Sedang Membaca
Mengapa Imam Muslim Tidak Meriwayatkan Hadis dari Imam Bukhari?
M. Tholhah Alfayad
Penulis Kolom

Lahir 15 Agustus 1996. Pendidikan: alumni Madrasah Hidayatul Mubtadiin, Lirboyo, Kediri. Sedang menempuh S1 Jurusan Ushuluddin Univ. Al Azhar al Syarif, Kairo, Mesir. Asal Pesantren An Nur I, Bululawang, Malang, Jawa Timur.

Mengapa Imam Muslim Tidak Meriwayatkan Hadis dari Imam Bukhari?

Ini adalah sebuah pertanyaan sangat menarik dari sejarah para periwayat hadis Rasulullah. Tercatat, imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari, pengarang kitab kitab Shahih Bukhari adalah guru dari imam Muslim bin Hajjaj, pengarang kitab Shahih Muslim. Kita sudah sudah tahu, kitab hadis keduanya, secara berurutan, paling otoritatif.

Imam Muslim bin Hajjaj lahir di tahun 206 Hijriah dan memulai mengambil riwayat Hadis di usianya yang ke-12 tahun, tepatnya pada tahun 218 H. Imam Muslim bin Hajjaj memulai menulis karya monumentalnya “Shahih Muslim” pada tahun 235 H. Ia menulis “Shahih Muslim” di umur 29 tahun. Dan Imam Muslim bin Hajjaj menyelesaikan “Shahih Muslim” pada tahun 250 H, tepatnya ia menyelesaikan karya monumentalnya di umur 44 tahun.

Imam Muslim membutuhkan waktu sekitar 15 tahun untuk menyelesaikan “Shahih Muslim”. Lamanya waktu penyempurnaan kitab “Shahih Muslim” ditengarai adalah karena sistem pembukuan hadis yang sangat terperinci dan cara yang tepat dalam penyusunan bab serta seleksi hadis shahih yang ketat. Kemudian, Imam Muslim bin Hajjaj wafat 11 tahun setelah menyelesaikan karya “Shahih Muslim” tepatnya pada tahun 261 H.

Terkait, pertemuannya dengan Imam Bukhari rupanya sejarah mencatat imam Bukhari singgah di kota Naisabur, tempat menetapnya Imam Muslim sebanyak dua kali. Yang pertama adalah tahun 209 H, tempat Imam Bukhari singgah di kota Naisabur di usia imam Bukhari berumur 15 tahun dan Imam Muslim ketika itu masih berumur empat tahun. Karena jarak umur itu, sangat mustahil Imam Muslim bin Hajjaj berguru kepada imam Bukhari saat itu.

Baca juga:  Syekh Yasin al-Fadani dan Nasionalisme Indonesia

Sedangkan yang kedua adalah tahun 250 H, saat Imam Bukhari menetap dan mengajarkan ilmu Hadis kepada Imam Muslim selama lima tahun di kota Naisabur. Beberapa tahun setelahnya, Imam Bukhari wafat tepatnya imam Bukhari wafat pada tahun 256 H.

Dari sini, tentu kita bisa memahami sejarah bahwa tahun 250 H adalah tahun kedatangan kedua imam Bukhari di kota Naisabur dan di tahun yang sama pulalah Imam Muslim telah menyelesaikan karya kitab “Shahih Muslim”. Walhasil, sangat wajar bilamana Imam Muslim tidak menuliskan sanad hadis dari Imam Bukhari di dalam kitab karyanya yang berjudul “Shahih Muslim” karena saat pertemuan keduanya sebagai guru dan murid Imam Muslim telah selesai menulis karya monumentalnya “Shahih Muslim”. Inilah fakta terkuat mengapa Imam Musilam tidak meriwayatkan hadis dari senior dan gurunya: Imam al-Bukhori.

Dan oleh karen itu, pendapat yang mengatakan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadis dari Imam Bukhari karena sebab ia menginginkan sanad yang lebih tinggi adalah “lemah”. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa Imam Muslim membantah dan mengkritik pendapat yang mensyaratkan harus ada bukti bertemu langsung antara guru dan murid dalam periwayatan hadis dalam mukadimah kitab “Shahih Muslim” tapi kritikan dan bantahan ini bukan ditujukan kepada imam Bukhari. Mengapa?

Baca juga:  Bagaimana Para Ulama Menghormati Nabi Muhammad?

Karena dalam masa penulisan karya “Shahih Muslim” saat itu Imam Muslim belum mengenal Imam Bukhari secara mendetail. Hal ini dikuatkan dengan pendapat adz-Dzahabi yang menyatakan bahwa tokoh yang dikritik oleh Imam Muslim dalam mukaddimah kitab “Shahih Muslim” adalah Imam Ali bin Al-Mudani, bukan Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari.

Imam Muslim bin Hajjaj berguru kepada imam Bukhari selama lima tahun. Di antara keduanya memang memiliki pendapat yang bertolak-belakang dalam beberapa masalah. Di antara perbedaan keduanya adalah Imam Muslim menyatakan “cukup” adanya bukti seorang guru dan murid dalam zaman yang sama maka riwayat hadits dinyatakan bersambung secara sanad. Sedangkan imam Bukhari menyatakan harus ada bukti bahwa guru dan murid pernah bertemu secara langsung sebagai syarat sanad periwayatan haditsnya bersambung. Toh, keduanya saling menghormati perbedaan pendapat.

Sumber bacaan: kitab al-Muqidzah fi Ilmi Mushtholah Hadits karya al-Hafidz al-Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
5
Ingin Tahu
3
Senang
2
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top