Sedang Membaca
Ulama Banjar (130): KH. Muhammad Rosyad
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ulama Banjar (130): KH. Muhammad Rosyad

Tuan Guru Rosyad

(L.15 April 1939 M /3 Rabiul Awal 1358 H)

KH. Muhammad Rosyad adalah adik kandung dari KH. Badaruddin, atau merupakan anak bungsu dari keluarga Mufti KH. Ahmad Zaini. Beliau dilahirkan pada hari Sabtu tanggal 3 Rabiul Awal tahun 1358 H, bertepatan dengan tanggal 15 April tahun 1939 M.

Masa-masa kecil KH. Muhammad Rosyad hampir tidak begitu banyak berbeda dengan saudara-saudara beliau seperti KH. Husin Qadri dan KH. Badaruddin. Dalam hal ini khususnya mengenai kehidupan dan pergaualan sehari-hari yang penuh diliputi dengan suasana agamis. Sebab, —seperti disinggung di atas—selain beliau hidup di tengah keluarga yang senantiasa taat dan patuh dalam menjalankan ajaran agama. Juga dipengaruhi oleh berlangsungnya aktivitas keagamaan seperti pengajian agama atau penyelenggaraan majlis ta’lim.

Banyaknya santri atau penuntut ilmu agama yang keluar-masuk, datang dan pergi setiap saat ke rumah keluarga beliau, jelas memberikan pengaruh tersendiri. Setidaknya secara psikologis ada dampak positif yang berbekas dalam jiwa beliau, yang ditimbulkan oleh faktor lingkungan seperti itu. Minimal mampu menimbulkan dan menumbuh-kembangkan semacam dorongan, rangsangan atau motivasi untuk ikut berpartsipasi aktif juga dalam menuntut ilmu.

Sebagaimana dua saudara beliau terdahulu, yakni KH. Husin Qadri dan KH. Badaruddin, maka KH. Muhammad Rosyad pun sedari kecil belajar mengaji dengan orang tua sendiri, yakni KH. Ahmad Zaini. Secara informal sebetulnya beliau sudah tidak asing lagi dengan lingkungan keluarga yang diwarnai suasana keagamaan yang kental. Oleh sebab itu, tidak heran apabila sejak kecil beliau cepat berkembang dalam memahami segala pelajaran keagamaan yang diberikan.

Meneruskan pendidikan informal tersebut, oleh orang tuanya KH. Muhammad Rosyad dimasukkan ke lembaga pendidikan formal yang berada di kampung halaman sendiri, Tunggul Irang, yaitu Madrasah Iqdamul Ulum. Setelah itu, seperti juga kakak beliau (KH. Badaruddin), KH. Muhammad Rosyad melanjutkan pelajaran ke lembaga pendidikan nonformal, yakni Pondok Pesantren Daussalam Martapura.

Baca juga:  Farag Fouda: Intelektual Muslim yang Ditembak Mati

Baik semasa menjalani hidup sebagai seorang santri maupun setelah menamatkan di pondok pesantren Darussalam tersebut, KH. Muhammad Rasyad tetap dengan rajin menimba ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dipahami mengingat lingkungan keluarga beliau memang sudah lama membentuk kebiasaan seperti itu. Sehingga suasana menggali atau menuntut ilmu sangat dijiwai beliau, malah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam menambah dan memperdalam ilmu pengetahuan agama tersebut, KH. Muhammad Rosyad menempuh cara yang sama dengan kakak beliau, KH. Badaruddin; yaitu pergi secara khusus kepada para tokoh ulama terkenal yang luas ilmunya. Dalam hal ini, beberapa ulama yang menjadi guru beliau tersebut, antara lain dapat dikemukakan sebagaimana disebutkan di bawah ini:

  1. KH. Badaruddin, kakak kandung.
  2. KH. Anang Sya’rani Arif, ulama ahli hadits.
  3. KH. Muhammad Seman Mulia.
  4. KH. Muhammad Sya’rani Abdan, Bangil.

Empat ulama tersebut rata-rata memiliki kelebihan masing-masing di samping kesamaan luasnya ilmu pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang mereka miliki. Masing-masing telah menurunkan ilmu yang mereka miliki kepada anak bungsu mufti K.H. Ahmad Zaini, atau cucu K.H. Abdurrahman. Dengan begitu K.H. Muhammad Rasyad pun tumbuh menjadi seorang ulama panutan di kota Martapura dan sekitarnya.

Hal tersebut terlihat jelas sekembalinya beliau dari Pondok Pesantren Datu Kelampayan Bangil, Jawa Timur, yang diasuh oleh KH. Syarwani Abdan. Dan sebagaimana yang telah dilakukan zuriat beliau hingga kakeknya, KH. Muhammad Rosyad pun terpanggil untuk meneruskan para pendahulu itu. Beliau aktif berdakwah di tengah-tengah masyarakat Martapura dan sekitarnya.

KH. Muhammad Rosyad merupakan pengisi tetap majlis ta’lim di masjid agung Al-Karamah Martapura, yang dilaksanakan setiap malam Kamis sesudah shalat Magrib. Pada malam-malam lainnya beliau juga menjadi penceramah di beberapa buah langgar maupun pada beberapa majlis ta’lim yang diselenggarakan di rumah-rumah. Dalam hal ini baik yang berada di kampung Tunggul Irang dan sekitarnya, ataukah yang jauh berada di luar.

