Sedang Membaca
Silsilah Kitab Ushul Fiqh Pesantren
Agil Muhammad
Penulis Kolom

Mahasantri Ma'had Aly Krapyak dan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Silsilah Kitab Ushul Fiqh Pesantren

Sanad Kitab Madzhab Assyafiiyyah 1754x1240 678x381

Sering nggak, kita mendengar pertanyaan-pertanyaan seputar; mengapa pesantren yang mengusung madzhab al-Syafi‘i tapi tidak langsung merujuk pada kitab karya al-Syafi‘i sendiri? Mengapa hanya menggunakan karya ulama setelahnya? Mengapa hanya kitab ‘itu-itu’ saja yang digunakan ngaji di pesantren? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sebenarnya mudah dijawab dengan menggunakan pendekatan sejarah intelektual (intellectual history) dari sisi geneologinya (silsilah) melalui sanad keilmuan pesantren.

Jawaban atas pertanyaan tersebut sebenarnya sudah banyak terjawab dalam bidang ilmu fiqh. Penjelasan dengan penjabaran silsilahnya mudah kita temukan di postingan-postingan medsos para santri, bahkan Martin Van Bruinessen dalam bukunya, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat pun sudah menjawabnya.

Berbeda dengan silsilah kitab ushul fiqh yang belum banyak tersebar luas. Pemaparan silsilah kitab ushul fiqh bisa ditemukan dalam karya-karya ulama, namun -mungkin- karena fokus kita kurang dalam cabang ilmu ini membuat data ini nampak seperti belum terjamah.

Kali ini, kita mencoba menyusuri silsilah kitab ushul fiqh dengan melihat informasi dari kitab Usul al-Fiqh karya Muhammad Khudari Bik dan muqaddimah kitab al-Badr al-Tali‘ karya Jalal al-Din al-Mahalli oleh Murtada ‘Ali al-Dagistani. Kemudian, kitab ushul fiqh pesantren yang dipilih untuk ditelisik silsilahnya di sini adalah kitab Jam‘ al-Jawami‘ karya Abd al-Wahhab ibn ‘Ali al-Subki.

Kitab ini dipilih karena ‘kekeramatan’ kitab ini di pesantren. Banyak para ustaz-ustaz di pesantren yang belum berani mengajar kitab ini, guru penulis di Ma’had Aly Krapyak, Gus Lukman Hakim, juga termasuk kalangan santri yang belum berani mengajarkan kitab ini. Baginya, pengajaran kitab Jam‘ al-Jawami‘ di Pesantren Sarang hanya dilakukan oleh kiai-kiai sepuh, seperti Mbah Moen.

Baca juga:  Muhammad Al-Fayyadl: Tokoh, Kota, Buku

Bahkan, di kalangan pesantren salaf, sosok kiai yang menguasai kitab ini dianggap ‘keramat’ pula, contoh -yang penulis tahu- adalah Syeikh Masduqi Lasem, mertua KH. Miftachul Akhyar, yang terkenal menguasai kitab jim-jiman (istilah untuk kitab Jam’ al-Jawami‘). Karena, sebagaimana kitab Minhaj al-Talibin, membaca dan -apalagi- memahami kitab ini membutuhkan bantuan dari kitab-kitab lain, baik berupa syarah atau hasyiyah.

Lebih jauh, dikeramatkannya kitab ini sudah dilakukan oleh ulama sejak dulu. Bagi penulis, kitab ini mirip dengan posisi kitab fiqh Minhaj al-Talibin karya al-Nawawi, yang banyak disyarahi, diringkas, dibuat nazaman, serta mempunyai hasyiyah dan taqrirat yang banyak juga. Inilah yang membuat ‘keturunan’ kedua kitab ini sangat banyak ditemukan.

Di antara kitab keturunan yang populer dari kitab ini adalah al-Badr al-Tali‘ (syarah) karya al-Mahalli, Lubb al-Usul (ringkasan) karya Zakariya al-Ansari, al-Kaukab al-Syati‘ (nazaman) karya Jalal al-Din al-Suyuti, Hasyiyah al-Bannani (hasyiyah) karya al-Bannani, dan Taqrirat al-Syirbini (taqrirat) karya Abdurrahman al-Syirbini.

