Sedang Membaca
Boleh Tidak Setuju tapi Jangan Menghakimi Childfree
Siti Rohmah
Penulis Kolom

Anggota puan menulis dan Jaringan kerja antar umat beragama (Jakatarub) saat ini aktif sebagai mahasiswa UIN SGD Bandung.

Boleh Tidak Setuju tapi Jangan Menghakimi Childfree

NU dan Anak-anak Kita

Memasuki abad ke-21 dimana perempuan sudah diberdayakan untuk bisa memilih pilihan hidupnya. Perempuan diberikan haknya untuk melanjutkan pendidikan, diberikan kebebasan untuk berkarier atau menjadi Ibu rumah tangga, masuk dalam dunia parlemen dan lainnya. Namun meskipun telah diberi kebebasan perempuan juga tetap tidak terlepas dari stigma negatif.

Misalnya perempuan yang memilih untuk berkarir di luar rumah dianggap tidak sayang keluarga, perempuan yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dianggap hanya mementingkan diri sendiri bahkan ketika perempuan memilih untuk melajang dan tidak ingin cepat menikah seolah hal tersebut merupakan suatu permasalahan.

Berbicara kebebasan tentang pilihan hidup akhir-akhir ini media berlomba-lomba menayangkan  pernyataan seorang influencer Asal Indonesia yang tinggal di Jerman. Ia bernama Gita Savitri Devi yang mana ia telah menikah dengan seorang laki-laki asal Indonesia juga yang bernama Paulus. Pemberitaan media dimulai dari ungkapan Gita di sebuah youtube chanel Analisa Widyaningrum (Analisa Chanel). Dalam tayangan youtube tersebut Gita mengungkapkan bahwa dirinya dan paul sama-sama sepakat untuk memilih tidak mempunyai anak atau istilah lainnya Childfree.

Childfree merupakan sebuah prinsip seseorang yang komitmen untuk tidak memiliki anak, baik itu anak kandung atau anak angkat. Istilah childfree digunakan oleh mereka yang memutuskan untuk tidak memiliki anak pada paruh kedua abad ke-20. Beragam alasan banyak orang memilih untuk childfree, bahkan dibeberapa Negara childfree sudah merupakan hal yang biasa, meskipun pada kenyatannya banyak yang menilai prinsip tersebut bertentangan dengan fitrah manusia.

Baca juga:  Iman, Agama, dan Dogma

Dengan adanya statement Gita Savitri yang berprinsip untuk memilih childfree netizen Indonesia hadir dengan warna warninya. Ada yang setuju dan menghargai keputusan yang diambil oleh Gita dan ada yang tidak setuju sampai membuli disertai komentar negativ (ujaran kebencian) yang menyudutkan bahkan menganggap bahwa ketika perempuan memilih untuk Cihldfree dianggap telah menyalahi kodrat yang diberikan tuhan.

Hatespeech yang dilakukan banyak orang terkait keputusan Gita merupakan salah satu penegakan HAM di Indonesia belum mengalami kemajuan yang signifikan. Padahal Tujuan HAM adalah melindungi hak manusia untuk hidup dengan harga diri, yang meliputi hak untuk hidup, hak atas kebebasan, dan hak keamanan. Namun pada kenyataannya ketika seorang Gita memilih untuk childfree tidak sedikit netizen Indonesia yang lupa akan adanya HAM tersebut.

Selain dalam pandangan HAM, memilih untuk tidak mempunyai anak juga merupakan suatu hal yang tidak diharamkan jika kedua belah pihak merasa tidak mampu merawatnya. Karena anak merupakan amanah yang harus dijaga dan dirawat dengan sebaik mungkin, terlebih dalam merawat anak bukanlah suatu hal yang mudah.

Seperti yang terdapat dalam A-Qur’an pada surah Al-Anfal ayat 28 “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. Dari tafsiran ayat tersebut keputusan childfree bisa menjadi solusi ketika seseorang merasa sulit menjalanan ibadah karena hambatan suatu amanah salah satunya adalah anak.

Baca juga:  Pidato Lengkap Kiai Afifuddin Muhajir (2): Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam Timbangan Syariat (Kajian Pancasila dari Aspek Nushūsh dan Maqāshid)

Dalam menyikapi persoalan childfree tentunya prinsip tersebut ada dampak postitiv dan negativ, lalu jika berasumsi bahwa childfree adalah hal yang kurang tepat, hal tersebut juga tidak disalahkan. Hal tersebut merupakan kebebasan tiap individu untuk memilih apakah ia setuju atau tidak atau merasa hal tersebut tidak perlu ditanggapi juga sah-sah saja. Namun perlu di Ingat bahwa kita boleh tidak setuju tetapi tidak boleh menghakimi bahkan melakukan ujaran kebencian. Ketika memilih untuk tidak pro dengan keputusan orang lain hendaknya kita bisa bersikap bijak dan toleran terhadap perbedaan.

Salah satunya untuk netizen yang beragama Islam, kita harus ingat bahwa Islam adalah agama yang Cinta damai bahkan bukan hanya di Islam saja, semua agama pun mengajarkan pada kebaikan dan tidak mendukung permusuhan. Sebagai umat Islam yang menjunjung tinggi perdamian maka jangan lupakan bahwa perbedaan itu ada dan merupakan suatu anugrah, seperti yang tercantum dalam suarat Al-Hujurat ayat 13 “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.

Baca juga:  Jokpin dan Agus Noor: Tentang Karya Sastra yang Lahir Saat Pandemi

Dari ayat tersebut kita bisa memahami bahwa manusia, baik laki-laki maupun perempuan itu memang diciptakan dari bahan penciptaan yang sama namun kita diciptakan dengan perbedaan juga kita terlahir dengan kehendak-Nya yang mana kita memiliki perbedaan ras, suku, budaya, bahasa bahkan agama dan keyakinan. Dengan hal tersebut hendaknya kita semakin menghargai satu sama lain termasuk dalam menghargai keputusan orang lain.

Dari hal tersebut kita bisa belajar bahwa kita boleh tidak setuju dengan keputusan orang lain namun kita harus tetap menghormati keputusannya, menyayanginya jangan sampai kita menghakiminya atau sampai mengajak orang lain untuk membencinya. Karena yang dicela belum tentu lebih baik dari yang mencela.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
3
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top