Baca juga:  Mengenang Kepergian Abdul Hadi WM Sosok Penyair Religius dan Sufistik

Selain itu, jadual padat K.H. Muhammad Rosyad dalam membimbing dan membina masyarakat melalui pengajian atau ceramah agama adalah pada bulan-bulan bersejarah dalam Islam. Misalnya pada bulan Rabiul Awal yang merupakan kelahiran (maulid) Rasulullah SAW, juga di bulan Rajab dimana terjadinya peristiwa Isra dan Mi’raj Rasulullah SAW. Belum lagi jadual beliau pada setiap hari Jum’at yang bertugas di beberapa buah masjid dalam wilayah kabupaten Banjar, baik sebagai khatib maupun imam.

KH. Muhammad Rosyad dikenal oleh masyarakat sebagai ulama yang paling suka merakyat, tutur kata beliau lemah-lembut dan hampir tidak pernah berkata dengan kasar, maupun yang dapat menyinggung perasaan orang lain. Akhlak dan budi pekerti beliau sangat mulia dan terpuji, sehingga menjadi inspirasi dan sumber kekaguman dan teladan masyarakat. Dan walaupun beliau berpenampilan sederhana, malah kadang-kadang agak bersahaja dalam pergaulan sehari-hari, namun kepribadian beliau sangat dihormati masyarakat.

Beliau tidak jarang dimintai pendapat atau restu khusus, baik oleh masyarakat, pemuka dan tokoh masyarakat maupun kalangan pejabat pemerintah sehubungan dengan isu-isu krusial yang berkembang di masyarakat. Dalam suasana yang bisa dikatakan “kritis” lantaran ada gejolak atau konflik tertentu, beliau tidak jarang pula dimintai saran, petunjuk maupun fatwa khusus mengenai hal tersebut.

Memang segala pendapat, restu ataupun fatwa KH. Muhammad Rosyad besar sekali pengaruhnya di tengah-tengah masyarakat kabupaten Banjar. Dalam hal ini tidak saja pada masyarakat kelas bawah atau menengah, tapi termasuk juga masyarakat elit dan pejabat pemerintah setempat. Oleh karenanya, tidak jarang terjadi apa yang keluar dari mulut beliau bisa menjadi solusi atau semacam alternatif jawaban yang mujarab dalam memecahkan dan atau untuk menyelesaikan suatu masalah. Dalam hal ini baik masalah kecil ataukah masalah yang bisa dikatakan besar, entah kaitannya dengan agama ataukah yang ada hubungannya dengan pemerintah daerah.

Baca juga:  Sepotong Puisi Faruq Juwaidah atas Konflik Palestina-Israel

Ketenaran KH. Muhammad Rosyad sebagai seorang tokoh ulama Martapura sangat luas, apalagi beliau sebenarnya sudah eksis ketika kakak beliau sendiri, KH. Badaruddin masih hidup. Namun begitu, memang satu karakteristik beliau yang patut diteladani adalah, tidak suka menonjol-nonjolkan diri. Beliau bukan tipe ulama yang senang dielu-elukan, dibesar-besarkan apalagi cenderung untuk senantiasa tampil beda, alias meminta pujian.

KH. Muhammad Rosyad berpulang ke rahmatullah pergi memenuhi panggilan Ilahi untuk selama-lamanya pada hari Kemis tanggal 5 Rabiul Awal tahun 1412 H, sesudah shalat Ashar atau sekitar pukul 17.00 WITA. Berdasarkan perhitungan tahun hijriah pada saat meninggal dunia itu umur beliau mencapai 63 tahun 3 hari. Beliau juga dimakamkan di kampung halaman sendiri, desa Tunggul Irang, Martapura., Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.

Sosok figur ulama-ulama yang disebutkan di atas ternyata proses kaderisasinya berlangsung secara geneologi. Tampak sekali dalam proses pembelajaran dan pembentukan kader penerus itu tidak mengandalkan pendidikan formal secara dominan. Akan tetapi justru ditempuh melalui sistem transpormasi nilai-nilai luhur dan akhlakul karimah yang ditampilkan. Semua itu disosialisasikan dan malah diaktualisasikan secara berkesinambungan dalam berbagai kesempatan sebagaimana yang tertuang dalam pergaulan maupun komuniksi dan interaksi sehari-hari.

Ada empat hal yang menjadi muatan transpormasi sosial keagamaan itu dalam kehidupan ulama tersebut secara geneologi. Bahkan keempat hal itu meski selalu dihadapkan pada berbagai tantangan zaman, ternyata masih bisa bertahan hingga sekarang. Dan empat hal dimaksud adalah, pertama keteladanan yang utama dan positif; kedua, kedisiplinan yang tinggi dan terkendali; ketiga lingkungan keluarga yang benar-benar kondusif; sedangkan yang terakhir ialah sistem pendidikan yang terarah lagi terpadu secara integral dalam wujud ilmu, iman dan amal.

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top