Lebih unik lagi, -bahkan- penulis kitab ini pun ikut menyarahinya menjadi kitab Man‘ al-Mawani‘. Tidak hanya itu, karya ringkasan atas kitab ini, yakni Lubb al-Usul, juga menarik banyak perhatian ulama. Kitab ringkasan ini disyarahi kembali oleh pengarangnya sendiri, yakni Zakariya al-Ansari, menjadi kitab Gayah al-Wusul, yang kemudian kitab ini pun diberi hasyiyah oleh ulama-ulama lain, seperti kitab Nail al-Ma’mul karya Mahfud al-Tarmasi dan Tariqah al-Husul karya KH. Sahal Mahfudh.

Baca juga:  Sabilus Salikin (61): Hizib Ghazaliyah

Setelah membahas ‘keturunan’ kitab ini, mari kita geser ke ‘leluhur’ kitab ini. Kitab karya al-Subki ini merupakan rangkuman dan ringkasan dari dua kitab karyanya sebelumnya, yakni al-Ibhaj dan kitab Raf‘ al-Hajib, yang masing-masing dari keduanya mempunyai silsilah berbeda yang nantinya ketemu pada ‘leluhur’ yang sama.

Pertama-tama, kita fokus pada ‘leluhur’ kitab al-Ibhaj. Kitab ini ditulis oleh al-Subki bersama bapaknya, Ali al-Subki. Kitab ini merupakan syarah atas kitab Minhaj al-Wusul karya al-Baidawi. Kemudian, kitab al-Hasil sendiri merupakan ringkasan atas kitab al-Mahsul karya al-Razi. Dalam hal ini, semua ulama dalam mata rantai ini merupakan ulama Syafi‘iyyah.

Kembali ke kitab karya al-Subki sebelumnya, yakni Raf‘ al-Hajib. Kitab ini merupakan syarah atas kitab Mukhtasar Muntaha karya Ibn Hajib dari kalangan Malikiyyah. Kitab ini sebenarnya merupakan ringkasan dari karya Ibn Hajib sebelumnya, yakni kitab Muntaha al-Sul. Kemudian kitab ini pun merupakan ringkasan atas kitab al-Ihkam karya al-Amidi dari kalangan Syafi‘iyyah. Dari sini, mulai ditemukan ‘leluhur’ dari ulama Malikiyyah, tidak hanya Syafi‘iyyah seperti silsilah sebelumnya.

Kemudian, Kitab al-Ihkam dan al-Mahsul sebelumnya mempunyai silsilah yang sama. Keduanya merupakan ringkasan yang bersumber dari tiga kitab, yaitu (1) kitab al-Mu‘tamad karya Abu al-Husain al-Basri dari kalangan Hanafiyyah sekaligus Mu‘tazilah, (2) kitab al-Burhan karya al-Juwaini dari golongan Syafi‘iyyah, serta (3) kitab al-Mustasfa karya al-Gazali yang juga merupakan Syafi‘iyyah.

Baca juga:  Dekolonisasi Sastra; Menggugat Relasi Jawa-Islam

Ketiga kitab tersebut merupakan ringkasan dan penyempurna atas kitab al-Risalah karya al-Syafi‘i, sebagai pendiri madzhab Syafi‘iyyah. Lebih beragam dari sebelumnya, ditemukan beberapa madzhab berbeda dalam silsilah terakhir ini. Keragaman madzhab fiqh inilah yang membedakan antara ilmu ushul fiqh dengan ilmu fiqh.

Ushul fiqh mempunyai konsep madzhab yang berbeda dengan fiqh. Di dalam ushul fiqh, dikenal adanya dua madzhab (metode) besar, yakni mutakallimin dan fuqaha’. Bahkan, kitab-kitab ushul fiqh pada masa pertengahan dan akhir menganut madzhab gabungan antara dua madzhab tersebut, kitab Jam‘ al-Jawami‘ juga termasuk dalam madzhab baru ini.

Jadi, bisa dibilang, ketika kita belajar ushul fiqh, kita sebenarnya belajar perbandingan madzhab. Meski puncak silsilah kitab-kitab ushul fiqh di sini bermuara pada kitab al-Risalah karya al-Syafi‘i, bukan berarti bahwa ‘keturunan’ kitab-kitab tersebut bermadzhab Syafi‘iyyah. Hal ini tidak lain adalah karena tiga imam madzhab lain memang tidak menulis karya khusus dalam bidang ushul fiqh. Belajar ushul fiqh juga membuat kerangka pemikiran kita lebih luas, lebih mudah menghargai pendapat lain, serta tidak mudah terjatuh pada fanatisme yang berlebihan.

Selamat belajar ushul fiqh!

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Scroll To Top