Sedang Membaca
Meneguk Tafsir Kopi Syaikh Ihsan Jampes
Hamdani Mubarok
Penulis Kolom

Alumnus Muallimin PP Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, kini menempuh kuliah Sosiologi Agama di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Meneguk Tafsir Kopi Syaikh Ihsan Jampes

Muhammad Ihsan bin KH Dahlan Sholeh merupakan salah satu kiai besar yang reputasinya di dunia pesantren sudah tidak diragukan lagi. Berasal dari Jampes, Kediri, Syaikh Ihsan dikenal luas melalui masterpiece-nya, Shirajut Thalibin. Kitab ini, bahkan hingga sekarang masih diajarkan di dunia pendidikan Islam hingga ke Timur Tengah. Hal ini tentu menjadi bukti bahwa Syaikh Ihsan Jampes memiliki kualitas keilmuan yang sudah tidak diragukan lagi. Bahkan karena keluasan ilmunya, Syaikh Ihsan sampai mendapatkan gelar “Al-Ghazali kecil”.

Juga karena masterpiece-nya inilah Syaikh Ihsan dikenal sebagai ulama pesantren yang ahli dalam tasawuf yang karena keahlian tersebut seakan-akan malah “mengerdilkan” kemampuan Syaikh Ihsan dalam bidang lain. Padahal, Syaikh Ihsan Jampes bukan hanya ahli dalam tasawuf, beliau juga menguasasi berbagai fan keilmuan, dalam ilmu Falak. Kita mengenal kitab Tashrihul ‘Ibarat Syarah dari Natijatul Miqat karya Syaikh Ahmad Dahlan Semarang, termasuk hal yang kelihatan paling sepele sekalipun, ilmunya juga tetap dikuasai oleh Syaikh Ihsan, seperti kopi.

Sebagai ulama yang mengayomi umat, Syaikh Ihsan pun menyempatkan waktunya untuk menggubah kitab karya KH Ahmad Dahlan Semarang yang berjudul Tadzkirah Ikhwanfi Bayani Qahwah wad Dukhan. Kitab yang dipandang oleh Syaikh Ihsan sangat menarik ini digubah menjadi syair oleh Syaikh Ihsan dengan memakai bahar rajaz agar lebih mudah dan menarik untuk dipelajari.

Karena ini merupakan syarah dari kitab karya KH Ahmad Dahlan, maka dapat disimpulkan bahwa hampir semua keterangan hukum yang terdapat dalam kitab karya Syaikh Ihsan adalah pendapat yang juga diamini oleh KH Ahmad Dahlan. Dengan mengutip kitab Hasyiyatul Asybah karya ar Ramli, Syaikh Ihsan menyatakan bahwa orang-orang yang mengharamkan kopi memiliki argumentasi yang kosong (tidak punya argumentasi), atau kalau mereka mereka mengungkapkan sebuah argumentasi, argumentasinya tidak jelas.

Baca juga:  Wakaf sebagai Jalan Reforma Agraria (3/3)

Beberapa Ulama yang masuk dalam mazhab mengharamkan kopi di antaranya Syaikh Abtawi dari Syiria, Syaikh Ibn Sulthan, Syaikh Ahmad bin Ahmad bin Abdul Haq as-Sanbati dari Mesir. Meski juga sedikit disayangkan Syaikh Ihsan Jampes tidak menyampaikan argumentasi di balik pengharaman kopi yang difatwakan oleh ulama di atas.

Sementara itu, Najm al-Ghazi, ketika menuliskan biografi Abu Bakar Ibn Abdullah al-Idrus, beliau menyebutkan bahwa Al-Idrus adalah orang yang pertama menemukan tradisi meminum kopi. Al-Idrus, disebutkan ketika meminum kopi merasa segar serta merasa lebih bergairah dan semangat untuk tetap terjaga dalam waktu yang lama untuk beribadah. Karena alasan inilah kemudian Al-Idrus memasukkan kopi ke dalam kategori minuman penguat tubuh. Dari Al-Idrus inilah faedah kopi mulai tersebar di kalangan ulama  Timur Tengah.

Syaikh al-Qadhi Ahmad Bin Umar al-Muzjid, dalam kitabnya al-‘Ubab, yang kemudian dinukil oleh Ibn Hajar al-Haitami dalam kitabnya Syarhul Ubab dan kitab Al-Fatwa Ar-Ramli menyatakan bahwa kopi itu tidak menghilangkan akal. Dalam artian, tidak membuat bodoh, gila. Bahkan sebagian ulama Yaman, kata Ar-Ramli, menyatakan bahwa selain tidak menghilangkan akal, kopi juga bermanfaat untuk menyegarkan tubuh serta me-refresh pikiran. Ini mungkin yang menjadi alasan banyaak pemikir yang memiliki karya fenomenal semasa hidupnya rajin mengonsumsi kopi. Pada beberapa kesempataan, kopi juga berfungsi untuk menambah semangat kerja.

Ibn Hajar al-Haitami juga menyampaikan sebuah kisah tentang gurunya, Syaikhal Islam. Pernah suatu ketika Syaikh disuguhi sebuah kopi, kemudian ada orang yang mengajukan sebuah “protes” kepada beliau, “Wahai Syaikh, beberapa ulama telah berpendapat bahwa kopi merupakan minuman yang memabukkan”. Mendengar pernyataan ini Syaikh menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat yang ceroboh dan serampangan.

Sepanjang keterangan yang disampaikanya, Syaikh Ihsan tidak pernah menunjukkan justifikasi yang sepihak atas hukum minum kopi. Syaikh Ihsan seperti sedang mengajarkan kepada umat Islam di Indonesia bahwa segala sesuatu pasti ada pro dan kontranya. Ada yang halal, ada pula yang bilang haram. Namun, halal atau haram, untuk masalah fan bukanlah suatu yang pokok. Syaikh Ihsan telah mengajarkan kepada kita untuk lebih peduli, bukan hanya pada kesimpulan halal atau haramnya suatu hukum, namun juga pada alasan yang ada di balik keputusan hukum tersebut.

Baca juga:  Serat Tuhfah: Tembang Manunggaling Kawula Gusti di Jawa

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top