Sedang Membaca
Sunat: Tradisi, Agama, dan Medis

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN Jakarta, mahasantri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences.

Sunat: Tradisi, Agama, dan Medis

Siapa tidak kenal sunat? Sunat adalah ajaran Islam yang begitu akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia, utamanya kaum lelaki. Begitu sakralnya sunat ini, seakan-akan pelakunya dianggap telah “menyempurnakan keislamannya.”

Sunat merupakan syariat yang mesti dipenuhi seorang muslim. Syariat ini konon telah berlangsung sejak zaman Nabi Ibrahim, dan dikisahkan dalam Alquran.

Dalam beberapa tafsir, Nabi Ibrahim yang telah berumur cukup tua mendapat beberapa perintah dari Allah yang berkaitan dengan akidah dan kewajiban pribadi, salah satunya sunat atau khitan. Fattabi’u millata Ibrahima hanifa, mengikuti ajaran Ibrahim yang lurus, dipahami sebagian ulama sebagai ajakan untuk generasi muslim setelahnya melakukan ajaran Nabi Ibrahim ini.

Nabi Muhammad sendiri bersabda bahwa khitan adalah salah satu ajaran kesucian dan kebersihan dalam Islam. “Kesucian (juga kebersihan) ada dalam lima hal: berkhitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencukur bulu ketiak, dan merapikan kumis.” (HR. Bukhari)

Sunat, dalam bahasa kedokteran memiliki istilah sirkumsisi. Penyebutan ini berdasarkan metode yang digunakan. Umumnya, dalam praktek sunat kulit ujung penis (prepucium) dipotong secara melingkar (sirkular/sirkum). Belakangan ini seiring perkembangan zaman, metode dan langkah-langkah pembiusan dan pengambilan kulit ujung penis itu semakin dikembangkan demi kenyamanan.

Pada dasarnya, tidak ada batasan usia tertentu dalam pelaksanaan sunat ini. Setiap adat daerah memiliki kebiasaan masing-masing, namun hal ini banyak dilakukan seiring anak lelaki beranjak remaja.

Baca juga:  Merajut Kebersamaan dan Menghidupkan Toleransi Melalui Tradisi Bakar Batu

Jika dikaitkan dengan tata cara ibadah muslim, sunat ini turut menambah kesempurnaan dan keabsahan ibadah. Disebabkan tidak ada kekhawatiran lagi bahwa badan terkena hal najis, yakni sisa kencing di kulit ujung penis itu.  Tentu saja ini penting sebagai persiapan anak menjelang tahap balig, tahap ketika kewajiban ibadah telah menjadi kewajiban pribadi seseorang.

Air kencing seorang pria dewasa maupun anak yang belum disunat, ternyata sedikit banyak ada yang tersisa di kulit tersebut. Secara fikih Islam, air kencing adalah najis dan tidak memenuhi syarat sah saalat. Tentu saja, jika dibiarkan terus menerus, ditambah perilaku bersih diri setelah buang air yang kurang baik, sisa kencing itu bisa menyebabkan penyakit tertentu.

Nico Kaptein dalam Circumcision in Indonesia: Muslim or Not? menyebutkan tradisi sirkumsisi di Indonesia ini sudah dilakukan jauh sebelum masa masuknya Islam. Dengan masuknya Islam di Indonesia, corak dan legitimasi untuk budaya sirkumsisi ini setidaknya ada dalam tiga domain: tradisi, agama, dan medis.

Hal yang unik adalah mengapa sirkumsisi ini oleh masyarakat Indonesia, terlebih Jawa, disebut sunat? Ternyata hal ini begitu erat dengan sempurnanya keislaman seseorang.

Andre Feillard dan Lies Marcoes dalam Female Circumcision in Indonesia, mengutip keterangan Snouck Hurgronje, bahwa istilah sunat di Jawa, berasal dari kata sunnah, yang memiliki maksud sunnah rasul. Begitu juga dalam bahasa yang lebih halus (krama inggil), sunat disebut dengan nyelamaken, yang berasal dari kata selam, pelesetan dari kata Islam. Di Jawa, nyelamaken bocah yang diartikan sebagai mengkhitankan anak, pada dasarnya adalah meng-Islamkan anak.

Anak-anak yang telah melakukan khitan, dinilai masyarakat sebagai orang yang lebih sempurna Islamnya. Sebagai gambaran, di beberapa masjid ada yang melarang anak yang masih terlalu kecil – dan diketahui belum sunat – untuk berada di saf terdepan salat. Namun setelah sunat, ia diperkenankan untuk menempat saf depan, sebagaimana orang-orang dewasa.

Baca juga:  Fenomena Gus Baha', Titik Balik Peradaban Turats Pesantren

Di daerah yang telah tersentuh akses pelayanan kesehatan, sunat biasanya dilakukan oleh tenaga kesehatan. Namun di beberapa daerah, sunat ini juga dilakukan oleh ahli agama setempat. Seorang anak yang disunat, di beberapa tempat masih dirayakan. Setidak-tidaknya, melakukan kenduri bersama keluarga besar atau tetangga sekitar. Kita tahu, di Indonesia hal-hal terkait status keislaman kerap dirayakan, seperti dalam akikah, pernikahan atau haji.

Sebagaimana disebutkan di atas, sunat memiliki sisi tradisi dan medis, serta dilegitimasi oleh syariat agama. Sunat, khususnya bagi kaum lelaki, menjadi bentuk perayaan dan penghargaan akan budaya dan Islam di Indonesia yang terus berlanjut.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
2
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
3
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top