Masih banyak tersebar pemahaman di masyarakat kita bahwa Islam memerintahkan umatnya agar memperbanyak keturunan. Hal ini biasanya mereka dapatkan dari para peceramah di acara-acara pernikahan, artikel online di google, ataupun dari seminar pra nikah yang diadakan oleh beberapa lembaga bimbingan pernikahan.
Dalil yang dipakai untuk pemahaman ini adalah hadis Rasulullah yang berbunyi:
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنِّي أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ، وَإِنَّهَا لَا تَلِدُ، أَفَأَتَزَوَّجُهَا، قَالَ: «لَا» ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ، فَقَالَ: تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَم.
“Diriwayatkan dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata, seorang lelaki sowan Rasulullah lalu ia bertanya: Sesungguhnya aku ingin menikahi perempuan mulia yang cantik akan tetapi tidak memiliki anak, apakah tepat bila aku menikahinya? Rasulullah menjawab: Tidak. Kemudian lelaki itu sowan kedua kalinya, Rasulullah menjawab: Tidak. Selanjutnya, lelaki itu sowan ketiga kalinya, Rasulullah pun menjawab: Menikahlah dengan perempuan yang punya kecintaan, punya banyak keturunan, sebab aku akan membanggakan jumlah kalian di hadapan para pemimpin umat lain (esok di hari Kiamat).” (Sunan Abi Dawud; 2/220)
Secara kasat mata, hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah memerintahkan umat Islam untuk memperbanyak keturunan dan akan membanggakannya kelak di hari akhir. Akhirnya banyak umat Islam yang berbondong-bondong untuk memperbanyak keturunan mereka dengan dalih mengamalkan hadis tersebut walaupun pada nyatanya mereka belum mampu, baik secara finansial maupun mental, untuk mendidik banyak anak.
Dan yang banyak mengamalkan pemahaman ini adalah justru kalangan keluarga bawah atau yang kurang mampu, sehingga berdampak pada munculnya generasi muda yang tidak sehat, tidak terdidik, dan tidak berkualitas. Benarkah generasi seperti ini yang akan dibanggakan Rasulullah, generasi yang berkuantitas meskipun tidak berkualitas? Mari kita bahas.
Menurut Syaikh Muhammad Hamdi Zaqzuq, salah satu ulama al-Azhar, yang dimaksud dengan memperbanyak keturunan pada hadis di atas adalah keturunan yang tumbuh sehat, terdidik, berkualitas, bertakwa, dan bisa memberi kontribusi terhadap sesama manusia. Hal tersebut tergambar jelas dari salah satu sabda Rasulullah:
عن ثوبان قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها فقال قائل ومن قلة نحن يومئذ قال بل أنتم يومئذ كثير ولكنكم غثاء كغثاء السيل ولينزعن الله من صدور عدوكم المهابة منكم وليقذفن الله في قلوبكم الوهن فقال قائل يا رسول الله وما الوهن قال حب الدنيا وكراهية الموت.
Tsauban berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Nyaris sudah para umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol) menghadapi kalian sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang makan menghadapi bejana makanannya.” Lalu bertanya seseorang, “Apakah kami pada saat itu sedikit?” Beliau menjawab, “Tidak, bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir, dan Allah akan menghilangkan dari diri musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan ke dalam hati-hati kalian wahn (kelemahan).” Maka seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?” Kata beliau, “Cinta dunia dan takut mati.” (Sunan Abi Dawud; 4/114)
Pada hadis di atas, Rasulullah meramalkan bahwa suatu saat umat Islam akan menjadi incaran umat lain walaupun jumlahnya banyak. Dari situ, bisa kita pahami bahwa Rasulullah tidak menginginkan umat Islam hanya menang secara kuantitas jumlah, namun juga harus mempunyai kualitas sebagai umat yang bisa menjalankan ajaran-ajaran Islam. Kemudian daripada itu, dalam hadis tersebut, Rasulullah menyamakan umat Islam dengan ghutsa al-Sail, buih banjir, yang berarti bahwa umat Islam jumlahnya banyak namun tidak punya kekuatan dan pengaruh sama sekali.
Keterangan di atas juga diperkuat dengan firman Allah pada potongan surat al-Baqarah ayat 249 ketika menceritakan peperangan antara Thalut dan Jalut:
كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةًۢ بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Ayat di atas menegaskan bahwa kualitas saja sama sekali tidak bisa dibanggakan apabila tanpa disertai dengan kualitas yang baik. Ayat di atas kiranya juga sangat cocok untuk menggambarkan keadaan umat Islam saat ini, jumlahnya sangat banyak, bahkan hampir seperlima dari keseluruhan manusia di bumi, namun dalam banyak hal (seperti dakam bidang ekonomi, teknologi, pendidikan dan lainnya) sangat bergantung pada umat lain yang jumlahnya mungkin hanya sepersepuluh dari umat Islam. Benarkah Rasulullah bangga dengan keadaan umatnya yang seperti ini? Demikianlah penjelasan panjang lebar Syaikh Hamdi Zaqzuq dalam kitab Maqashid asy-Syari’ah al-Islamiyyah wa adh-Dharurat at-Tajdid.
Dari semua penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud memperbanyak keturunan pada hadis di atas bukanlah sekedar banyak secara kuantitas, melainkan juga harus diimbangi dengan terjaminnya kualitas keturunan sehingga akan dapat membentuk generasi yang bisa memajukan dakwah Islam dan bisa dibanggakan oleh Rasulullah.
Maka dari itu, dianjurkan tidaknya sebuah keluarga memperbanyak keturunan harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Bagi keluarga yang punya komitmen, mampu secara finansial, dan punya iktikad kuat untuk mendidik anaknya agar punya kualitas, maka memperbanyak keturunan hukumnya sah-sah saja.
Sebaliknya, kalau sebuah keluarga memang tidak mampu dan dirasa kewalahan jikalau punya banyak keturunan, maka sama sekali tidak dianjurkan untuk memperbanyak keturunan, namun harus diukur sesuai kemampuannya. Sebab, hal tersebut bukannya membawa kebaikan, malah akan berakibat menyiakan-nyiakan amanat Allah yang berupa keturunan. Apabila aturan di atas bisa dijalankan, InsyaAllah akan berdampak baik ke depannya untuk umat Islam.
Sekian.