Sedang Membaca
Sikap Nabi kepada yang Menghina Islam
Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Sikap Nabi kepada yang Menghina Islam

Suhayl bin Amru, salah satu tokoh Quraisy zaman Kanjeng Nabi Muhammad saw. Dia memiliki kemampuan orasi yang baik. Setiap kali dia menyampaikan pikirannya, orang yang mendengarnya akan terpukau. Selain itu, dia dikenal cerdik. Sehingga dengan kecerdikan dan kepandaiannya dalam berorasi, Suhayl seringkali menghina Islam dan orang Islam dengan kata-katanya. Setiap kali ada peluang untuk menjelekkan Islam, dia akan berada di barisan terdepan untuk menghina ajaran Islam. Perbuatannya pun membuat banyak sahabat Nabi jengkel.

Ketika terjadi perang Badar, orang-orang Kafir Makkah kalah. Suhayl bin Amru menjadi salah satu tawanan perang. Umar bin Khattab yang sudah lama jengkel kepada Suhayl sowan kepada Kanjeng Nabi dan mengatakan, “Kanjeng Nabi, izinkan aku mencabut gigi serinya, biar dia tak lagi mengatakan hal buruk tentangmu.”

Kanjeng Nabi menjawab, “Jangan, Umar! Biarkan saja dia. Siapa tahu nanti dia berada di posisi kita”.

Karena dilarang Kanjeng Nabi, Umar tak jadi melukai Suhayl.

Beberapa waktu kemudian, apa yang dikatakan oleh Kanjeng Nabi Muhammad benar.  Suhayl bin Amru memeluk Islam ketika kota Mekkah berhasil ditaklukkan oleh umat Islam dalam peristiwa Fathul Mekkah. Pribadinya yang kasar dan beringas mendadak berubah menjadi lemah lembut dan mudah menangis ketika mendengarkan Alquran.

Ketika Kanjeng Nabi wafat, banyak sahabat yang bersilang pendapat. Tidak sedikit juga yang murtad. Di saat itulah, Suhayl muncul dan berorasi yang memukau dan menenangkan masyarakat. Di antara yang disampaikan oleh Suhayl waktu itu adalah, “Wahai masyarakat, janganlah kalian menjadi yang terakhir memeluk Islam dan yang pertama murtad. Demi Allah, agama ini akan menyebar luas sejauh jangkauan sinar matahari sedari terbit hingga terbenam. Janganlah ini memperdayai kalian (dalam hal ini yang dimaksud adalah Abu Sufyan sebagaimana riwayat dalam Tarikh Al-Thabari), karena sesungguhnya ia mengetahui yang aku ketahui”.

Baca juga:  Siyasah ala Nahdliyyah: Tiga Kaidah Ushul Fiqh yang Dipegang Warga NU dalam Berpolitik

Selanjutnya, Suhayl terus berjihad di jalan Allah. Ia terbunuh dalam perang Yarmuk. Kisah ini ada di dalam kitab Sirah Ibni Hisyam dan Sirah Ibni Katsir.

 

Ini menunjukkan bagaimana sikap Kanjeng Nabi yang welas asih. Beliau memaafkan orang yang pernah menghina beliau dan ajaran agamanya. Dalam perang, orang memang boleh saling membunuh. Namun kepada tawanan perang atau orang yang sudah lemah kekuatannya, pembunuhan tidaklah dibenarkan kecuali dalam kasus qishas. Bahkan melukai orang yang yang sudah menjadi tawanan pun tidak diperbolehkan. Padahal kalau mau, Rasulullah bisa saja menghabisi Suhayl dengan mudah.

Hal ini perlu dicontoh oleh umat Islam. Kekerasan kepada orang non-Muslim yang tidak melawan, tidaklah diperbolehkan. Jika bisa hidup berdampingan, lebih baik hidup berdampingan sambil memberikan contoh yang baik kepada orang non-Muslim agar mereka tertarik kepada Islam. Siapa tahu orang non-Muslim tersebut bisa masuk Islam sebagaimana Suhayl bin Amru yang awalnya sering menghina Islam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top