Sebagian dari kita pasti sudah mafhum dengan kisah orang Arab Baduwi (A’rabi) yang kencing di masjid, dan lantas mendapat nasehat dari kanjeng Nabi. Padahal para sahabat Nabi berteriak melarang si Arab baduwi itu. Namun, kanjeng Nabi Saw hanya mengatakan: “Biarkan, jangan memutus kencingnya!” Tak lama kemudian, beliau memanggil orang baduwi itu, dan menasehatinya:
“Ini adalah masjid yang tidak layak untuk dikencingi dan dikotori. Masjid hanya untuk dzikir kepada Allah, salat, dan membaca al-Qur’an.” Dalam cerita lain ditambahkan, kanjeng Nabi Saw kemudian menyuruh sahabat lain untuk membawa air dan menyiram kencing itu.
Kisah-kisah ihwal orang Arab baduwi memang selalu menarik untuk diambil hikmahnya. Pada kisah yang lain, orang Arab baduwi ini digambarkan sebagai sosok yang taat sekali saat menjalankan sebuah ibadah, tak terkecuali ibadah sunnah sekalipun. Kisah ini ada dalam catatan kitab Anisul Mu’minin, karya Shafwak Sa’dallah al-Mukhtar. Begini kisahnya;
Suatu ketika al-Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi (661-714 M), seorang gubernur Irak di masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan dari dinasti Bani Umayah, pergi berburu dengan beberapa pengawalnya. Al-Hajjaj memiliki kebiasaan, bila hendak makan ia harus ditemani oleh seseorang.
Singkat cerita tibalah waktu makan siang. Al-Hajjaj memerintahkan pengawalnya mencarikan seseorang untuk dijadikan teman makan siang bersamanya. Akan tetapi pengawal itu tidak menemukan siapapun, kecuali orang baduwi yang sedang tidur di bawah naungan sebuah bukit. Lantas pengawal al-Hajjaj membangunkan orang baduwi itu.
Orang baduwi yang terperanjat dari tidurnya lantas bertanya-tanya,
“Kenapa kau membangunkanku?”, sergah si baduwi.
“Kami mengundang engkau untuk makan bersama gubernur Irak, tahukah engkau siapa dia?” terang pengawal itu sambil bertanya.
“Ya, aku tahu, dia adalah al-Hajjaj bin Yusuf”, jawab si baduwi.
Lantas dibawalah si baduwi tadi ke hadapan al-Hajjaj. Setibanya di hadapan al-Hajjaj, tanpa basa-basi al-Hajjaj lantas mengajukan pertanyaan kepada si baduwi yang sudah ada di hadapannya.
“Wahai orang baduwi, tahukah engkau siapa aku ini?”, tanya al-Hajjaj.
“Ya, engkau al-Hajjaj bin Yusuf, gubernur Irak”, jawab si baduwi.
Al-Hajjaj lantas mempersilahkan si baduwi tadi duduk.
“Silahkan duduk, temani aku makan siang”, al-Hajjaj mempersilahkan.
“Wahai al-Hajjaj mohon maaf, aku telah mendapat undangan makan dari yang lebih utama daripada engkau”, jawab si baduwi.
“Wahai orang baduwi, siapa yang kau maksud lebih utama dariku”, tanya al-Hajjaj penasaran.
“Hari ini aku sedang berpuasa, dan nanti aku akan mendapatkan hidangan dari Allah” jawab si baduwi.
“Mengapa kamu berpuasa di hari yang terik dan sangat panas seperti ini?” al-Hajjaj kembali bertanya.
“Wahai al-Hajjaj, aku berpuasa untu menangkal hari yang lebih panas dari hari ini” si baduwi kembali menjawab.
Kini al-Hajjaj mulai kehabisan cara untuk membujuk si baduwi menemaninya makan siang. Dengan sedikit nada memaksa al-Hajjaj kembali merayu si baduwi.
“Sudah sudah, begini saja, kamu puasanya besok saja. Sekarang makanlah bersamaku” rayu al-Hajjaj.
“Tidak tidak, apa kau mengetahui sesuatu yang ghaib, apa kau bisa menjamin besok aku masih hidup?”, jawab si baduwi yang kini mulai meradang.
Si Arab baduwi yang mulai kesal lalu kembali bertanya kepada al-Hajjaj.
“Sebenarnya apa yang kau mau dariku?”, tanya si baduwi.
“Sudah sudah tak usah kita perpanjang, aku tak menginginkan apa-apa darimu”, jawab al-Hajjaj. Kini al-Hajjaj benar-benar menyerah.
“Kalau begitu pergilah, tinggalkan aku bersama Allah”, perintah si baduwi.
Al-Hajjaj dan pengawalnya lalu meninggalkan si Arab baduwi. Sementara itu si Arab baduwi lantas melanjutkan tidurnya dalam keadaan tetap berpuasa.