Rizal Mubit
Penulis Kolom

Guru Ngaji di Kampung. Pengajar di Universitas Kiai Abdullah Faqih Manyar Gresik, Jawa Timur. Alumni Pusat Studi Qur'an Ciputat dan Pascasarjana IAIN Tulungagung prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir. Menulis sejumlah buku bertema keislaman. Peneliti Farabi Institute.

Tafsir Surah Al-Ikhlas dan Keutamaan Membacanya

Surah al-Ikhlas memiliki banyak nama. Ada hampir 20 nama. Surah al-Muqasqisah, surah an-Najaah, al-Jamaal, al-Amaan, an-Nisbah dan lain-lain. Surah ini merupakan wahyu yang ke-19.

Pada wahyu-wahyu pertama, tidak disebut kata Allah tapi memakai kata rabb yang berarti Tuhan. Misalnya dalam surah al-Alaq 1-5, surah al-Mudatsir 1-7, dan seterusnya. Ini menjadi tanda tanya, mengapa pada wahyu pertama tidak disebut nama Allah?

Jawabnya sederhana, yakni karena kaum musyrik (penyekutu Tuhan) juga percaya Allah. Akan tetapi kepercayaan mereka tentang Allah berbeda dengan orang Islam. Orang Islam misalnya percaya bahwa Allah Maha Esa, Maha Suci, tidak memiliki anak dan tidak ada yang sama dengannya.

Karena ayat-ayat pertama turun hanya memakai lafal “rabb”, maka orang-orang Yahudi bertanya,

“Hai Muhammad, Kau selalu menyebut ‘rabb’, selalu menyebut nama ‘Tuhan’. Seperti apa sebetulnya Tuhan yang Kau maksud? Terbuat dari emaskah? Terbuat dari kayukah atau terbuat dari perak? Bagaimana Sifatnya?”

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Malaikat Jibril mendatangi Rasulullah dan menyampaikan wahyu surah al-Ikhlas. Demikian sebagaimana disebutkan dalam kitab Tafsir at-Tabari.

Kata “Ikhlas” di dalam Tafsir al-Mishbah dimaknai dengan suatu upaya menyingkirkan segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan Tuhan sehingga yang tersisa hanya gambaran tentang Tuhan. Misalnya anggapan manusia pada waktu itu yang menganggap Tuhan lebih dari satu, bahwa Tuhan memiliki anak dan lain sebagainya.

Surah al-Ikhlas bila diterjemahkan seperti demikian:

Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala urusan. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.

Allah adalah zat yang Maha Esa. Kata Esa merupakan terjemahan dari kata ahad. Di dalam bahasa Arab, ada kata ahad, ada kata wahid. Keduanya bermakna satu. Apa bedanya? Ahad dalam zatnya, dalam sifatnya dan dalam perbuatannya. Misalnya jam tangan yang dipakai seseorang ada satu. Jam tangan tersebut satu namun terdiri atas beberapa unsur. Jam tangan membutuhkan jarum dan beberapa bahan. Satu yang terdiri atas beberapa unsur seabagaimana contoh jam tangan menggunakan kata wahid. Sedangkan Tuhan yang Maha Esa tidak membutuhkan unsur yang lain untuk keesaannya. Inilah yang disebut dengan ahad.

Suatu riwayat disandarkan kepada Ibnu ‘Abbas ra, menyatakan bahwa ash-shamad berarti: “tokoh yang telah sempurna ketokohannya, mulia dan mencapai puncak kemuliaan, yang agung dan mencapai puncak keagungan, yang penyantun dan tiada yang melebihi santunannya, yang mengetahui lagi sempurna pengetahuannya, yang bijaksana dan tiada cacat dalam kebijaksanaannya.”

Baca juga:  Pesantren Syekh Nawawi Banten Dorong Ekonomi Umat

Al-Allamah Ismail Haqqy dalam Tafsir Ruhul Bayan menyebutkan bahwa kata ash-shamad yang berpola Fa’al maknanya berpola maf’ul. Maknanya yang dituju oleh siapa saja yang memohon pertolongan. Yakni, Allah adalah Tuan yang dituju, tempat bergantung segala sesuatu dan tempat memohon segala jenis permohonan. Selain Allah pasti membutuhkan Allah dalam seluruh aspeknya. Di alam raya ini tidak ada yang pantas dituju selain Allah.

Adapun makna dari firman Allah lam yalid wa lam yuulad, Ibnu ‘Abbas menafsirkan, bahwa makna dari firman Allah (لَمْ يَلِدْ) “Dia tiada beranak.” Adalah: Allah tidak beranak seperti halnya Maryam. (وَ لَمْ يُوْلَدْ) “dan tiada pula diperanakkan.” Yakni: Allah tidak diperanakkan seperti halnya ‘Isa dan ‘Uzair.

