Sedang Membaca
Muhammad Abid Al-Jabiri dan Maroko
Zaim Ahya
Penulis Kolom

Tinggal di Batang. Penulis lepas, owner kedai tak selesai, dan pengajar di PonPes TPI al-Hidayah.

Muhammad Abid Al-Jabiri dan Maroko

1 A Aljabiri

Beberapa hari ini, hal terkait Maroko, khususnya sepak bolanya, berseliweran di dinding medsos saya. Mungkin lantaran kemenangan Maroko atas Spanyol kemarin, dan keberhasilan Maroko melangkah ke babak selanjutnya di Piala Dunia di Qatar tahun ini.

Perihal Maroko, ingatan saya melesat ke salah satu pemikir asal Maroko, yang cukup populer ketika saya sedang kuliah S1 di UIN Walisongo Semarang.

Namanya Muhammad Abid al-Jabiri. Karya yang membuat namanya melejit adalah trilogi kritik nalar Arab.

Saya, dulu, beberapa kali membaca karya al-Jabiri ini. Salah satunya kumpulan artikel al-Jabiri yang dikumpulkan dan diterjemahkan oleh Pemikir NU Ahmad Baso . Semula judulnya adalah Post Tradisionalisme Islam. Lalu di cetakan terbaru, yang secara intensif telah didialogkan dengan Islam Nusantara, judulnya berubah menjadi al-Jabiri, Eropa dan Kita, dan menjadi lebih tebal.

Al-Jabiri termasuk pemikir yang fokus mengkaji tradisi dan modernistas. Kalau ingatan tidak khilaf, modernitas bagi al-Jabiri tetap bersandar dari tradisi, namun setelah pembacaan yang kritis. al-Jabiri menawarkan tradisi rasionalitas Andalusia untuk jadi pijakan. Ia mendasarkan pada beberapa tokoh seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Khazem, dan al-Syathibi.

Dalam membaca tradisi secara kritis ini, al-Jabiri menawarkan dua pendekatan kembar: al-fasl dan al-wasl. Secara singkat, yang pertama untuk membaca tradisi secara obyektif, dengan diupayakan pemisahan antara pembaca dan bahan yang dibaca, sehingga bisa diambil makna obyektifnya. Sedangkan yang kedua, mencoba mengaitkan makna dari tradisi itu ke era sekarang.

Baca juga:  Diplomasi Santri, Narasi NU Abad ke-2 dan Indonesia 2045

Mungkin karena fokus pada kajian tradisi dan modernitas, dan secara pribadi, kata Ahmad Baso di status Facebooknya, pernah bertemu Gus Dur, di buku Islamku Islam Anda Islam Kita, Gus Dur menyebut namanya.

Terkait pandangan tradisi dan modernitas ini, tampaknya antara Gus Dur dan al-Jabiri bersinggungan. Gus Dur, dalam salah satu kolomnya di buku Kumpulan Artikel Era Lengser, menegaskan, bahwa sudah seharusnya modernitas bersandar pada tradisionalitas. Saya kira akan menarik, jika dilakukan pengkajian lebih lanjut pandangan dua pemikir ini terkait tradisi dan modernitas.

Kendati awalnya al-Jabiri fokus kepada kajian tradisi dan modernitas, sebelumnya meninggalnya, al-Jabiri menulis kitab tentang al-Quran, yang berjudul Madkhal ila al-Quran al-Karim. Bisa dikatakan kitab ini merupakan “Ulum al-Qur’an” tawaran al-Jabiri.

Karya pengantar tentang al-Quran ini, oleh al-Jabiri dijadikan pijakan untuk menulis karya tafsirnya. Karya terakhirnya ini berjumlah tiga jilid, yang berjudul Fahm al-Qur’an al-Karim.

Tidak seperti umumnya kitab tafsir, al-Jabiri memulai kitab tafsirnya dari surat al-Alaq, tepatnya lima ayat dari surat yang pertama kali turun.

Tafsir yang ditulis oleh al-Jabiri ini disebut banyak orang sebagai tafsir kronologis, yakni tafsir yang ditulis dengan urutan turunnya al-Qur’an. Model yang dipilih al-Jabiri ini tampaknya merupakan konsekuensi logis dari metode yang ia rumuskan, yakni al-fasl dan al-wasl.

Dengan memahami al-Qur’an berdasarkan turunnya, al-Jabiri ingin menggali makna yang dipahami oleh masyarakat Arab ketika al-Quran diturunkan. Lalu makna itu, ia bawa ke masa sekarang. Ada Istilah yang populer dari al-Jabiri terkait ini, yang menggambarkan tujuannya menulis tafsir secara kronologis:

Baca juga:  Cara Menelusuri Berita Hoax Seputar Covid 19

Ja’l al-Qur’an mu’ashiran li nafsihi wa mu’ashiran lana.”

Selain itu, dengan metode kronologis, menurut al-Jabiri, keterkaitan proses turunnya al-Qur’an dan proses dakwah Nabi Muhammad bisa pahami. Karena, al-Qur’an terkait erat dengan dakwah Nabi Muhammad.

Terkait pilihan metode tafsir kronlogisnya ini, tampaknya al-Jabiri juga mendasarkan pada argumen dari al-Syathibi, yang ia kutip di pendahuluan kitab tafsirnya:

Surat-surat Madaniyyah itu sayogyanya turun sebagai penjelasan dari surat- surat Makiyyah. Begitu juga surat Makiyyah juga menjelaskan surat Makiyyah yang lain sesuai kronologis pewahyuan. Jika tidak seperti itu maka pemahaman yang diperoleh tidaklah valid.

Begitu kira-kira sebagian yang saya ingat dari al-Jabiri.

Lalu peryanyaannya, akankah Maroko akan memanangkang pertandingan berikutnya? Kita tunggu saja!

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top