending Bahrudin (22/12/2022), jumlahnya mencapai ratusan. Karya ulama ini cukup beragam dalam kajian ilmu keislaman. KH Ending Bahrudin melakukan konfirmasi dan kompilasi dari beberapa pesantren dan ahli waris penulis. Tercatat 24 lokasi dan personal yang dikunjungi. Hasilnya memperoleh informasi ratusan karya ulama Cianjur.
Mama Gentur memiliki 35 karya. KH Abdullah bin Nuh 50 karya. KH Abdul Halim 19 karya. KH Abdul Qadir Rozy 17 karya. KH Ingi Badruzzaman 13 karya. KH Ahmad Sujai 2 karya. Juga karya ulama lainnya. KH Ending Bahrudin menulis setiap judul karya ulama tersebut. Hasilnya adalah 267 karya ulama. Jumlah ini cukup luar biasa. KH Ending Bahrudin tidak hanya memastikan jumlahnya, melainkan mengumpulkan hampir semua karya tersebut. Yang tak kelah menariknya, terdapat karya ulama perempuan Cianjur, Hj. Rd. Mursyidah Abdullah Bin Nuh (isteri KH Abdullah bin Nuh) yang menghasilkan 5 karya.
Kegiatan ini dipandang penting dalam melestarikan khazanah keislaman khususnya untuk warga Cianjur. Setidaknya, karya ini menunjukkan bahwa ulama Cianjur memiliki karya produktif yang isinya dapat dijadikan bahan kajian bagi masyakat khususnya pemerhati kajian keislaman.
Pola dan Corak Tulisan
Dalam kitab Azhar al-Riyadl, Ibn al-Muqirri mencatat beberapa pola tulisan ulama. Pertama, karya asli yang belum pernah ditulis oleh orang lain. Kedua, penyempurnaan ide pendahulu. Ketiga, koreksi terhadap kesalahan. Keempat, klarifikasi atau bahkan penyederhanaan terhadap karya yang kompleks dan detail. Kelima, ringkasan karya sebelumnya. Keenam, mengumpulkan karya yang menyebar di beragam media. Ketujuh, mengurutkan kembali tulisan ulama sebelumnya.
Merujuk pada pendapat ini, karya ulama Cianjur yang berjumlah 267, dapat dikategorikan pada beberapa hal. Pertama, karya yang menjelaskan pendapat sebelumnya. Hal ini dapat ditemukan pada karya ulama yang bersifat tuqilan, taqrir, dan risalah yang umumnya menggunakan Bahasa Sunda. Misalnya pada beberapa karya Mama Gentur, KH Abdul Halim, KH Afifufin Mugni. Kedua, karya yang asli yang belum dihasilkan oleh pendahulunya.
Karya ini banyak ditulis oleh KH Ingi Badruzzaman dengan bahasa pengantar tulisan berbahasa Arab, bukan Arab Pegon. KH Ingi Badruzzaman dalam lima kitab karyanya menunjukkan pola ini, al-Risalah Al-Qasyasyiyah Fi Hukm Al- Hisabiyah, ‘Aun Al-‘Ibaad, Al-‘Umdah Fi Bayan Hukm Al- Ihram Fi Jiddah, Al-Intikhab Fi Hisab Al-Qath’iy, dan Al-Tahqiq. Ketiga, pola ringkasan. Pola ini ditemukan pada kitab La Thaifiyyah fi al-Islam ringkasan Ana Muslim Sunniy Syafii’y, keduanya karya KH Abdullah bin Nuh. Keempat, pola penyempurnaan ide pendahulu.
Pola ini dapat ditemukan pada karya berupa syarah, salah satunya adalah al-Salam wa al-Wi’am karya KH Ingi Badruzzaman untuk syarah kitab La Thaifiyyah fi al-Islam karya KH. Abdullah bin Nuh. Keempat, pola koreksi, yang dapat ditemukan pada kitab al-‘Umdah karya KH Ingi Badruzzaman terkait dengan fatwa tentang ihram dari Jeddah. Keempat, pola pengumpulan pendapat ulama dalam penjelasan tematik tertentu. Pola ini cukup banyak ditemukan, salah satunya pada kitab MAJMU’ Al-Khuthab Al-Juma’iyyah dan Al-Aurad karya KH Abdul Qadir Rozy, juga pada Kitab Shalawat Dan Aurod, Hikmah Syariah Islam, karya KHR Abdul Halim.
Selain pola, corak tulisan yang digunakan terdapat tiga tipe utama. Pertama, tulisan Arab Pegon baik bahasa Arab maupun bahasa Sunda. Corak ini hampir banyak ditemukan pada pola risalah dan taqrir, terutama kitab ini dijadikan rujukan dalam pembelajaran di pesantren. Kedua, menggunakan bahasa Indonesia, yang dapat ditemukan pada karya Hj. Rd. Mursyidah Abdullah Bin Nuh (Istri Yang Shaleh, Keutamaan Guru , dan Do’a-Do’a Yang Diijabah). Ketiga, corak tulisan berbahasa Arab bukan Arab Pegon. Corak ini dapat ditemukan pada karya KH Ingi Badruzzaman pada lima kitab yang disebutkan di atas.
Perlu waktu dan keseriusan dalam memetakan produk ulama Cianjur ini. Namun, setidaknya tulisan ini dapat memberikan informasi mengenai produktivitas ulama di Cianjur dan eksistensi karya ini dalam kajian-kajian keislaman khususnya di pesantren. Wallahu A’lam.