Ayat ini sekaligus menjadi sindiran terhadap orang-orang Nashrani dan Yahudi yang menganggap ‘Isa dan ‘Uzair adalah Anak Allah. Setiap yang terlahirkan pasti akan mati, dan setiap yang mati pasti akan mewariskan, sedangkan Allah tidak akan pernah mati dan tidak pula mewariskan.

(وَ لَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ) “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” Yakni: tidak ada yang menyerupai-Nya. “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” Adalah: Allah tidak serupa atau setara dengan siapapun, dan tidak ada yang dapat menyerupai atau menyetarakan-Nya.

Baca juga:  Ramadan dalam Kenangan: Tarawih dan Para Penghafal Alquran

Pada ayat yang terakhir ini terdapat taqdim dan ta’khir (kata yang “dimajukan” dan kata yang “diakhirkan”), di mana khabar kana (yaitu kata (كُفُوًا)) dimajukan terhadap isim kana (أَحَدٌ). Biasanya kalimat yang menyebutkan kata kana seperti ini, maka yang disebutkan setelahnya adalah isim-nya dahulu baru setelah itu khabar-nya. Namun untuk menyesuaikan irama akhir-akhirnya ayat agar terbentuk menjadi satu, maka khabar kana pada ayat ini diakhirkan, dan bentuk kalimat seperti ini merupakan bentuk bahasa yang sangat tinggi.

Demikianlah penjelasan singkat mengenai surah al-Ikhlas. Tujuan utama kehadiran Alquran adalah memperkenalkan Allah dan mengajak manusia untuk mengesakan-Nya serta patuh kepada-Nya. Surah ini memperkenalkan Allah dengan memerintahkan Nabi Muhammad untuk menyampaikan sekaligus menjawab pertanyaan sementara orang tentang Tuhan yang beliau sembah.

Baca juga:

Surah al-Ikhlas memiliki beberapa khasiat. berikut adalah khasiat Surah al-Ikhlas. Pertama, orang yang membaca Surah al-Ikhlas lima puluh kali, ia akan mendapatkan panggilan masuk surga di hari kiamat. Jabir bin Abdullah  meriwayatkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad bersabda,

“Siapa yang membaca Surah al-ikhlas setiap hari 50 kali, maka pada hari kiamat, ia akan dipanggil dari kuburnya ‘Bangkitlah, wahai orang yang memuji Allah, dan masuklah ke dalam surga!” (HR. Thabrani).

Baca juga:  Amin al-Khuli: Mufasir Penggagas Lahirnya Tafsir Sastrawi atas Al-Qur'an 

Kedua, orang yang membaca surah al-Ikhlas sebanyak tujuh kali sesudah salat Jumat bersama-sama surah al-Falaq dan an-Nas, maka dirinya akan dijaga oleh Allah Swt, dari berbagai kejahatan sampai hari Jumat berikutnya.

Ketiga, surah al-Ikhlas, dikenal pula sebagai sepertiga Alquran, disebutkan dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari, Kanjeng Nabi Muhammad kepada para sahabatnya, “Apakah tidak ada yang mampu di antara kalian untuk membaca sepertiga Alquran dalam satu malam?”

Karena hal itu dirasa sulit bagi mereka, maka mereka menjawab, “Mana mungkin di antara kami ada yang mampu melakukannya, wahai Kanjeng Nabi?”

Rasulullah pun menjawab, “Qul huwa Allahu aḥad, Allahussamad adalah sepertiga Alquran.”

Keempat, keutamaan membaca surah al-Ikhlas adalah terhindar dari kefakiran. Cara pengamalannya adalah dengan membacanya setiap kali masuk rumah. Hal ini berdasarkan riwayat berikut, Rasulullah bersabda.

“Barang siapa membaca ‘Qul Huwallahu Ahad’ ketika akan masuk rumah, maka akan dijauhkan dari kefakiran dalam rumah dan tetangganya.” (HR. Ath-Thabrani dari Jarir ra).

Tentu saja masih ada banyak sekali khasiat membaca surah Al-Ikhlas yang tidak tertulis di sini. Wa ila-Allahi turja’ul umuur.

Referensi:
Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab
Al Jaami’ liahkamil Qur’an karya Imam al-Qurtubhy
Jami’ al-Bayan ’an ta’wil al-Qur’an karya Imam Al-Tabari
Tafsir Ruhul Bayan karya Al-Alamah Ismail Haqqy

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
3
Senang
3
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top