Senantiasa memakai masker sembari memegang gunting di tangan kanannya. Tangan kirinya memegang kepala lelaki muda bermasker yang duduk di kursi kayu sambil menyilangkan kaki. Perkakas cukur tampak di meja dan alat gunting seadanya sebagai sarana usaha. Dalam beberapa menit, potongan rambut pelanggannya berubah menjadi lebih rapih sesuai keinginan pelanggan yang datang. Begitulah gambaran Bapak Romli, tukang cukur di kawan Imogiri Timur, Yogyakarta saat bekerja.
Awal Mula Membuka Usaha
Bapak berusia 36 tahun ini menjalankan usaha pangkas rambutnya mulai awal tahun 2012. Awalnya Pak Romli ikut orang lain terlebih dulu sejak tahun 2007. Beliau menuturkan bahwa modal awal untuk membuka usaha pangkas rambut ini antara sepuluh jutaan. Modal itu ia gunakan untuk membeli peralatan dasar perkakas cukur seadanya.
Tidak ingin bekerja bergantung dengan orang lain adalah semangat Pak Romli membuka tempat potong rambut ini. Cita-citanya dapat membuka cabang di berbagai tempat masih terus diusahakanmeski kini terganjal seretnya pemasukan. Ia berharap, ikhtiarnya itu bisa membantu bagi orang-orang yang membutuhkan mata pencaharian tapi belum memiliki skill yang cukup mumpuni.
Tempat pangkas rambut bapak Romli yang buka dari jam 9 pagi hingga jam 9 malam ini juga memiliki model rambut favorit bagi anak-anak atau remaja. Model rambut mandarin dan juga undercut kini digandrungi banyak anak muda. Ciri khas model model rambut itu adalah potongan tipis di sisi pinggir sampai belakang tapi tebal di bagias atas.
Sepi Pengunjung
Adanya pandemi virus Covid-19 memiliki dampak yang luas kepada berbagai profesi, tidak terkecuali tukang pangkas rambut yang banyak kita temukan ‘mangkal’ di sepanjang jalan. Bapak Romli merasakan hal serupa. Nominal sepuluh ribu rupiah tiap kali jasa potong Bapak Romli dapatkan. Dulu sebelum pandemi, dalam sehari Pak Romli bias mendapat pendapatan 250 ribu sehari dan dalam satu minggu bias mendapatkan satu juta rupiah. Kini, turunnya pendapatan bahkan sampai 50%.
Dua kursi pelanggan miliknya yang dulu sering terisi penuh, kini jika salah satunya terisi, rasa syukur sudah diucap Pak Romli. Ia menceritakan sepinya pelanggan terutama saat awal Covid terjadi. Di awal covid, tempat potong rambut sangat dihindari masyarakat karena khawatir rentan tertular. Kontak langsung antara pemangkas rambut dan pengunjung dalam proses potong rambut menjadi kekhawatiran yang banyak dirasakan kala itu. Ditambah lagi anggapan bahwa banyak orang yang berdempet di dalam ruangan kecil menambah ketakutan masyarakat hingga di awal covid pengunjung sangat sepi berdatangan.
Menyiasati hal itu, penggunaan masker dilakukan oleh Pak Romli dalam proses melayani pelanggan agar rasa percaya pelanggannya tumbuh. Jaga jarak bagi pelanggan pun diterapkan olehnya. Kebersihan alat cukup juga kini lebih ketat diperhatikan oleh Pak Romli.
Sekolah Daring Pengaruhi Pendapatan
Kendala dalam bisnis pangkas rambut ini salah satunya akibat dampak sekolah daring. Ia mengatakan, bahwa rata-rata pelanggannya 60% adalah anak-anak sekolah. Dimasa pandemi Corona ini, pelangganya berkurang hingga 50%. Apalagi saat musim liburan. Anak sekolah makin berkurang karena pulang ke kampung halaman. Meski begitu, Pak Romli mencoba tetap bersyukur dan tidak kehilangan harapan agar situasi segera membaik. Cerita Pak Romli ini adalah gambaran dari banting tulangnya pengusaha jasa skala kecil agar tetap bertahan di tengah pandemi.