Sedang Membaca
Keajaiban Banten (IV): Danyang Pepunden di Bumi Kramat
M. Ishom el-Saha
Penulis Kolom

Dosen di Unusia, Jakarta. Menyelesaikan Alquran di Pesantren Krapyak Jogjakarta dan S3 di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Keajaiban Banten (IV): Danyang Pepunden di Bumi Kramat

7ee303d8 92cf 43d2 B190 D33414d9ac8d

Banten identik dengan serba-serbi kesaktian, mulai dari Debus sampai hal-hal berbau keramat lainnya. Seringkali karena ada image ini, jika ada seseorang memperkenalkan diri sebagai “wong Banten” maka terlintas dalam benak orang lain yang mendengarnya agar tidak macam-macam terhadap orang Banten.

Image Banten sebagai bumi Kramat nan angker tak dapat dipisahkan dari kepercayaan masyarakat bahwa Banten memiliki Danyang Pepunden yang memancarkan Nyoni. Danyang Pepunden merupakan semacam makhluk hasul yang “bahu rekso” atau menjaga bumi dan isinya. Sedangkan Nyoni ialah pancaran kekuatan dan kewibawaan. Ada kepercayaan bahwa bumi yang telah ditinggalkan Danyang Pepunden-nya maka sirna pula Nyoni-nya, seperti halnya rumah yang tinggal pergi penghuninya.

Banten, merujuk keterangan dalam naskah “Sejarah Sultan Maulana Hasanuddin Banten” yang ditulis pada tahun 1342 H., diisi banyak Danyang Pepunden yang sakti.
Di penutup cerita perjalanan Maulana Hasanuddin, disebutkan nama-nama Danyang Pepunden bumi Banten, sebagaimana berikut:

“Penjaga kali Karangantu bernama Ratu Jaya Kulebar. Penjaga muara Karangantu bernama Ratu Lingga Buana. Penjaga alun-alun Surosowan bernama Ratu Jalalan. Penjaga Pancaniti bernama Ratu Langkawis. Penjaga dalam kota praja bernama Ratu Lingga Paksa. Penjaga seluruh wilayah Banten bernama Ratu Langlang Buana. Penunggu sungai Kali Banten bernama Ratu Uyut Nyatu. Penunggu hulu sungai Kali Banten bernama Ratu Lingga Para.”

Baca juga:  Nasehat KH. M. Hasyim Asy'ari untuk Pengurus dan Jamaah NU

Penyebutan Danyang Papunden bumi Banten dalam naskah tersebut, mengikis anggapan bahwa Banten menganut puritanisme Islam. Fakta ini sekaligus menolak apa yang dilontarkan Christiaan Snouck Hurgronje, bahwa salah satu alasan Banten memusuhi raja-raja Jawa karena anggapan sinkritisme Islam masyarakat Jawa sama dengan penganut agama berhala. Padahal, Banten juga menganut sinkritisme bukan puritanisme Islam.

Justru adanya kepercayaan Danyang Pepunden membuktikan kebudayaan Banten sebagai bagian tak terpisahkan cultur Jawa. Dalam kepercayaan orang Jawa, tidak ada sejengkal tanah di pulau Jawa yang tak memiliki Danyang Pepunden. Kepercayaan ini bukan praktek syirik melainkan menjadi paradigma panteisme dalam sufisme Islam. Hal ini juga yang melatarbelakangi kepercayaan masyarakat Banten tentang orang suci.

Orang-orang suci dipercayai dapat berkomunikasi dengan hal-hal gaib. Mereka adalah kiai yang sudah sampai maqam kewalian. Orang Banten sangat menghormati mereka, termasuk jawara sekalipun. Bahkan di Banten terdapat simbol golok-tasbih yang menandakan hubungan erat antara orang-orang saksi dengan kiai yang dianggap wali. Kondisi inilah yang membuat Banten disegani lawan.

Termasuk raja-raja Jawa segan dengan kesultanan Banten, sehingga dalam sejarah tercatat Banten belum pernah ditaklukkan Kesultanan Mataram. Bahkan Banten sempat menguasai Kesultanan Cirebon dan Sumedang Larang, sampai Banten diberi kuasa membawahi wilayah sepanjang Sungai Citarum hingga Cianjur. Hal ini terjadi setelah kesultanan Mataram sepenuhnya menguasai Jawa Barat, minus Kesultanan Banten.

Baca juga:  Polemik Ulama dan Khalifah (1): Sa'id bin al-Musayyab dan Khalifah Abdul Malik bin Marwan

Pada tahun 1651, dalam catatan H.J. de Graaf, raja Mataram Sunan Amangkurat I pernah menunjuk Pangeran Purbaya untuk menyiapkan bala tentaranya dan seluruh armada perang di pelabuhan Bonang Demak. Armada perang ini sudah siap dan tinggal berangkat untuk menyerang Kesultanan Banten (pada masa Sultan Abdul Mafakhir Abdul Kadir Kenari).

Kesultanan Banten sendiri pada waktu itu dalam kondisi belum siap perang. Tapi anehnya, pada satu malam sehari sebelum penyerangan Sultan Mataram bermimpi sakit bisul: Ada yang menyebut Sunan Amangkurat I betul terkena bisul.

Entah kenapa apa yang dialami sultan Mataram ini dianggap firasat buruk jika menyerang Banten (?) Apalagi Sunan Amangkurat I merasakan ada kejanggalan tatkala menguji meriam-meriam yang dipersiapkan untuk penyerangan ke Banten. Meriam-meriam itu tak bisa melontarkan mesiu. Bahkan menurut catatan H.J. de Graaf, ada mesiu yang dinyalakan justru berbalik arah dan meledak persis di depan pintu gerbang Kesultanan Mataram.

Kejadian ini dirasakan aneh oleh Sunan Amangkurat I sehingga rencana penyerangan ke Banten dibatalkan. Raja Mataram itu memandang seperti ada kekuatan gaib yang melindungi tanah Banten. Mungkin yang dimaksud di Banten terdapat Nyoni dari para Danyang Pepunden yang menjadikan Banten tampak angung dan terhormat. Wallahu a’lam. (RM)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top