Peneliti di Research Center for Biology, Indonesian Institute of Scienties

Papua: antara Cendrawasih dan Kasuari

Bumi Papua dikenal juga sebagai bumi Cendrawasi. Burung ini sudah menjadi ikon yang melekat dalam identitas orang Papua. Sayap yang puspa-warna menarik mata siapapun yang melihat. Rasa takjub akan segera merasuk dalam sanubari orang yang melihat keindahan warna burung Cendrawasi. Bulu burung cendrawasih yang demikian menawan pernah menjadi hiasan dari mahkota seorang raja atau ratu di Eropa. 

Tentu banyak jenis-jenis burung lainnya yang ada di Papua dan tidka kalah menarik. Baik dari segi keindahan maupun sudut pandang ilmu pengetahuan. Diantara yang menarik dari burung yang ada di Papua adalah sebangsa kasuari. Di beberapa negara, burung ini sudah dibudidayakan dengan baik. Ukuran telur yang besar dan daging yang banyak merupakan potensi ekonomi yang tak terkira.

Setidaknya, ada tiga jenis burung kasuari yang ada di Papua, yakni Casuarius casuarius (Kasuari Gelambir Ganda), Casuarius bennetti (Kasuari Kerdil) dan Casuarius unappendiculatus (Kasuari Gelambir Tunggal). Jenis ini selain ada di Papua juga ada di Australia. Burung kasuari Papua dapat mencapai berat 60 kg perekor. 

Secara umum, ketiga jenis kasuari ini tinggal di hutan primer maupun sekunder yang ada di Papua. Pada pagi dan sore hari, biasanya kasuari akan turun ke hutan sekunder untuk mencari makan. Biasanya pukul 10:00 pagi kasuari sudah berhenti untuk makan dan kembali ke hutan primer yang lebih teduh. Hutan primer dengan kerapatan yang cukup padat menjadikan iklim teduh dan baik untuk aktifitas bermain, tidur, atau bereproduksi. Umumnya, ketiga jenis burung kasuari ini tidak cukup kuat menahan cuaca panas. 

Baca juga:  Pengembangan Minyak Atsiri oleh Ilmuwan-Ilmuwan Muslim 

Tipe kehidupan burung kasuari adalah soliter, artinya masing-masing individu bergerak untuk mencari makan sendiri, tidak bergerombol. Adapun makanan burung kasuari adalah buah-buahan yang banyak terdapat di hutan. Seperti buah Matoa (Pometia sp.), Jambu-jambuan, Pala hutan, buah beringin, dan lain sebagainya. Burung Kasuari ketika pagi akan mencari buah-buahan apapun yang ditemui di tanah.

Kondisi burung Kasuari sudah mulai menyusut, menurut penuturan rekan yang asli Papua, dulu orang-orang lebih mudah berburu mencari burung Kasuari, tetapi kini sudah mulai jarang dan langka. Kalaupun berburu di tempat yang jauh dan relatif lebih susah mendapatkannya. 

Kebiasaan berburu burung Kasuari memang seolah sedah menjadi ‘tradisi’ bagi Masyarakat Nduga. Menurut Rahawirin dkk (2014) dalam salah satu artikelnya yang berjudul “Perburuan Kasuari (Casuarius spp.) Secara Tradisional oleh Masyarakat Suku Nduga di Distrik Sawerma Kabupaten Asmat” yang terbit di Jurnal Manusia dan Lingkungan Vol. 21, No.1, Maret. 2014:98-105 mengkonfirmasi pernyataan rekan saya di atas, bahwa sejak lama masyarakat suku Nduga memburu burung kasuari. Dengan menggunakan peralatan sederhana mereka memburu. Adakalanya dengan satu keluarga atau dengan keluarga lainnya. Dalam berburu, mereka juga perangkap di lokasi-lokasi biasa burung kasuari melintas. Hampir seluruh bagian dari burung kasuari dimanfaatkan oleh masyarakat.

Baca juga:  Mengapa Menteri Agama Harus Juga Nasionalis?

Rahawirin dkk (2014) juga memberikan informasi bahwa hampir semua bagan dari burung kasuari dimanfaatkan oleh orang. Daging dikonsumsi, baik secara langsung maupun diawetkan. Jika hendak dikonsumsi langsung biasanya dengan dibakar atau digoreng. Sedangkan jika ingin diawetkan maka daging burung kasuari diasap dengan teknik tertentu. Melalui pengasapan, daging akan awet untuk beberapa hari kedepan. 

Bulu (Asu) burung kasuari bagi masyarakat suku Nduga bermanfaat karena digunakan sebagai hiasan atau asesoris kepala, pakaian adat, hiasan ujung busur dan hiasan pangkal leher tifa.

Tulang (Uwak) burung kasuari dijadikan perkakas rumah tangga maupun senjata tajam. Alat dari tulang biasanya dimanfaatkan untuk membelah buah merah. Sedangkan jika dijadikan senjata maka sebagaimana fungsi senjata lainnya yakni untuk melukai lawan.

Kuku (Ijok apis) dari burung kasuari biasanya dimanfaatkan sebagai aksesoris pada busur panah. Ada keyakinan jika busur dihiasi dengan kuku burung kasuari maka pada perburuan berikutnya akan lebih mudah dan mendapatkan hasil yang banyak.

Lemak (Omok), lemak dari burung kasuari dapat dimanfaatkan sebagai ramuan tradisional untuk kesuburan rambut. Masyarakat menggunakan lemak dari burung ini untuk mengobati kepala yang botak atau mempercepat pertembuhan rambut. Adakalanya dicampur dengan rumput teki atau rotan, tergantung pada tujuan pengobatan.

Baca juga:  Amadia, Kota Kuno yang Sudah Lelah

Seiring dengan makin menyusutnya habitat, populasi burung kasuari sudah mengalami penyusutan, bahkan masuk dapat kategori red list menurut IUCN. Artinya, keberadaan burung ini sudah terancam. Perlu ada penanganan-penanganan yang optimal untuk mempertahankan atau bahkan membudidaya burung-burung kasuari ini. Dengan ukuran tubuh yang cukup besar dna telur juga besar, maka potensi pengembangan burung kasuari asli Papua perlu dilakukan. Di beberapa negara seperti Iran, burung kasuari sudah menjadi hewan ternak yang menguntungkan, baik melalui penjualan telurnya maupun dagingnya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
3
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top